Selasa, 26 Desember 2017


Masyarakat Medan mengenal nama Hajjah Rita Maharani, SH, sebagai istri dari Walikota Medan, H Dzulmi Eldin. Namun, di luar aktivitasnya sebagai istri Walikota dan juga sebagai Ketua Tim Penggerak PKK kota Medan, kiprahnya menaikkan pamor batik Medan dan songket Deli di kancah nasional dan internasional juga menjadi sorotan banyak kalangan. Rita, yang memang jago mendesain, menggunakan batik Medan dan songket Deli sebagai material busana rancangannya. Bahkan kini hasil rancangannya sudah melanglang buana ke hampir seluruh wilayah Indonesia. Termasuk dari sebuah produk bertaraf internasional, Bonia, yang memintanya ikut dalam sesi pemotretan. Rancangannya dipilih karena dianggap berbeda dari rancangan baju desainer kebanyakan, karena spesifik mengangkat budaya lokal masyarakat Deli dan Medan.

Awal dirinya memilih rancangan spesifik memakai songket Deli dan batik Medan bermula dari ketertarikannya menggunakan batik sebagai busana, baik busana kerja maupun busana sehari-hari. Hampir setiap hari Rita selalu memakai batik. Bahkan, sebelum batik Medan muncul, ia sudah sering memakai batik dari daerah-daerah lain. Menurutnya, batik itu indah dan unik. Rasanya ada kebanggaan tersendiri jika memakai batik. Selain itu ketertarikannya menggunakan batik Medan dan songket Deli dalam rancangannya juga merupakan bagian dari bentuk tanggung jawabnya melestarikan budaya bangsa, sebagai entitas masyarakat Melayu Deli.


Ketertarikan orang pada rancangan ibu tiga anak ini terlihat dari sikap mereka yang sangat antusias ingin memiliki baju yang Rita pakai. Tiap kali ia memakai satu baju rancangannya, banyak orang-orang dekatnya yang juga ingin memiliki baju tersebut. Rita pun berpikir ini sebuah tanda yang positip, dan memunculkan ide untuk mengembangkan batik Medan dan songket Deli. Menurutnya, pamor batik Medan dan songket Deli sangat tertinggal dibandingkan kain khas daerah lainnya. Selain sumber daya manusia (SDM) yang minim, pandangan masyarakat terhadap batik dan songket juga masih kaku.

Orang masih menganggap batik dan songket itu kain yang pemakaiannya terbatas, hanya pada saat-saat tertentu dan sifatnya juga kaku. Padahal menurut Rita, itu semua tidak benar. Jika dirancang dengan modifikasi desain gaya yang mengikuti perkembangan zaman, maka batik Medan dan songket Deli tak kalah dibandingkan kain-kain khas daeran lain. Melalui rancangan berbahan batik Medan dan songket Deli ini Rita juga berharap bisa melambungkan nama kedua kain tersebut. Paling tidak, batik Medan dan songket Deli mendapat tempat di hati masyarakat pencinta mode. Rita pun menegaskan, kehadiran batik Medan ini bukan untuk menyaingi batik Jawa, tapi justru untuk menambah dan meramaikan koleksi fashion khas daerah yang sudah ada di negeri ini.


Rita mengaku, terinspirasi oleh masyarakat India yang begitu mencintai budayanya, salah satunya dalam hal busana. Kecintaan mereka pada busananya tak pernah luntur, meski zaman terus berkembang. Dari masyarakat kelas bawah hingga masyarakat kelas atas semua mengenakan pakaian khas mereka. Contohnya bisa dilihat di film-film mereka. Baik si kaya maupun miskin, semuanya tetap memakai kain sari dalam kehidupan sehari-hari. Melalui cara berpakaian mereka itulah terlihat betapa cintanya mereka pada budaya mereka. Di manapun berada, mereka selalu menunjukkan eksistensinya dan begitu bangga menggunakannya. Rita pun berharap hal demikian juga dimiliki masyarakat Medan. Kecintaan masyarakat terhadap budayanya harus tetap ada dan harus dilestarikan sehingga generasi penerus tidak kehilangan dan tahu budaya asli mereka yang sebenarnya.

Itu sebabnya mengapa sekarang Rita begitu bersemangat menggalakkan penggunaan songket Deli dan batik Medan di semua kalangan di kota Medan, mulai dari ibu-ibu PKK hingga teman-teman sosialitanya diajak untuk ikut mempromosikan batik Medan. Agar masyarakat tertarik, ia merancang songket Deli dan batik Medan dengan desain yang tidak kalah bersaing dibandingkan desain dari perancang ternama. Bahkan ada beberapa rancangannya yang berkiblat ke fashion luar negeri, misalnya Milan,Italia. Meski begitu, desain tetap ia sesuaikan dengan kultur budaya lokal. Baik untuk busana model sporty maupun busana formal.


