Siapa yang tak suka berburu diskon dan program menarik saat berbelanja di mal ? Melalui mesin Touchpoint, Tantia Dian Permata Indah, Vice President of Bussines Development PT Touchpoint, mengembangkan fitur yang interaktif agar pengunjung mal mudah mencari informasi tersebut. Hasilnya, Touchpoint pun menjadi layanan favorit pengunjung. Konsep Touchpoint serupa dengan ponsel pintar yang punya menu berbagai informasi dengan cara penggunaan yang user friendly. Mesin ini memberikan fasilitas sistem layar sentuh baik untuk informasi petunjuk arah, diskon yang diberikan tenant, review produk, acara, dan banyak lagi fitur yang diberikan.
Saat
ini Touchpoint sudah dipercaya pengunjung di beberapa mal Jakarta, seperti
Senayan City, Plaza Indonesia, Central Park, Kuningan City, dan Emporium Pluit.
Memang penyedia jasa serupa sebelumnya sudah ada dari dulu, namun keunggulan
Touchpoint berbeda dengan yang lainnya. Mulai dari penggunaannya yang lebih
mudah, informasi yang lebih lengkap, dan mesin ini juga mengeluarkan kertas
petunjuk seperti resi ATM. Bahkan saat ini juga sedang dikembangkan fitur agar
pengunjung bisa memesan tiket nonton bioskop lewat Touchpoint.
Ide
membuat mesin Touchpoint ini berasal dari pengalaman Tantia sendiri bersama
timnya. Selama ini mereka sering melihat alat promosi yang tersedia di mal
biasanya berbentuk satu arah dan tidak bisa dianalisa lebih jauh. Dari situlah
ide Touchpoint berasal. Tantia dan timnya ingin membuat alat promosi digital
yang interaktif dan dua arah. Soal pemilihan tempat di mal, berdasarkan
kenyataan bahwa selama ini orang pasti akan datang ke mal untuk berbelanja.
Nah, Touchpoint pun berguna sebagai alat untuk memudahkan dan menseleksi semua
kebutuhan informasi pengunjung.
Riset
untuk Touchpoint memakan waktu hampir 2 taun karena pertama kalinya mereka
harus mengerjakan hardware-nya dulu.
Sementara desain interface Touchpoint
juga dikerjakan selama lebih dari 1 tahun. Waktu yang cukup lama itu
dikarenakan karena mereka memang tidak ingin mengeluarkan produk yang nantinya
tidak ada nilai proposisinya di pasar.
Dan
ternyata cukup sulit juga meyakinkan para pengunjung mal dan klien untuk mau
menggunakan mesin ini. Selain membangun imej bahwa Touchpoint menjadi aktivasi
yang sangat efektif bagi klien, tantangan yang Tantia hadapi adalah bagaimana
mengubah perilaku para pengunjung mal agar mau beralih memanfaatkan Touchpoint.
Biasanya pengunjung mal itu masih banyak yang bertanya kepada petugas customer service atau satpam perihal
informasi yang ada di dalam mal. Mereka enggan melirik Touchpoint. Mungkin ada
yang takut salah atau takut tidak bisa menggunakannya, walaupun aplikasi yang
dibuat sangat mudah digunakan dari anak kecil hingga dewasa.
Tantia
pun mempunyai misi agar pengunjung mal bisa diarahkan untuk memaksimalkan
Touchpoint dalam mencari informasi yang mereka butuhkan di mal. Dan dari data
yang sudah ia terima, saat ini sudah banyak ibu-ibu pengunjung mal yang
langsung mencari Touchpoint untuk mendapatkan informasi, khususnya diskon di
berbagai tenant. Dan Tantia pun juga
harus bisa menjaga hubungan yang terjalin dengan klien. Karena bagaimana pun
teknologi akan terus berkembang, sehingga ia harus bisa menjawab kebutuhan
klien melalui bantuan teknologi untuk strategi pemasaran yang tepat.
