Ibu dengan satu anak lelaki ini hanya tamat SD, tapi getar semangat inspirasinya begitu luar biasa. Betapa tidak, di tempat tinggalnya di Desa Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, ia berhasil memberdayakan seratusan istri nelayan melakukan usaha produktif lewat organisasi perempuan Puspita Bahari yang dibentuknya. Dari kampungnya, yang terkenal sebagai perkampungan nelayan, Masnu’ah, atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Mbak Nuk, berhasil menebarkan semangat pemberdayaan perempuan.
Masnu’ah
menceritakan, sebelumnya kondisi nelayan di Desa Morodemak hampir sama dengan
nelayan di mana saja. Baik sisi sosial maupun budayanya, juga sistem
patriarkinya yang mengungkung hak-hak perempuan. Sebagai anak nelayan dari
Rembang, Jawa Tengah, yang kemudian tinggal di Morodemak sejak tahun 1992,
setelah menikah dengan Sudi, suaminya yang juga seorang nelayan, ia memang
sudah paham dengan kehidupan daerah pesisir. Selama itu, tempat perempuan hanya
seputar kasur, dapur, dan sumur. Artinya kaum perempuan tidak punya kegiatan
apa pun lagi di luar urusan rumah tangga. Kewajiban perempuan yang sudah
berkeluarga hanyalah mengurus suami dan anak, dan hanya menggantungkan hidup
dari hasil tangkapan ikan suami. Anak perempuan pun tidak harus sekolah dan
tidak perlu berorganisasi.
Selain itu,
karakter keras kehidupan nelayan juga memunculkan terjadinya KDRT, meski kasus
ini juga terjadi di lingkungan masyarakat lain. Kekerasan tidak hanya dialami
istri tapi juga anak-anak nelayan. Penyebab KDRT kebanyakan karena faktor
ekonomi. Karena pendapatan nelayan itu memang tidak menentu. Di musim
penghujan, nelayan tidak bisa melaut sampai beberapa bulan. Ditambah lagi
tangkapan ikan makin berkurang karena ada alat-alat yang merusak biota laut.
Celakanya, kebanyakan para istri menerima saja dengan pasrah keadaan ini.
Masyarakat juga menganggapnya sebagai sebuah kewajaran. Masalah KDRT dianggap
sebagai persoalan rumah tangga yang tidak selayaknya dicampuri orang lain. Oleh
karena itu, Masnu’ah pernah mendapat penolakan keras dari masyarakat saat
mendampingi korban KDRT yang melaporkan suaminya, bahkan sampai ke pengadilan.
Waktu itu di
tahun 2010, ada korban KDRT yang memintanya untuk mendampingi. Tujuannya
hanyalah ingin memberikan pelajaran pada sang suami. Di persidangan itu, korban
hanya menuntut suaminya dihukum seringan-ringannya. Kasus ini diharapkan
memberi efek jera pada suami sekaligus masyarakat bahwa kasus KDRT bisa
dipidana. Namun, usaha Masnu’ah itu dianggap mencampuri urusan rumah tangga
orang lain. Akibatnya, beberapa warga ada yang melabraknya, tidak hanya lelaki
tapi juga para istri. Mereka marah, dan menganggap kalau istri dipukul suami
itu adalah hal yang wajar, karena sudah menjadi haknya suami.
Sebenarnya
yang mendorong Masnu’ah mendampingi korban KDRT itu hanyalah panggilan jiwanya
saja. Sejak kecil, ia sudah sering melihat perlakuan keras. Ia tak ingin kasus
KDRT berlangsung terus karena ini sudah menyangkut hak-hak perempuan. Setelah
kasus itu, angka KDRT memang menurun. Para suami mulai takut menyakiti
istrinya. Meski begitu, Masnu’ah masih mendapat pelecehan dari masyarakat yang
menganggapnya telah mempengaruhi para istri agar berani melawan suami. Memang,
sebelum korban memintanya untuk mendampingi, ia sering memberi pendidikan
gender kepada perempuan dengan membentuk organisasi perempuan Puspita Bahari.
Tujuan organisasi ini tidak hanya untuk peningkatan ekonomi, tapi juga mendidik
perempuan supaya tahu akan hak-haknya.