Saat ini rancangannya memang lebih banyak busana muslim. Kebetulan, Rita sendiri memang mengenakan busana muslim. Niat awalnya ia hanya mendesain untuk dipakai sendiri. Namun beberapa teman yang melihat dan tertarik ternyata juga ingin dibuatkan baju seperti yang ia gunakan. Bahkan, pernah ada yang meminta busana yang ia kenakan saat itu juga, saking uniknya. Karena tingginya minat dan ketertarikan orang dengan hasil rancangannya, saat ini Rita pun juga sudah mulai merancang busana berlengan pendek dan lebih simpel. Bahkan ia juga tengah merancang busana untuk pria dan remaja, serta busana pesta untuk pasangan.

Mengulik masa lalunya, Rita bercerita, dulunya ia adalah sosok yang tomboy, hobi memanjat pohon, naik gunung, dan berpetualang. Dibesarkan dari lingkungan "keluarga kebun" di PTPN III Sungai Karang, Deliserdang, Sumatera Utara, ia tumbuh menjadi sosok yang mudah bergaul dan punya banyak teman. Dulu, ia paling suka jalan-jalan keliling kebun, mengajak teman-temannya bermain ke lokasi-lokasi yang lumayan jauh dari rumah. Namun, sejak menikah dan memiliki anak, sedikit demi sedikit ketomboiannya berkurang. Rita justru mulai tertarik pada dunia fashion.


Awalnya, ia hanya sekedar memberi ide model baju yang akan ia pakai ke tukang jahit. Entah kenapa, suatu hari ia iseng mencorat-coret rancangan model pakaian yang akan ia pakai. Hasil coretan itu kemudian ia serahkan ke tukang jahit. Dan hasilnya sungguh menyenangkan, banyak orang yang tertarik. Apalagi rancangannya menggunakan batik Medan dan songket Deli yang memiliki motif khas yang identik dengan masyarakat dan kota Medan. Selain motif heritage seperti kantor pos Medan, Mesjid Raya Al Mashun, Istana Maimoon, dan menara air Tirtanadi, ada juga motif becak medan, daun tembakau, dan pucuk rebung.

Sebagai Ketua Penggerak Tim PKK kota Medan, Rita juga mempunyai tugas memajukan kesejahteraan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di kota Medan. Melalui rancangannya yang menggunakan bahan baku kain batik Medan dan songket Deli, kini kesejahteraan para pembatik Medan dan pengrajin songket Deli mulai meningkat. Jika dulu para pembatik sering mengeluh produksinya sulit dipasarkan, kini justru sebaliknya. Para pembatik mulai kewalahan melayani orderan. Bukan hanya itu, para pembatik juga mulai banyak mendapat tawaran melakukan pameran ke beberapa daerah dan negara tetangga. Ini tentu membanggakan, karena menunjukkan ada peningkatan kesejahteraan mereka.


Untuk menghadapi tingginya permintaan, Rita kemudian menggagas ide membuat pelatihan bagi para remaja perempuan putus sekolah di salah satu kawasan yang saat ini menjadi sentra pembuatan batik Medan dan songket Deli. Rencananya ke depan, setiap kecamatan di kota Medan memiliki sentra batik. Tujuannya untuk menggerakkan sektor ekonomi masyarakat yang berbasis budaya. Untuk membentuk sentra batik di Medan memang bukan perkara mudah. Apalagi membatik bukanlah pekerjaan utama masyarakat Medan. Ini masih dianggap sebagai pekerjaan sampingan. Maka tidak heran kalau yang membatik saat ini golongan usia yang sudah tua. Dengan adanya pelatihan untuk remaja putus sekolah ini, diharapkan akan ada regenerasi berkesinambungan sehingga batik Medan dan songket Deli bisa terus eksis.  

1 komentar:

  1. Sambal Roa Judes, salah satu kekayaan kuliner nusantara, Sambal yang dibuat dari campuran Ikan Roa ini selalu sukses menggoda lidah para penggemar pedas. Bahkan bagi mereka yang tidak pernah memilih ikan sebagai menu makanan mereka pun, selalu berakhir dengan mengakui kehebatan rasa Sambel Roa JuDes ini.. Anda penasaran ingin menikmatinya ? Hubungi layanan Delivery Sambal Roa Judes di 085695138867. BBM : 5F3EF4E3

    BalasHapus