Memang,
kompetitor untuk bisnis sejenis ini sudah cukup banyak. Tapi Tantia dan timnya
pun terus berusaha untuk menambahkan fitur-fitur yang sejalan dengan kebutuhan
pengguna. Tantia optimis bahwa fitur yang unik dalam Touchpoint berpotensi
besar. Media yang dihasilkannya ini lebih interaktif dan menjadi alat yang
memudahkan para pengunjung mal.
Pada
dasarnya, Tantia tidak punya latar belakang pendidikan di bidang Teknologi
Informasi (TI). Pengalaman bekerjanya justru berkutat di marketing research, kemudian pernah juga menjadi head hunter (perusahaan pencari tenaga
kerja). Namun ketika menjalani pekerjaan itu ia merasa kurang puas. Ia ingin
melakukan hal yang lebih, apalagi passion-nya
memang di dunia marketing yang
sejalan dengan pendidikannya. September 2013, kesempatan pun datang ketika ia
ditawari portofolio baru di bawah grup Systec, yang bernama Touchpoint. Saat
itu Touchpoint belum berbentuk PT dan belum terstruktur. Jasanya pun juga belum
ada. Jadi semuanya benar-benar dimulai dari nol dengan tim yang saat itu
jumlahnya tak lebih dari 10 karyawan.
Sebagai
Vice President of Bussines Development, peran Tantia di perusahaan itu adalah
harus mengetahui bagaimana strategi bisnis yang tepat agar produknya bisa
berkembang. Mulai dari bentuk produk yang akan dibuat, karakter klien hingga
membangun partnership dalam proses
produksi. Beruntung, hingga saat ini semuanya bisa berjalan lancar. Tantia
membuat strategi pemasaran dengan teknologi dan fokus membuat Touchpoint
menjadi aktivasi platform yang bisa
dipercaya.
Selain
membidani Touchpoint, Tantia juga menjadi tenaga lepas sebagai trainer. Biasanya ada beberapa
perusahaan dan kampus yang memintanya untuk memberikan seminar mengenai public speaking dan visual presentation. Tak cuma di Jakarta, kegiatan itu juga ia
lakukan sampai keliling Indonesia.
Dari
segi usia, secara umur Tantia memang masih junior. Tapi ia selalu bersemangat
untuk bisa menyelesaikan setiap tantangan di depan matanya. Terlebih ia
bergabung di perusahaan yang benar-benar baru. Otomatis ia harus menggodok
sejuta strategi agar perusahaan bisa berkembang. Untuk bisa memiliki jiwa
kepemimpinan, sampai hari ini Tantia pun juga terus belajar. Soal leadership, ia mempelajarinya setelah
bergabung di Toastmaster, organisasi nirlaba yang didirikan oleh Prof. Wardiman
Djoyodiningrat. Tantia melihat sosok mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia di era Presiden Soeharto itu, masih aktif dan mau belajar dengan
semua klub Toastmaster yang ada, meskipun usianya sudah 70-an tahun. Jadi kunci
sukses hidupnya adalah, jangan pernah bergenti belajar.
Tantia
juga harus bisa fleksibel, karena berada dalam industri kreatif dan budaya
perusahaan yang terbuka menuntutnya tak hanya sebagai atasan saja, tapi juga
teman kerja yang kompak. Menurutnya, saat ini bekerja dengan jiwa yang tangguh
sepertinya sudah suatu keharusan. Tapi Tantia sadar, bahwa semua yang ia
lakukan ini tak selalu mulus jalannya. Ia memiliki keterbatasan tentang bisnis
di ranah TI. Maka dari itu ia pun berupaya meningkatkan skill dan memperkaya diri dengan timnya baik yang junior maupun
senior, dan juga selalu mengapresiasi keberhasilan kerja baik dari diri sendiri
atau tim. Tak lupa pula, ia terus bersyukur dan berbagi dengan kaum yang kurang
beruntung. Untuk itu, Tantia pun aktif di Yayasan Cerdas Katalonia.
Di yayasan
tersebut, sejak kuliah Tantia mengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak pemulung
yang ada di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. Setiap minggu, sekitar 2 jam ia
mengajari para murid yang jumlahnya bervariasi. Ada yang rutin datang, ada pula
yang tidak. Namun kalau mau mendekati ujian sekolah, jumlah muridnya bisa
mencapai 30 anak usia SD, dan beda lagi dengan yang usia SMP. Selama tiga tahun
melakukan kegiatan itu, Tantia banyak mendapatkan pelajaran positif. Ia jadi
tidak lagi suka mengeluh dan lebih mawas diri. Karena faktanya masih banyak
kaum yang berkesusahan di luar sana. Dan ini yang jadi pengingatnya agar ia
rajin bersyukur. Apa yang ia lakukan di yayasan itu adalah bentuk pengabdiannya
untuk masyarakat. Sama halnya ketika almamater tempat kuliahnya dulu memintanya
untuk berbagi ilmu secara gratis. Ia siap kapanpun dan di manapun. Justru
dengan begitulah, ia akan makin giat belajar.
Walau
kegiatannya cukup padat, tapi Tantia harus tetap disiplin dengan waktu. Setiap
pagi biasanya ia sempatkan diri untuk berolahraga agar badannya tetap fit. Menurutnya,
selama mengerjakan suatu hal dengan sepenuh hati tidak ada kata beban dalam
pikirannya. Ia pun juga selalu mengerjakan tanggung jawab dengan semaksimal
mungkin. Tantia percaya, kalau kita tidak menggampangkan dan mau mengerjakan
setiap pekerjaan dengan sungguh-sungguh, pasti akan menunjukkan hasil yang
positif.
Keluarganya
memang telah mengajarkannya untuk senantiasa bekerja keras dan tidak mudah
menyerah. Tantia belajar banyak dari Ayahnya yang seorang guru dan motivator.
Selain diajarkan tentang kepemimpinan, sang Ayah juga memberikannya masukan
tentang kehidupan dan karier. Menurut Ayahnya, tidak perlu ngotot bekerja di
perusahaan besar, tapi bekerjalah di tempat di mana kita bisa benar-benar
berkontribusi dan memberikan seluruh kemampuan yang dimiliki. Sementara kalau
dari ibunya, Tantia belajar jadi wanita mandiri, tangguh dan kuat. Sang Ibu
mengajarkannya untuk melihat segala sesuatu dengan hati, bukan sekedar tampilan
luarnya. Namun setelah kehilangan sosok Ibu pada 2011 karena kanker payudara,
Tantia menyadari ada tanggung jawab besar yang menantinya. Oleh karena itu, ia
tidak punya alasan untuk terus mengeluh.
Ke
depan, masih banyak rencana yang ingin Tantia kerjakan. Untuk Touchpoint ia
ingin agar bisa menjadi perusahaan media terdepan. Ekspansi areanya juga bisa
ke seluruh Indonesia dan sukses mengubah perilaku konsumen dalam menggunakan
media interaktif di pusat perbelanjaan. Tapi, tak lupa pula ia akan terus
memenuhi kebutuhan mereka akan penggunaan Touchpoint itu sendri.
Tantia
juga ingin bisa mempunyai brand training
sendiri dengan label Tantia. Selain itu ia juga berniat melanjutkan studi S3. Sementara
kalau di yayasan, ia berharap ada donatur yang mau berpartisipasi dan
menyediakan lokasi untuk membantu anak-anak jalanan yang ada di Manggarai. Sayangnya
memang sampai sekarang belum mendapatkan solusi agar yayasan itu bisa resmi
berdiri. Jadi bagi yang tertarik untuk membantu anak-anak jalanan di Manggarai
itu bersamanya, Tantia akan dengan senang hati menyambut uluran kerja samanya.
____________________________
advetorial :
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
0 komentar:
Posting Komentar