Puspita Bahari
didirikan pada tanggal 25 Desember 2005. Waktu itu Masnu’ah berhasil
mengumpulkan 30 istri nelayan. Puspita itu berarti bunga yang identik dengan
perempuan, dan bahari itu berarti laut. Jadi bisa diartikan Puspita Bahari
adalah perempuan yang punya kekuatan dahsyat seperti lautan yang memberi
kehidupan kepada nelayan. Masnu’ah mengakui memang tidak gampang mengajak
ibu-ibu nelayan untuk berorganisasi. Agar mereka mau, ia pun berusaha
mempengaruhi pikiran para ibu itu, bahwa dengan membuat kelompok, mereka jadi
punya kegiatan lain daripada banyak menganggur. Awalnya, mereka hanya bertemu
sebulan sekali dan uang iurannya hanya seribu rupiah. Dalam pertemuan itulah,
Masnu’ah selalu memberi pemahaman tentang hak kaum ibu. Dan dari beberapa
kegiatan yang dijalankan, setelah enam bulan uang mereka berhasil terkumpul Rp
1 juta. Dengan modal inilah lalu dibuat semacam koperasi beras.
Mereka
menyalurkan beras pada anggotanya, dengan sistem ngalap nyaur. Maksudnya, anggota yang mengambil beras tidak
langsung membayar, tapi ketika berasnya sudah habis dan mereka mengambil lagi,
barulah membayar. Tapi ternyata, kebanyakan anggota tidak sanggup membayar.
Akibatnya, hanya dalam waktu setahu uang nyaris habis dan tidak ada kegiatan
lagi. Apalagi, suami mereka juga melarang istri-istrinya untuk mengikuti kegiatan
di luar rumah. Istri yang sering keluar rumah dianggap tidak baik karena
mengabaikan urusan rumah tangga. Para anggota pun berguguran dan hanya tersisa
segelintir orang. Sejujurnya, saat itu Masnu’ah sempat patah semangat dan
merasa tidak sanggup lagi. Apalagi kegiatannya juga dianggap tidak baik oleh
masyarakat, karena dinilai telah memberi pengaruh jelek buat para istri. Ia
merasa organisasi itu sudah tidak bisa tertolong lagi.
Namun, di saat
sulit masih ada seorang teman yang terus menyemangati dirinya. Si teman
mengatakan bahwa suatu saat nanti Masnu’ah bisa memetik hasil dari kegiatan
yang sudah ia lakukan. Ia pun mulai bangkit lagi, dan memperbanyak jaringan,
termasuk dengan LBH Semarang. Ada sebuah situasi yang membuatnya kembali
menghidupkan kegiatan Puspita Bahari. Tahun 2008, ia berhasil ikut peran dalam
membebaskan nelayan Rembang yang disandera di Surabaya. Ceritanya, ada 3 kapal
nelayan yang ditangkap petugas karena dianggap melanggar area tangkapan ikan.
Belasan ABK dilepaskan, tapi masinis dan satu orang lagi disandera. Total ada 6
nelayan di sandera, bahkan sampai 4 bulan.
Masnu’ah lalu
bersama LBH Semarang dan LBH Surabaya berhasil membebaskan mereka. Keberhasilan
inilah yang menumbuhkan motivasinya untuk kembali menggeluti persoalan nelayan
dan para istri. Ia berusaha mengaktifkan lagi Puspita Bahari dengan mengubah
strategi. Dengan hanya tiga anggota yang tersisa, ia mengajak melakukan usaha
dengan membuat kerupuk ikan. Secara tradisi, ibu-ibu itu sudah bisa membuatnya.
Tapi sebelumnya hanya untuk keperluan sendiri. Tidak berpikir mengembangkan
menjadi nilai ekonomis untuk menambah penghasilan.
Awalnya mereka
membuat kerupuk mentah. Lalu Masnu’ah bekerja sama dengan temannya yang
mengolahnya menjadi kerupuk matang dan memasarkannya di warung dan toko di
Semarang dan Demak. Ternyata laris manis. Produksi pun makin banyak. Setelah
melihat keberhasilan itu, ibu-ibu yang lain pun mulai tergerak untuk bergabung.
Nama Puspita Bahari pun juga makin dikenal, sampai akhirnya tahun 2010, Puspita
Bahari berhasil menjadi mediator penerima 3 perahu dari Dompet Dhuafa, yang
bekerja sama dengan LBH Semarang. Perahu itu lalu dikelola oleh para suami.
Akhirnya mereka pun ikut mendukung istrinya untuk berkegiatan. Seiring berjalan
waktu, akhir 2011 mereka mendapat penghargaan dari Bina Swadaya.
Tentu saja
penghargaan itu menjadi penambah semangat. Dari sana pula mereka mulai dilihat
pemerintah bahwa di Desa Morodemak ada organisasi istri nelayan yang punya
potensi. Makin banyak instansi yang membantu. Mereka sering mendapat pelatihan
salah satunya memproduksi abon ikan, keripik, dendeng dan olahan lain berbahan
ikan. Berbagai dinas juga memfasilitasi peralatan yang mereka butuhkan.
Sekarang Puspita Bahari sudah mempunyai badan hukum, izin dari Dinas Kesehatan,
bahkan juga sudah mendapatkan HAKI dan label halal dari MUI.
Brand
Puspita Bahari dengan berbagai produk juga semakin dikenal dan berkembang
dengan bantuan teman-teman. Distribusi produk pun makin meluas dengan berhasil
masuk ke beberapa supermarket, pesanan dari luar Jawa, bahkan sampai luar
negeri. Lama-kelamaan, anggota Puspita Bahari semakin bertambah sampai
seratusan orang. Itu pun masih banyak anggota baru yang ingin mendaftar. Lalu,
Masnu’ah merubah strategi agar lebih efektif dengan cara membentuk usaha
bersama di masing-masing RW. Sekarang telah ada 5 kelompok usaha bersama,
bahkan salah satunya berasal dari desa tetangga.
Kini Puspita
Bahari menjadi induk organisasi yang berbentuk koperasi Tugasnya adalah memberi
fasilitas peminjaman bahan baku untuk berbagai produk, lalu anggotanya membayar
dari hasil produk yang sudah jadi. Cara ini pun begitu efektif. Tidak ada lagi
yang menunggak. Yang membahagiakan, tiap anggota punya tambahan penghasilan
yang lumayan. Bila dihitung dalam sehari bisa mendapatkan Rp 100.000. Lebih
berbahagia lagi akhirnya para suami mengizinkan istrinya beraktivitas.
Lalu, berawal
dari upaya Masnu’ah yang ingin mengajak warga menabung, kini Puspita Bahari
juga telah berhasil menggerakkan program tabungan warga. Ada tiga produk, yaitu
tabungan sembako yang diambil sebulan sekali. Sebelumnya perlu diketahui, di
Morodemak dalam sebulan nelayan hanya bisa melaut pada masa petengan alias masa gelap selama
setengah bulan. Yang setengah bulan lagi masa padang bulan, atau terang bulan,
di mana ikan tidak bisa ditangkap. Ada lagi tabungan rendeng, yang bisa diambil
saat musim hujan ketika nelayan tidak bisa melaut. Satu lagi tabungan hari
raya. Meski begitu, dalam penerapan aturannya tidak begitu kaku. Kalau ada
kebutuhan mendadak misalnya untuk keperluan anak sekolah, tabungan juga bisa
diambil. Sebelumnya hal ini sempat tidak pernah terpikirkan. Hingga pada masa
paceklik, ketika nelayan tidak melaut, banyak warga yang berhutang.
Selain di
Puspita Bahari, Masnu’ah kini juga kerap diundang berbicara di berbagai forum
pemberdayaan perempuan, bahkan termasuk di luar negeri. Ia bahkan pernah
menyampaikan presentasi di Thailand, Laos, dan India. Selain itu, ia juga
dipercaya menjadi sekjen PPNI (Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia). PPNI memiliki
14 anggota kelompok perempuan nelayan di 9 provinsi. Dan sejak 2010 ia juga
aktif sebagai pekerja sosial masyarakat di Dinas Sosial Kabupaten Demak. Ia
ditunjuk sebagai sekretaris LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga).
Masnu’ah ikut menjembatani program PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial).
Bankayk program
yang berhasil ia bawa ke Morodemak. Lewat aktivitasnya ini, Masnu’ah pun meraih
beragam penghargaan. Tahun 2012, ia menjadi Wanita inspirasi Kick Andy Metro TV.
Tahun 2014, ia dipilih menjadi tokoh wirausaha sosial Yayasan Asoka yang
berpusat di Amerika Serikat. Bagaimana dengan suaminya ? Masnu’ah menceritakan,
awalnya sang suami pun juga menentang kegiatannya. Tapi akhirnya, ia berhasil
meyakinkan bahwa langkahnya membawa kebaikan. Walau hanya tamat SD, Masnu’ah
berani mendirikan Puspita Bahari setelah memiliki bekal pengetahuan yang
didapat dari banyak teman aktivis. Ia memang rajin berkomunikasi dengan
teman-temannya itu. Jadi, meskipun pendidikannya tidak tinggi, namun di kawasan
padat dan panas kampung nelayan tempatnya tinggal, ia bisa memberi kesegaran.
Ia hadir bagaikan tetesan air melalui pemberdayaan kaum perempuan nelayan.
0 komentar:
Posting Komentar