Jumat, 20 Juni 2014




Siapa yang tak suka berburu diskon dan program menarik saat berbelanja di mal ? Melalui mesin Touchpoint, Tantia Dian Permata Indah, Vice President of Bussines Development PT Touchpoint, mengembangkan fitur yang interaktif agar pengunjung mal mudah mencari informasi tersebut. Hasilnya, Touchpoint pun menjadi layanan favorit pengunjung. Konsep Touchpoint serupa dengan ponsel pintar yang punya menu berbagai informasi dengan cara penggunaan yang user friendly. Mesin ini memberikan fasilitas sistem layar sentuh baik untuk informasi petunjuk arah, diskon yang diberikan tenant, review produk, acara, dan banyak lagi fitur yang diberikan.

Saat ini Touchpoint sudah dipercaya pengunjung di beberapa mal Jakarta, seperti Senayan City, Plaza Indonesia, Central Park, Kuningan City, dan Emporium Pluit. Memang penyedia jasa serupa sebelumnya sudah ada dari dulu, namun keunggulan Touchpoint berbeda dengan yang lainnya. Mulai dari penggunaannya yang lebih mudah, informasi yang lebih lengkap, dan mesin ini juga mengeluarkan kertas petunjuk seperti resi ATM. Bahkan saat ini juga sedang dikembangkan fitur agar pengunjung bisa memesan tiket nonton bioskop lewat Touchpoint.
 




Ide membuat mesin Touchpoint ini berasal dari pengalaman Tantia sendiri bersama timnya. Selama ini mereka sering melihat alat promosi yang tersedia di mal biasanya berbentuk satu arah dan tidak bisa dianalisa lebih jauh. Dari situlah ide Touchpoint berasal. Tantia dan timnya ingin membuat alat promosi digital yang interaktif dan dua arah. Soal pemilihan tempat di mal, berdasarkan kenyataan bahwa selama ini orang pasti akan datang ke mal untuk berbelanja. Nah, Touchpoint pun berguna sebagai alat untuk memudahkan dan menseleksi semua kebutuhan informasi pengunjung.

Riset untuk Touchpoint memakan waktu hampir 2 taun karena pertama kalinya mereka harus mengerjakan hardware-nya dulu. Sementara desain interface Touchpoint juga dikerjakan selama lebih dari 1 tahun. Waktu yang cukup lama itu dikarenakan karena mereka memang tidak ingin mengeluarkan produk yang nantinya tidak ada nilai proposisinya di pasar.

Dan ternyata cukup sulit juga meyakinkan para pengunjung mal dan klien untuk mau menggunakan mesin ini. Selain membangun imej bahwa Touchpoint menjadi aktivasi yang sangat efektif bagi klien, tantangan yang Tantia hadapi adalah bagaimana mengubah perilaku para pengunjung mal agar mau beralih memanfaatkan Touchpoint. Biasanya pengunjung mal itu masih banyak yang bertanya kepada petugas customer service atau satpam perihal informasi yang ada di dalam mal. Mereka enggan melirik Touchpoint. Mungkin ada yang takut salah atau takut tidak bisa menggunakannya, walaupun aplikasi yang dibuat sangat mudah digunakan dari anak kecil hingga dewasa.

Tantia pun mempunyai misi agar pengunjung mal bisa diarahkan untuk memaksimalkan Touchpoint dalam mencari informasi yang mereka butuhkan di mal. Dan dari data yang sudah ia terima, saat ini sudah banyak ibu-ibu pengunjung mal yang langsung mencari Touchpoint untuk mendapatkan informasi, khususnya diskon di berbagai tenant. Dan Tantia pun juga harus bisa menjaga hubungan yang terjalin dengan klien. Karena bagaimana pun teknologi akan terus berkembang, sehingga ia harus bisa menjawab kebutuhan klien melalui bantuan teknologi untuk strategi pemasaran yang tepat.

Memang, kompetitor untuk bisnis sejenis ini sudah cukup banyak. Tapi Tantia dan timnya pun terus berusaha untuk menambahkan fitur-fitur yang sejalan dengan kebutuhan pengguna. Tantia optimis bahwa fitur yang unik dalam Touchpoint berpotensi besar. Media yang dihasilkannya ini lebih interaktif dan menjadi alat yang memudahkan para pengunjung mal.

Pada dasarnya, Tantia tidak punya latar belakang pendidikan di bidang Teknologi Informasi (TI). Pengalaman bekerjanya justru berkutat di marketing research, kemudian pernah juga menjadi head hunter (perusahaan pencari tenaga kerja). Namun ketika menjalani pekerjaan itu ia merasa kurang puas. Ia ingin melakukan hal yang lebih, apalagi passion-nya memang di dunia marketing yang sejalan dengan pendidikannya. September 2013, kesempatan pun datang ketika ia ditawari portofolio baru di bawah grup Systec, yang bernama Touchpoint. Saat itu Touchpoint belum berbentuk PT dan belum terstruktur. Jasanya pun juga belum ada. Jadi semuanya benar-benar dimulai dari nol dengan tim yang saat itu jumlahnya tak lebih dari 10 karyawan.

Sebagai Vice President of Bussines Development, peran Tantia di perusahaan itu adalah harus mengetahui bagaimana strategi bisnis yang tepat agar produknya bisa berkembang. Mulai dari bentuk produk yang akan dibuat, karakter klien hingga membangun partnership dalam proses produksi. Beruntung, hingga saat ini semuanya bisa berjalan lancar. Tantia membuat strategi pemasaran dengan teknologi dan fokus membuat Touchpoint menjadi aktivasi platform yang bisa dipercaya.

Selain membidani Touchpoint, Tantia juga menjadi tenaga lepas sebagai trainer. Biasanya ada beberapa perusahaan dan kampus yang memintanya untuk memberikan seminar mengenai public speaking dan visual presentation. Tak cuma di Jakarta, kegiatan itu juga ia lakukan sampai keliling Indonesia.

Dari segi usia, secara umur Tantia memang masih junior. Tapi ia selalu bersemangat untuk bisa menyelesaikan setiap tantangan di depan matanya. Terlebih ia bergabung di perusahaan yang benar-benar baru. Otomatis ia harus menggodok sejuta strategi agar perusahaan bisa berkembang. Untuk bisa memiliki jiwa kepemimpinan, sampai hari ini Tantia pun juga terus belajar. Soal leadership, ia mempelajarinya setelah bergabung di Toastmaster, organisasi nirlaba yang didirikan oleh Prof. Wardiman Djoyodiningrat. Tantia melihat sosok mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di era Presiden Soeharto itu, masih aktif dan mau belajar dengan semua klub Toastmaster yang ada, meskipun usianya sudah 70-an tahun. Jadi kunci sukses hidupnya adalah, jangan pernah bergenti belajar.

Tantia juga harus bisa fleksibel, karena berada dalam industri kreatif dan budaya perusahaan yang terbuka menuntutnya tak hanya sebagai atasan saja, tapi juga teman kerja yang kompak. Menurutnya, saat ini bekerja dengan jiwa yang tangguh sepertinya sudah suatu keharusan. Tapi Tantia sadar, bahwa semua yang ia lakukan ini tak selalu mulus jalannya. Ia memiliki keterbatasan tentang bisnis di ranah TI. Maka dari itu ia pun berupaya meningkatkan skill dan memperkaya diri dengan timnya baik yang junior maupun senior, dan juga selalu mengapresiasi keberhasilan kerja baik dari diri sendiri atau tim. Tak lupa pula, ia terus bersyukur dan berbagi dengan kaum yang kurang beruntung. Untuk itu, Tantia pun aktif di Yayasan Cerdas Katalonia.

Di yayasan tersebut, sejak kuliah Tantia mengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak pemulung yang ada di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. Setiap minggu, sekitar 2 jam ia mengajari para murid yang jumlahnya bervariasi. Ada yang rutin datang, ada pula yang tidak. Namun kalau mau mendekati ujian sekolah, jumlah muridnya bisa mencapai 30 anak usia SD, dan beda lagi dengan yang usia SMP. Selama tiga tahun melakukan kegiatan itu, Tantia banyak mendapatkan pelajaran positif. Ia jadi tidak lagi suka mengeluh dan lebih mawas diri. Karena faktanya masih banyak kaum yang berkesusahan di luar sana. Dan ini yang jadi pengingatnya agar ia rajin bersyukur. Apa yang ia lakukan di yayasan itu adalah bentuk pengabdiannya untuk masyarakat. Sama halnya ketika almamater tempat kuliahnya dulu memintanya untuk berbagi ilmu secara gratis. Ia siap kapanpun dan di manapun. Justru dengan begitulah, ia akan makin giat belajar.

Walau kegiatannya cukup padat, tapi Tantia harus tetap disiplin dengan waktu. Setiap pagi biasanya ia sempatkan diri untuk berolahraga agar badannya tetap fit. Menurutnya, selama mengerjakan suatu hal dengan sepenuh hati tidak ada kata beban dalam pikirannya. Ia pun juga selalu mengerjakan tanggung jawab dengan semaksimal mungkin. Tantia percaya, kalau kita tidak menggampangkan dan mau mengerjakan setiap pekerjaan dengan sungguh-sungguh, pasti akan menunjukkan hasil yang positif.

Keluarganya memang telah mengajarkannya untuk senantiasa bekerja keras dan tidak mudah menyerah. Tantia belajar banyak dari Ayahnya yang seorang guru dan motivator. Selain diajarkan tentang kepemimpinan, sang Ayah juga memberikannya masukan tentang kehidupan dan karier. Menurut Ayahnya, tidak perlu ngotot bekerja di perusahaan besar, tapi bekerjalah di tempat di mana kita bisa benar-benar berkontribusi dan memberikan seluruh kemampuan yang dimiliki. Sementara kalau dari ibunya, Tantia belajar jadi wanita mandiri, tangguh dan kuat. Sang Ibu mengajarkannya untuk melihat segala sesuatu dengan hati, bukan sekedar tampilan luarnya. Namun setelah kehilangan sosok Ibu pada 2011 karena kanker payudara, Tantia menyadari ada tanggung jawab besar yang menantinya. Oleh karena itu, ia tidak punya alasan untuk terus mengeluh.

Ke depan, masih banyak rencana yang ingin Tantia kerjakan. Untuk Touchpoint ia ingin agar bisa menjadi perusahaan media terdepan. Ekspansi areanya juga bisa ke seluruh Indonesia dan sukses mengubah perilaku konsumen dalam menggunakan media interaktif di pusat perbelanjaan. Tapi, tak lupa pula ia akan terus memenuhi kebutuhan mereka akan penggunaan Touchpoint itu sendri.

Tantia juga ingin bisa mempunyai brand training sendiri dengan label Tantia. Selain itu ia juga berniat melanjutkan studi S3. Sementara kalau di yayasan, ia berharap ada donatur yang mau berpartisipasi dan menyediakan lokasi untuk membantu anak-anak jalanan yang ada di Manggarai. Sayangnya memang sampai sekarang belum mendapatkan solusi agar yayasan itu bisa resmi berdiri. Jadi bagi yang tertarik untuk membantu anak-anak jalanan di Manggarai itu bersamanya, Tantia akan dengan senang hati menyambut uluran kerja samanya.

____________________________
advetorial :
MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA KLIK DI SINI

BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau  KLIK DI SINI

0 komentar:

Posting Komentar