Sabtu, 05 November 2016


Perempuan satu ini memiliki profesi yang bisa dibilang langka, yakni studbook keeper atau pencatat silsilah. Yang ia catat adalah silsilah harimau Sumatera yang makin langka. Lahir di Tangkuney, Sulawesi Utara, istri dari Michael Padmanaba ini pernah mendapat penghargaan Satya Lencana pengabdian 30 tahun di Institut Pertanian Bogor (IPB) dari Presiden RI tahun 2015. Putri pasangan Lendy Ronald Tumbelaka dan Sophia Maria Theresia Pangalila Tumbelaka yang mengambil Spesialisasi Kesehatan dan Penangkaran Satwa Primata, Clinical Medical Research Center, Bowman Grey School of Medicine, Wake Forest University, North Carolina, USA ini ternyata juga memiliki banyak kesibukan lain, selain tentunya mengajar di IPB.

Sebetulnya, cita-cita awal Ligaya adalah ingin menjadi dokter manusia. Menjelang akhir SMP, ia juga ingin menjadi seorang guru. Karena ayahnya seorang tentara, masa-masa sekolahnya juga sempat mengikuti tempat dinas sang ayah. Saat SMA, Ligaya bersekolah di Sekolah Indonesia di Bangkok sampai selesai. Tapi ketika ingin melanjutkan kuliah, ia sempat takut mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi (UMPT). Ia berpikir, ketika itu untuk lulus ujian bukan hanya dibutuhkan kecerdasan tapi juga faktor keberuntungan. Walau ia kerap jadi juara satu di sekolah, namun tidak ada artinya untuk dirinya yang bersekolah di sekolah Indonesia Bangkok yang muridnya hanya tiga orang. 

Rasa kekhawatiran tidak lulus UMPT, sempat membuatnya bingung harus kuliah di mana lagi. Karena ayahnya sempat mengatakan, ia boleh kuliah kemana pun, asalkan harus perguruan tinggi negeri. Sampai akhirnya, Ligaya mendapat informasi, ada kakak kelasnya yang berhasil kuliah di IPB tanpa tes. Ligaya pun mencoba untuk mengikuti langkahnya, walau ketika itu ia belum tahu banyak mengenai IPB. Yang ia ketahui itu hanyalah kuliah tentang pertanian. Baginya tak masalah, toh kebetulan dirinya juga menyukai bunga dan tanaman. Ia pun mendaftar dan akhirnya diterima. Tahun 1979 ia kembali sendiri ke Indonesia untuk memulai kuliah di IPB. Di sana ia memilih tiga jurusan, pertanian, kehutanan, dan kedokteran hewan. Ternyata ia diterima di Kedokteran Hewan. Walau dulu belum banyak yang ingin menjadi dokter hewan, namun Ligaya percaya bahwa itu adalah yang terbaik yang diberikan Tuhan. Jadi ia harus serius dan total dalam menjalaninya.

Ligaya lulus kuliah di tahun 1984 dengan nilai sangat baik. Indeks Prestasi-nya di atas 3. Setelah itu ia ditawari menjadi dosen IPB. Karena ia juga pernah bercita-cita menjadi guru, tawaran itu pun langsung ia terima. Ia mengajar di Departemen Reproduksi Hewan. Tahun 1987 Ligaya berniat meneruskan kuliah, karena untuk menjadi dosen harus memiliki gelar S2 dan S3. Kebetulan, ketika ingin melanjutkan kuliah, IPB sedang membutuhkan orang untuk dilatih menangani primata di Pusat Studi Primata yang sedang ingin dibentuk. Ligaya pun meneruskan studi S2 ke Amerika, untuk mempelajari satwa primata.

Ketika kembali ke Indonesia tahun 1992, seniornya menawarkannya untuk pindah program. Jadi, ketika pulang ke Indonesia, bukannya mengurusi Pusat Primata, ia malah diminta mengurusi harimau. Karena ketika itu ada kolaborasi antara IPB dengan Taman Safari Indonesia (TSI). TSI sedang mencari dokter hewan dari IPB yang memiliki kapasitas untuk melakukan sebuah pekerjaan baru. Ketika itu juga Ligaya ingat dirinya pernah ditanya seorang supervisor di Amerika, jika mendapat pilihan untuk bekerja bersama jenis hewan lain selain primata, hewan apakah yang akan dipilih ? Ketika itu Ligaya langsung menjawab harimau. Karena menurutnya harimau itu hewan yang kharismatik. Dan ternyata itu menjadi kenyataan. Itulah yang kadang membuatnya heran. Dirinya tidak pernah memilih untuk menjadi apa, tapi ternyata garis yang diberikan Tuhan seperti ini. Ligaya, meyakini semuanya akan berjalan baik, asalkan menjalaninya juga dengan baik.


Tugasnya sebagai pencatat silsilah atau studbook keeper menurutnya tidak gampang. Walau mungkin terlihat sepele, tapi memang tidak mudah untuk mencatat dan mencari data tentang harimau Sumatera. Mulai dari mempelajari hewannya sampai mempelajari behavior harimau. Setelah itu, barulah ia mulai bertanya ke seluruh kebun binatang yang memiliki harimau Sumatera. Ligaya sadar, dirinya bukan orang yang bekerja di dunia kebun binatang, maka ia harus membuat jaringan. Terlebih belum pernah ada yang mulai membuat pencatatan. Dialah yang pertama melakukannya. Kebetulan Ligaya memang memiliki semua basic yang diperlukan untuk menjadi studbook keeper.

