Minggu, 10 Desember 2017


Melalui komunitas Griya Schizofren, Triana Rahmawati menunjukkan kepeduliannya dengan mengurusi para penderita skizofrenia. Bahkan, gadis kelahiran Palembang 15 Juli 1992 ini juga sempat diundang ke Kobe, Jepang, untuk berbicara tentang Griya Schizofren. Griya Schizofren adalah komunitas anak muda yang peduli dengan masalah gangguan kesehatan jiwa. Griya ini tidak hanya membatasi untuk peduli pada orang-orang yang menderita skizofrenia, tetapi juga gangguan kesehatan jiwa secara keseluruhan.

Triana menjelaskan nama Schizofren ini sejatinya kepanjangan dari Sc untuk sosial, Hi yang artinya Humanity, dan Zofren yang memiliki makna Zone Friendship. Melalui komunitas ini, Triana ingin mengkampanyekan bahwa mereka yang memiliki gangguan jiwa ini juga membutuhkan kepedulian. Karena mereka sering dianggap tidak ada, tetapi secara fisik masih ada. Griya Schizofren menginginkan agar para generasi muda paling tidak bisa mengubah anggapan tentang mereka yang memiliki gangguan kesehatan jiwa, bahwa mereka memang membutuhkan perhatian dari orang lain. Jadi, kita tidak perlu menjaga jarak dengan mereka, tapi justru bisa menunjukkan kepedulian dan memerhatikan mereka, bukan sebagai psikolog atau dokter, tetapi sebagai teman.

Triana bercerita, sebenarnya Griya Schizofren ia rintis tanpa direncanakan. Bahkan, awalnya ia sama sekali tidak memiliki cita-cita untuk mengurusi mereka yang memiliki gangguan jiwa. Kalaupun ditanya apa mimpinya ? Pastinya Triana lebih ingin merintis gerakan kemanusiaan yang berhubungan dengan kegiatan anak-anak. Tetapi takdir berkata lain. Mungkin Tuhan memang menunjukkan kepadanya untuk menekuni jalan ini. Griya ini berawal dari kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Kemendikbud. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diminta untuk berpikir dan bergerak memberikan sumbangsihnya pada masalah-masalah sosial.


Awalnya, Triana sempat bingung mau mencari masalah sosial apa untuk dicari solusinya ? Masalah tentang wanita, atau ekonomi, pasti sudah banyak yang menekuni. Hingga suatu waktu, saat sedang persiapan untuk buka puasa, Triana pergi ke warung untuk membeli lauk, saat itu tiba-tiba ada orang yang mengumandangkan azan, padahal belum masuk waktu sholat. Oleh pemilik warung, Triana mendapat informasi bahwa yang mengumandangkan azan itu adalah "orang gila" dan tidak perlu didengar. Kata-kata itu ternyata membekas di pikiran Triani. Ia terngiang-ngiang terus pada orang yang dianggap gila itu. Batinnya merasa kasihan, mengingat 'orang gila' itu selalu dianggap tidak ada padahal mereka ada. Keberadaan 'orang gila' seperti tidak dimanusiakan. 

Dan akhirnya, tema tentang kepedulian terhadap mereka yang memiliki gangguan kesehatan jiwa ini yang kemudian menjadi tajuk dari PKM-nya. Setelah tema itu disetujui, Triana langsung mendapat dana Rp 7,5 juta untuk merealisasikan ide ini. Langkah selanjutnya, Triana mencari penderita gangguan kesehatan jiwa. Dan ternyata tidak semua rumah sakit bersedia diajak kerja sama. Setelah berpeluh keringan, idenya baru diterima oleh Griya PMI Peduli Solo. Triana pun langsung diterima menjadi relawan di sana untuk membantu mengurusi mereka yang memiliki masalah gangguan kesehatan kejiwaan. Bersama para relawan lainnya, ia memberikan terapi untuk membantu menyembuhkan kesehatan kejiwaan mereka. Salah satu cara yang paling efisien adalah mengajak mereka bernyanyi. Selain itu juga mengaji, hafalan, dan terapi menggambar. Setiap hari Selasa, Rabu, Kamis, Triana datang ke Griya PMI untuk memberikan terapi itu.

Tak mudah memang untuk mendekati mereka. Butuh kesabaran dan mental yang kuat menghadapi Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Pendekatan yang dilakukan ini harus menyesuaikan mood mereka. Materi musik ataupun menggambar yang dilakukan tidaklah berat. Tapi cukup dengan materi yang ringan-ringan saja, layaknya anak-anak. Misalnya, mengajak bernyanyi lagu Balonku, Pelangi, dan Kasih Ibu. Dari setiap pertemuan itu, pemberian terapi dilakukan selama dua jam. Hingga saat ini ada sekitar 150 penderita gangguan jiwa yang ditampung Griya PMI Peduli Solo.


Di tahun-tahun awal berdiri, Griya Schizofren memag lebih pada melakukan kampanye kepada teman-teman muda tentang perlunya peduli pada mereka yang kesehatan jiwanya terganggu. Karena, seperti diketahui, masyarakat luas menganggap mereka ini adalah penyakit. Jika ada saudara yang gila, pasti keluarganya malu. Oleh sebab itulah mereka memilih menitipkan saudara yang gila itu di rumah sakit jiwa. Atau kalau tidak, membawa para ODMK ini ke dukun atau paranormal. Padahal sejatinya mereka ini membutuhkan kepedulian dari sesama. Untuk menghadapinya kita perlu sabar dan peduli.

Saat ini Griya Schizofren telah memiliki banyak relawan yang peduli pada ODMK. Mereka adalah mayoritas mahasiswa UNS Solo. Kebetulan, Triana sendiri juga kuliah di sana. Cara perekrutannya pun informal. Lebih sering dari mulut ke mulut. Diskusi pun hanya dilakukan di warung makan biasa secara informal. Kegiatan yang berawal dari PKM ini memang seharusnya hanya berdurasi satu tahun, lantaran dana untuk kegiatan ini yang berasal dari Kemendikbud juga cuma berjangka satu tahun. Tapi begitu selesai, Triana kepikiran terus dengan para ODMK yang pernah didampinginya. Karena beban moral dari kegiatan ini memang cukup berat. Walau dana untuk programnya sudah habis, tetapi beban moralnya tidak habis. Lalu bersama teman-temannya Triana bahu membahu tetap menjadi relawan di Griya PMI Peduli Solo untuk mengurusi orang-orang dengan gangguan kesehatan jiwa. Jadi, Griya Schizofren ini sifatnya melakukan gerakan kemanusiaan dengan membantu PMI Solo.

Walau saat mendirikan Griya Schizofren status Triana masih sebagai mahasiswa, namun ia mengaku tidak sulit untuk membagi waktunya antara belajar dan mengurusi kegiatan kemanusiaan ini. Lagipula, menurutnya, ini hanyalah kegiatan yang sederhana, menunjukkan kepedulian pada mereka yang terpinggirkan. Tetapi mungkin yang unik adalah, sasaran kepeduliannya merupakan mereka yang dijauhi oleh masyarakat pada umumnya. Karena masyarakat akan menganggap kegiatan mengurusi 'orang gila' ini tidak penting. Kegiatan ini justru mendukung studinya yang kuliah di jurusan Sosiologi, Fakultas FISIP, UNS Solo. Dalam studinya ini juga membahas tentang patologi sosial atau penyakit sosial yang di dalamnya termasuk orang dengan gangguan kesehatan jiwa. Triana malah menjadikan kegiatan kemanusiaan ini sebagai bahan skripsinya. Dengan dibantu oleh relawan lain dari Griya PMI Peduli dan Griya Schizofren, ia berhasl membuat skripsi tentang Stigma Pada Orang dengan Schizofrenia di Griya PMI Peduli Solo. Poin utama skripsi itu adalah tentang pendekatan kepada mereka, para orang dengan gangguan jiwa, tetapi bukan dengan sudut pandang psikologi atau secara medis, tetapi lebih kepada interaksi langsung kepada para ODMK.


Triana berhasil menyelesaikan skripsinya di tahun 2015. Kemudian skripsi itu ia susun kembali dan di-apply ke jurnal internasional. Dan ternyata berhasil 'di-acc'. Kemudian pada Maret 2016, Griya Schizofren diminta untuk berbicara di Forum Psikologi Internasional di Kobe, Jepang. Ketika itu banyak yang mengapresiasi. Karena ada sebuah pendekatan baru yang mulai dilakukan oleh masyarakat umum, dalam arti bukan sebagai psikolog atau dokter, untuk melakukan penyembuhan orang dengan gangguan jiwa. Saat itu yang aktif bertanya adalah delegasi dari Amerika Serikat, Filipina, dan Meksiko. Setelah sukses berbicara di forum internasional, Triana berencana akan menerbitkan sebuah buku. Nantinya di dalam buku itu akan ada pengembangan yang menggambarkan cerita para relawan dalam mengurusi orang gangguan jiwa, kemudian ditambahi ilustrasi.

Berhubungan dengan ODMK, tentu banyak pengalaman unik yang Triana alami. Misalnya, ia pernah sampai diamuk atau dikejar. Tapi ia tidak pernah menganggapnya sebagai pengalaman buruk. Justru kadang dari mereka ia bisa banyak belajar dan bersyukur tentang artinya kesehatan jiwa. Yang membuatnya senang adalah, ketika ada pasien ODMK yang bisa sembuh. Triana menambahkan, banyak pasien perempuan yang jiwanya tergoncang karena masalah asmara. Namun, setelah dibantu dan didamping terus, ternyata banyak yang bisa membuatnya kembali ke tengah-tengah keluarganya. Triana pun berharap, Griya Schizofren bisa tetap ada. Walau mau tak mau masalah dana adalah problem utama. Tetapi yang jelas, Griya Schizofren bukanlah yayasan yang mencari dana, tetapi Triana menginginkan ini sebagai sebuah gerakan kemanusiaan.

1 komentar:

  1. Sambal Roa Judes, salah satu kekayaan kuliner nusantara, Sambal yang dibuat dari campuran Ikan Roa ini selalu sukses menggoda lidah para penggemar pedas. Bahkan bagi mereka yang tidak pernah memilih ikan sebagai menu makanan mereka pun, selalu berakhir dengan mengakui kehebatan rasa Sambel Roa JuDes ini.. Anda penasaran ingin menikmatinya ? Hubungi layanan Delivery Sambal Roa Judes di 085695138867. BBM : 5F3EF4E3

    BalasHapus