Jumat, 27 Mei 2016


Menjadi Vice Chairwoman Martha Tilaar Group (MTG) bagi Wulan Tilaar bukanlah pekerjaan mudah. Enggan mendompleng nama besar sang ibu, Martha Tilaar, yang juga pendiri MTG, perempuan kelahiran Jakarta 13 Juli 1977 ini membuktikannya lewat kerja keras dan komitmen. Berbagai inovasi sukses ia lakukan, ibu dua anak ini juga terus belajar dan memberikan sentuhan baru tanpa meninggalkan visi dan misi perusahaan, yakni mempertahankan tradisi.

Wulan mengawali kariernya di MTG dengan langkah kecil terlebih dahulu. Walaupun sang ibu adalah pimpinan MTG, ia tidak bisa seenaknya langsung masuk menggantikan beliau. Tahun 2005, setelah lulus kuliah, ia bergabung di Art Department. Namun ternyata hanya berjalan empat bulan karena merasa kurang tertantang dengan pekerjaan itu. Akhirnya Wulan memilih ke unit lain yaitu bisnis jasa spa yang lebih menantang. Karena tidak memiliki ilmu tentang kecantikan, ia pun harus sekolah dulu di Puspita Martha International Beauty School. Walaupun sekolah itu milik keluarganya sendiri, selain belajar kecantikan, di sana Wulan juga bisa mengevaluasi untuk membuat sesuatu yang berbeda. Dan dari sanalah, Wulan merasa dirinya tertarik mendalami spa.


Sejak mempelajari spa dan ingin fokus di unit bisnis ini, Wulan kembali memutuskan untuk belajar lebih dalam lagi. Ia mengambil kursus singkat setahun dari Cidesco, sekolah kecantikan yang diakui di 33 negara. Selain untuk menambah pengetahuan, ia juga jadi bisa mengetahui perkembangan dunia kecantikan secara global, dan mempelajari soal teknologi kecantikan, walau memang tidak semua ilmu bisa langsung diaplikasikan. Karena, menurut Wulan, Martha Tilaar sudah punya kulturnya sendiri dengan nilai tradisi, jadi ilmu yang dipakai adalah yang sudah difilter sesuai kebutuhan. Wulan intens dan fokus mengembangkan spa hingga tahun 2009. Ia bertanggung jawab untuk Martha Tilaar Salon & Day Spa, Puspita Martha International Beauty School, Cipta Busana Martha Tilaar dan Art & Beauty Martha Tilaar.

Dan setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya Wulan diminta untuk menjadi Vice Chairwoman di MTG, bersama kakak dan adiknya. Wulan bercerita, sejak kecil ia dan saudaranya memang telah dipersiapkan untuk terlibat di perusahaan. Bagi Wulan, ini sebuah kepercayaan yang besar, maka itu ia harus siap, walau diakuinya sempat ada pergumulan hebat di hatinya. Karena ia merasa saat itu seperti tertimpa batu yang besar. Wulan sadar bahwa dirinya tidak akan pernah bisa menggantikan sosok ibunya yang dikenal super women. Sang ibu menurutnya tidak pernah capek dan selesai mengerjakan segala sesuatu, serta memiliki passion yang kuat. Untungnya, banyak teman yang mendukung dan menunjukkan bahwa jangan melihat kesempatan ini sebagai beban. Titik baliknya, Wulan pun mau menerima dengan positif dan bersungguh-sungguh. Wulan memposisikan dirinya sebagai bagian dari keluarga yang akan meneruskan misi dan visi ibunya, sesuai dengan gayanya. Dan akhirnya, Wulan pun mulai menemukan passion-nya.


Setelah melewati sepluh tahun berproses di MTG, selain tertarik dengan unit bisnis spa, Wulan juga ingin membuat sesuatu yang baru, tetapi tetap dengan napas ibu Martha Tilaar. Hasilnya, ia membangun Roemah Martha Tilaar di Gombong, Kebumen. Rumah yang ia sebut sebagai rumah budaya ini tak hanya menjadi ikon kekayan heritage Indonesia dan menjadi museum, tetapi juga menjadi pusat berbagai kegiatan untuk memberdayakan perempuan. Banyak cerita menarik bagaimana Wulan bisa berjodoh dengan Roemah Martha Tilaar di Gombong. Beberapa kali ia bermimpi bertemu neneknya yang seperti tengah menunggu di sebuah rumah dengan jendela yang besar. Semuanya lalu terjawab ketika di pertengahan tahun 2013 lalu ia diajak ibunya mengunjungi rumah yang diperkirakan dibangun tahun 1920 itu. Wulan sempat tertegun melihat bagian jendela yang persis seperti dalam mimpinya. Dan ia melihat banyak potensi di sana, karena rumah tersebut menyimpan banyak sejarah yang bisa dibagikan untuk umum. Saat itu, Wulan juga diminta ibunya untuk mengurus rumah itu walau ia belum tahu persis bagaimana akan mengelolanya. Setelah berdiskusi, ia mulai menyusun rencana dan akhirnya Roemah Martha Tilaar di Gombong diresmikan akhir tahun 2014 lalu. Lewat rumah budaya ini, Wulan juga bisa berbagi pengetahuan, pengalaman, hingga jaringan. Ia juga bisa mengajak teman-temannya untuk bisa terlibat dan berbagi yang positif.

Perkembangan Roemah Martha Tilaar di Gombong ini berjalan seperti yang sudah direncanakan. Wulan juga bekerja sama dengan pemerintah daerah agar mampu mengangkat wisata daerah Gombong. Kegiatan seni, komunitas, pemberdayaan pun terus berjalan. Pertunjukan seni rutin digelar di rumah budaya ini. Ada juga program yang bertujuan empowering yaitu program Brandstart bekerja sama dengan Gambaran Brand. Bentuknya inkubasi dan mentoring bisnis mulai dari action plan sampai strategi, kemudian sustainability dan mengenalkan network di Jakarta sebagai akses untuk market. Wulan melihat, banyak entrepreneur asal Gombong yang memiliki potensi bisnis dan bisa mengangkat potensi daerah. Dan sampai hari ini ia masih optimis Roemah Martha Tilaar di Gombong bisa berkembang dan menghadapi tantangan selanjutnya.


Wulan mengakui, bahwa semua ada prosesnya. Walaupun sejak kecil sudah akrab dengan dunia heritage, tapi ia baru serius mendalaminya ketika sudah terjun ke dunia kerja. Ia pun juga sempat mengalami beberapa kegagalan. Contohnya ketika ingin memberdayakan putra-putri daerah agar bisa mengenalkan budaya lewat spa tradisional. Ternyata masalah yang ditemui juga cukup kompleks. Pasalnya, setiap daerah memiliki budaya masing-masing sehingga kerap berbenturan dengan adaptasi dan SOP MTG. Akan tetapi, kegagalan itu justru membuatnya bangkit dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik.

Wulan memang dilahirkan dan menggeluti usaha yang berhubungan dengan perempuan, khususnya kecantikan. Sejak kecil, persepsinya perempuan itu memang harus mandiri dan berpendidikan. Kalaupun tidak berkesempatan mendapatkan pendidikan, perempuan harus dibekali keterampilan yang bisa menjadikannya mandiri. Menurutnya lagi, perempuan itu juga punya potensi yang luar biasa dan secara kodrat telah diberikan talenta multitasking. Wulan ikut merasakan sendiri akan hal itu. Dan apabila terus digali, potensi yang dilengkapi keterampilan dan pendidikan hasilnya akan luar biasa. Tapi biasanya perempuan tidak menyadari bahwa ia bisa berbuat jauh lebih besar dari apa yang dibayangkan.


Di Indonesia, sosok womenpreneur yang ia teladani adalah ibunya sendiri, Martha Tilaar, selain juga ia sangat mengagumi social entrepreneur Veronica Colondam. Dan kini dengan banyaknya muncul beautypreneur, sociopreneur, technopreneur, dan womenpreneur lainnya, maka akan bisa membuat lingkungan semakin sejahtera. Tak hanya itu, mereka juga bisa lebih percaya diri dan menjadi role model bagi yang lain. Hasilnya, ini bisa menjadi efek viral yang positif. Perempuan dengan daya kompetitif yang tinggi dapat bersaing dengan sehat dan saling menunjukkan prestasi. Bila perempuan kreatif semakin banyak, perekonomian terbangun, maka dunia pun akan semakin berwarna.

Kunci hidup Wulan hingga hari ini adalah apa yang sudah dikenalkan oleh ibunya, yaitu DJITU atau Disiplin, Jujur, Iman, Tekun, dan Ulet. Disiplin dengan waktu dan menghargai setiap waktu, baik dalam bekerja maupun waktu bersama keluarga. Jujur dan iman juga penting. Ia dan ibunya kebetulan bersekolah di sekolah Katolik Theresia yang memang memberikan pendidikan agama yang cukup kuat. Saat menjadi karyawan MTG, Wulan juga memulainya dengan ketekunan dan keuletan.


Walau cukup sibuk, tapi Wulan menjamin kedua anaknya, Anjani Widarto dan Atira Aurelia, masih selalu mendapatkan waktu bersama yang berkualitas. Sebisa mungkin setiap pagi Wulan yang mengantarkan mereka ke sekolah, kemudian ia juga sempatkan berdoa dulu di gereja, baru masuk kantor dan memulai pekerjaan. Sejak 2013, bersama suami dan anaknya, ia juga memiliki tradisi mengunjungi museum di setiap penghujung minggu. Ini pula yang membuatnya bersemangat mewujudkan Roemah Martha Tilaar di Gombong. Wulan juga selalu menjadwalkan liburan bersama setahun dua kali. Tak hanya wisata luar negeri, wisata domestik pun bisa jadi destinasi liburan keluarganya.

Sementara rencana ke depannya, Wulan hanya ingin bisnisnya bisa terus berkembang dan tetap teguh membawa nilai tradisi seperti visi dan misi yang dijunjung perusahaan. Untuk bisnis spa, ia ingin sekali spa Indonesia bisa mendunia. Menurut Wulan, sebenarnya julukan Bali sebagai spa destination dan spa of the world itu sudah ada sejak lama, sayangnya tidak dikembangkan oleh orang lokal. Wulan pun masih harus belajar banyak menciptakan yang tidak ada menjadi ada. Menurutnya, potensi itu sebetulnya sudah ada, hanya tinggal pengembangannya saja. Salah satu yang kini sudah dikembangkan adalah spa Batimung di Kalimantan. Selain Batimung, Wulan juga termotivasi memiliki spa dari berbagai daerah lain seperti Papua, Sulawesi, atau Sumatera. Dengan begitu, orang bisa mengenal budaya lewat spa tanpa harus keliling Indonesia. The authentic Indonesian spa menjadi mimpinya yang ingin segera ia wujudkan. Dan Wulan juga berharaop rumah budaya yang didirikannya bisa menjadi wadah sejarah, seni, dan pemberdayaan yang tak hanya bermanfaat bagi keluarganya, tapi juga untuk semua maysarakat.




0 komentar:

Posting Komentar