Saat membuat catatan ini Ligaya harus datang ke lokasi dan memeriksa setiap data harimau Sumatera. Ia harus belajar untuk percaya pada orang dan dapat melakukan verifikasi dan validasi. Baginya, profesi ini juga menjadi tantangan tersendiri. Prinsipnya, ia harus mendapat data riil harimau Sumatera berdasar laporan pandangan mata dan verifikasi. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ia memulai dengan berkoordinasi dengan seluruh lembaga konservasi dan kebun binatang di seluruh Indonesia. Metode pencatatannya pun sederhana. Ia memulai dari data harimau yang ada saat itu kemudian menariknya ke belakang secara historis. Ia harus tahu dari mana harimau itu datang, mana orangtuanya, dan mengapa sampai ada di lembaga konservasi tersebut. Ternyata, tidak semua harimau di kebun binatang bisa didapatkan datanya. Pencatatan yang dilakukan sejumlah kebun binatang ternyata tak sempurna. Tidak jarang, ada harimau yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Ada yang masuk kebun binatang dengan ilegal. Kalau legal, tentu ada berita acaranya. Nah, yang bermasalah itulah yang tidak ada datanya.

Fungsi studbook pun juga tidak sekedar mencatat silsilah. Studbook merupakan acuan dasar untuk melakukan pelestarian dengan cara yang benar. Dari studbook, setiap pihak dipastikan bisa mengetahui jumlah dan generasi harimau. Kita juga bisa mengetahui mana keturunan harimau Sumatera yang produktif maupun sebaliknya. Harimau Sumatera adalah satwa liar yang kian langka. Bila misalnya ketika dikawinkan atau ditangkarkan, maka sebaiknya juga harus dijaga kemurniannya. Artinya, harimau Sumatera harus dikawinkan dengan sesama harimau Sumatera. Di penangkaran, lewat catatan ini akan terlihat siapa pasangan yang cocok untuk dikawinkan. Populasi di luar habitatnya harus dibangun dengan genetik yang bagus. Jangan sampai kekerabatan terlalu tinggi, sehingga dikhawatirkan hewannya lebih kecil, rentan penyakit atau cacat. Itulah yang harus dihindari dengan bantuan dari data studbook. Dalam perkembangannya, 1,5 tahun kemudian, Ligaya juga menjadi dokter hewan di TSI.

Namun karena tugasnya di IPB sudah semakin banyak, sekarang Ligaya sudah tidak bekerja di TSI lagi. Saat ini Ligaya menjabat sebagai Kepala Bidang Pelatihan dan Penelitian untuk Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia. Dan dalam bidangnya saat ini hambatan terbesar adalah mencari sumber daya manusianya. Karena, tidak semua orang yang bekerja di kebun binatang paham tentang hewan. Mereka bekerja hanya karena mereka membutuhkan pekerjaan. Selain itu, Ligaya juga punya kelas khusus di Fakultas Kedokteran Hewan yaitu manajemen satwa liar. Menurutnya, negara kita butuh lebih banyak lagi dokter hewan, terlebih yang fokus pada satwa liar. Apalagi, Indonesia dikenal sebagai negara kedua megabiodiversity di dunia, setelah Brazil. Kalau tidak ada orang yang peduli dengan satwa kita, maka perlahan semuanya akan punah.

Untuk saat ini, Ligaya sedikit senang melihat banyaknya komunitas satwa liar seperti burung hantu, reptil, musang, dan lain sebagainya. Tapi menurutnya, keberadaan mereka juga patut diarahkan, bahwa satwa liar sejatinya bukanlah sawa peliharaan atau pet. Jika kita mencintai satwa liar, harusnya senang melihat mereka di alam. Ligaya juga senang melihat anak-anak kedokteran hewan banyak yang mau menjadi dokter hewan khusus satwa liar. Dan ia berharap semoga pemerintah penentu kebijakan seperti kementerian kehutanan dan lain-lain bisa semakin menyadari dan memahami akan pentingnya satwa liar untuk kehidupan manusia. Ligaya adalah orang yang percaya pada alam. Alam itu sudah ada yang menata, yaitu Tuhan. Maka kita harus meletakkan sesuai pada kodratnya. Jangan mengganggu satwa yang kodratnya memang harus ada di tempat tertentu. 

Selain pekerjaan sehari-hari yang sudah banyak, Ligaya juga harus tetap mengurus suami dan keluarganya. Ia ingin, dirinya bisa bahagia asalkan semua anggota keluarganya juga ikut bahagia. Bila ada waktu luang, Ligaya lebih memilih berada di rumah. Ia senang memasak, membuat pekerjaan tangan, dan nonton. Saat ini ia juga tengah menjajaki untuk membuat sebuah buku. Ia ingin memberikan semua keilmuan dan pengalaman yang diketahuinya dalam buku tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar