Senin, 07 Maret 2016



Dokter spesialis anak berwajah elok ini ingin berbagi cerita pada sesama ibu. Pengalaman pribadi yang cukup berat saat memasuki masa kehamilan, merawat anak, sampai tips dan trik agar si anak tumbuh dengan fisik dan mental sehat dia tuangkan dalam buku. Selain dari pengalaman yang ia rasakan sendiri, dokter yang sehari-hari berpraktik di RS Dr. Soetomo, Surabaya ini, juga berbagi cerita saat menangani pasien. Kini, sudah ada 5 buku yang lahir dari tangannya.

Sejak kecil, Meta memang sudah suka dunia tulis menulis. Keinginan menulis itu mungkin terbangun lantaran sejak kecil ia juga gemar membaca. Karena itu, Meta bercerita, sampai saat ini pengeluaran terbesar bulanannya adalah untuk membeli buku. Buku yang sudah ia terbitkan, masing-masing berjudul, Peace of My Heart, Metamorfosis, 1+1=3, Don’t Worry to be a Mommy ! dan Play and Learn. Pada buku pertama dan kedua memang tidak membahas soal anak, tetapi tentang apa saja yang ia alami ketika menjadi calon dokter spesialis. Kisah-kisah lucu, unik, maupun duka itu awalnya hanya ia tulis dalam blog pribadinya saja. Tetapi setelah berkenalan dengan Zara Zettira di Facebook ia justru ditawarkan agar tulisan di blog tersebut dibukukan karena ceritanya seru. Zara Zettira sendiri sebelumnya memang sudah membaca tulisan-tulisan Meta di blog.

Awalnya Metta mengaku sempat gamang, tidak percaya diri. Tapi Zara Zettira, yang seorang penulis sekaligus sutradara dan salah satu penulis idolanya itu, rela menawarkan diri untuk menjadi editornya. Tentu saja, tawaran tersebut membuatnya surprise dan langsung menerima. Sementara itu pada buku ketiga dan keempat, isinya memang hampir sama yakni tentang kisah masa awal kehamilan sampai awal menjadi ibu baru. Sejak awal kehamilan hingga akhir, Meta sempat mengalami masalah kesehatan yang sangat berat. Dan pada buku kelima, barulah ia sharing soal bagaimana cara mendidik anak.

Setelah lulus menjadi dokter umum, Meta lalu memgambil Spesialis Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Tak hanya dirinya, sang suami, Hari juga mengambil spesialis di tempat yang sama, hanya saja memilih Kebidanan dan Kandungan. Kurang dari setahun menikah, Meta positif hamil. Tentu saat itu suasana batinnya amat bahagia. Namun, ia merasakan sejak awal kehamilan sudah mulai bermasalah. Ia muntah-muntah terus tidak bisa berhenti. Walau sebenarnya bagi ibu hamil muntah itu biasa, tapi yang terjadi padanya saat itu luar biasa hebat. Ia praktis tidak bisa makan apa-apa, begitu ada makanan sedikit saja yang masuk ke tubuhnya, ia langsung muntah hebat. Bahkan jantungnya pun sampai bocor, hingga ia harus diinfus. Tak hanya itu, memasuki usia kehamilan tujuh bulan begitu muntah tensi darahnya langsung meninggi. Mukanya pun bengkak-bengkak. Akibatnya terjadi pendarahan di mata, sehingga bagian putih matanya berubah menjadi merah darah dan hanya mampu melihat sesuatu dari jarak beberapa senti saja, selebihnya tidak bisa. Belum lagi, sekujur tubuhnya juga muncul jamur sehingga gatalnya luar biasa. Praktis, saat masa kehamilan itu ia harus cuti kuliah setahun penuh karena harus istirahat total.

Karena tensinya yang terus meninggi, dokter lalu menyarankan supaya bayinya harus segera dikeluarkan melalui operasi Caesar untuk menghindari bahaya. Untungnya, begitu selesai operasi, kondisi fisiknya kembali sehat. Hanya persoalan berikutnya adalah, gantian bayinya yang bermasalah. Tubuh bayi perempuan cantik yang ia beri nama Arshiya Nayara Avanisha Nugroho itu sempat kuning parah sampai harus diopname selama 3,5 bulan. Dokter saat itu sudah menyarankan untuk transfusi darah, tapi akhirnya tidak sampai dilakukan, meski tetap terus melakukan fisioterapi dalam waktu lama. Untungnya pula, saat menghadapi masa-masa sulit seperti itu, sang suami tetap berusaha terlihat tenang dan santai.

Tapi, setelah buah hati tercintanya, yang biasa dipanggil Nayara, tumbuh sehat, ternyata cobaan masih belum berhenti. Nayara tumbuh menjadi anak yang sangat perfeksionis. IQ-nya 150, sehingga dia tidak mudah bergaul dengan orang-orang baru. Dan yang membuat Meta makin pusing, pertanyaan yang keluar dari mulut si anak kerap terlalu kritis sampai-sampai Meta tidak bisa menjawabnya. Sampai saat ini pun Meta masih terus rajin konsultasi ke psikolog anak mengenai keadaan yang dialami anaknya.

Tidak sekedar curhat, di dalam buku yang ditulisnya, Meta juga  berbagi tips, fakta, dan mitos yang seringkali dialami ibu hamil sampai melahirkan. Ia berbagi tips sesuai yang pernah ia rasakan, misalnya perihal sebaiknya tidak menjenguk ibu yang baru saja melahirkan. Membesuk itu sebaiknya beberapa hari kemudian setelah suasana hati si ibu nyaman, dan badannya mulai bugar. Karena, ketika si ibu masih dalam kondisi capek dan fisik yang belum prima, kemudian harus menemui banyak tamu, bisa menimbulkan baby blues syndrome, yaitu kondisi psikologis seorang ibu yang tiba-tiba mengalami rasa sedih, cemas, gundah, dan sebagainya. Di bukunya, Meta juga berbagi tips kepada calon ibu, bagaimana caranya menghadapi hal-hal seperti itu. Di antaranya perbanyak membaca buku seputar pasca persalinan, berdiskusi dengan ibu-ibu yang sudah ‘senior’ dan pernah menghadapi masalah, serta pentingnya dukungan keluarga.


Buku kelima yang ia tulis temanya memang agak berbeda. Di buku tersebut ia sharing tentang cara merawat dan mendidik anak. Meta merasa, ia juga perlu berbagi pengalaman, karena selain sebagai seorang ibu, ia juga sebagai seorang dokter anak yang setiap hari sering mendapati pengalaman yang berkaitan soal pola asuh. Salah satunya penggunaan gadget pada anak. Dulu, sebelum punya anak, ia dan suami berencana kelak bila sudah memiliki anak, sedini mungkin akan mereka berikan gadget untuk melatih anaknya supaya melek teknologi. Tetapi pandangannya berubah sebaliknya setelah membaca referensi tentang dampak gadget pada perkembangan anak.

Dan ternyata itu benar. Meta tahu ketika ia menjadi dokter dan berdinas di bagian Poli Anak RS Dr. Soetomo sampai sekarang ini. Beberapa waktu lalu ada orangtua yang datang dan mengeluh anaknya sudah berusia 7 tahun tapi tidak bisa menulis sama sekali. Ternyata, diketahui bahwa orangtuanya di rumah selalu memberikan gadget sebagai mainan dan tidak pernah membiasakan si anak memegang pensil. Akibatnya, otot-otot jari si anak pun jadi kaku. Sementara untuk menjalankan game di gadget hanya cukup menyentuh dengan ujung jari. Akhirnya dilakukanlah terapi untuk si anak supaya bisa menulis. Ada lagi ibu yang mengeluh anaknya telat bicara. Si anak hanya bisa bicara dengan suara mirip seekor kambing. Setelah digali, akhirnya diketahui bahwa keseharian anak ini dititipkan ke neneknya karena kedua orangtuanya bekerja. Di tempat si nenek ini, supaya si anak tidak rewel, sehari-hari diputarkan film Shaun The Sheep yang berkisah tentang binatang domba dari keping VCD. Karena setiap hari tidak pernah diperkenalkan kosa kata baru maka si anak pun akhirnya hanya bisa menirukan suara domba seperti yang dilihatnya di tayangan film tersebut.

Menurut Meta, untuk memberikan mainan yang bagus bagi perkembangan motorik maupun psikis anak, sebenarnya kalau orangtua mau itu banyak sekali contohnya, bahkan tidak perlu sampai membeli. Cukup dengan memanfaatkan barang apa saja yang tidak terpakai di rumah. Misalnya kain perca warna-warni bisa dipotong-potong kemudian dibentuk binatang, lalu ditempel di atas karton dengan diberi hiasan manik-manik agar anak tertarik. Bisa juga mengajak anak bermain untuk melatih fisik dan mentalnya supaya tangguh dengan cara yang menyenangkan. Meta sendiri biasanya di waktu senggang suka mengajak Nayara bermain petualangan mencari harta karun. Permainan ini selain melatih fisik anak, juga perlu perjuangan untuk bisa menemukan ‘harta karun’ tersebut melalui berbagai petunjuk-petunjuk. Dari permainan ini saja manfaatnya sudah luar biasa besar. Karena baik fisik, mental, maupun motorik kasar dan halusnya terlatih secara maksimal. Meta menegaskan, bermain bagi si anak memang sangat perlu, tetapi permainannya juga harus bermakna positif.

Menjadi dokter sebenarnya bukan menjadi satu-satu keinginan Meta sejak kecil. Dulu cita-citanya banyak sekali. Ia sempat ingin menjadi wartawan karena gemar menulis tetapi juga ingin menjadi dokter spesialis anak, terinspirasi dari mendiang Hidayat Halim, yang seorang dokter anak di Bandung. Tapi, sang ayah akhirnya meminta sebaiknya ia menjadi dokter anak saja. Karena menjadi dokter pun masih tetap bisa menulis, sementara penulis tidak bisa menjadi dokter. Dan ternyata perkataan ayahnya itu benar. Semua itu bisa tercapai. Bahkan, bukan hanya sebagai penulis, tetapi di sela-sela berdinas di RS Dr. Soetomo, Meta pun kini juga bisa menjadi penyiar di salah satu radio di Surabaya, serta menjadi pembawa acara di stasiun televise lokal.

Bercerita soal suaminya, saat ini menjadi dokter kebidanan dan kandungan di RS Dr. Soetomo, juga di beberapa rumah sakit swasta. Tapi, karena waktu suaminya setiap hari lebih banyak dihabiskan di ruang operasi, terkadang harus pulang larut malam. Kendati demikian, sang suami tetap selalu memanfaatkan waktu luangnya bersama keluarga. Bahkan suaminya pula yang turun langsung mengajari Nayara berbagai keterampilan, mulai musik, menyanyi, sampai kadang diajari pula memasak di dapur. Kebetulan, suaminya memang jago memasak.   

0 komentar:

Posting Komentar