Kamis, 10 April 2014




Di tangan perempuan yang tinggal di Yogyakarta ini, pelatihan komputer yang sudah dianggap barang basi disulap menjadi bisnis sosial yang banyak dicari orang. Kini lembaga pendidikan komputer miliknya sudah menelurkan lebih dari 11 ribu murid, dari siswa TK, ibu rumah tangga, guru, sampai tentara.

Sebelum membuka usaha lembaga pendidikan komputer bernama Smart Colleague, Rochmatun sudah menggeluti bisnis konveksi membuat seragam TK selama belasan tahun. Bahkan, sejak SD, sulung dari enam bersaudara ini sudah memulai berbisnis, membuat sendiri keripik singkong pedas untuk dititipkan ke koperasi sekolah. Perekonomian orangtuanya yang dulu sangat terbatas, membuat sang ibu secara tak langsung mengajarinya untuk selalu berpikir kreatif dan efisien.

Lulus kuliah, ia sempat bekerja kantoran di Jakarta pada 1998, tapi tak sampai setahun karena tidak betah. Setelah pulang ke Yogyakarta lagi, ia pun membesarkan usaha konveksi dan warung yang baru dimulainya. Setelah menikah dengan Himawan Edi Putranto Dibyo Seputro, sebetulnya ia ingin membuat sekolah TK berbasis agama, teknologi, dan pendidikan karakter.

Namun sang suami mengingatkan, dengan membuat TK, hanya sedikit anak yang bisa dijangkaunya. Lantas ia pun lalu tertarik mengadakan pelatihan komputer untuk murid TK. Ketika ia menawarkan hal itu ke sebuah TK, langsung disambut positif. Padahal, waktu itu ia belum memiliki perangkat komputernya. Begitu disetujui, pada 2010 ia langsung membeli 25 buah laptop ukuran 10 inci.

Oleh karena membelinya di toko milik teman, ia boleh membayar Rp 10 juta terlebih dahulu, sisanya bisa dicicil. Ketika ia menawarkan pelatihan itu ke TK-TK lain, banyak juga yang setuju. Rochmatun pun lalu merekrut tenaga pengajar lebih banyak. Jadwal pelatihan pun menjadi padat.

Untuk materi pelajaran TK, ia membuat dalam bentuk CD edugame. Nama programnya 3 in 1, karena di sini para murid belajar satu mendapat tiga pelajaran sekaligus, yaitu belajar materi, komputer, dan bahasa inggris. Misalnya, untuk pelajaran mewarnai. Bahasa pengantarnya pun menyelipkan Bahasa Inggris, agar sedini mungkin mereka mengenal Bahasa Inggris. Sementara isi materi pelatihan dan bahasa pengantar, tergantung permintaan sekolah.





Salah satu pelajaran penting dalam pelatihan adalah tertib mengoperasikan komputer, karena banyak juga ditemukan orang dewasa yang tidak tertib terhadap alat. Jika semua sudah diajarkan lewat komputer, peran guru adalah memeluk, meyayangi, dan memuji murid. Pendeknya, memanusiakan manusia, termasuk berempati dan mengarahkan murid, karena komputer tak bisa melakukan itu.

Mungkin ada beberapa masyarakat yang sudah terbiasa bergaul dengan internet dan Bahasa Inggris, namun ketika kita menengok ke orang-orang di sekitar, ternyata masih banyak yang belum melek gadget, terutama orang-orang yang berusia di atas 45 tahun. Ketika Rochmatun pertama kali masuk ke TK di daerah perbatasan Yogyakarta untuk menawarkan program pelatihan komputer bagi siswa di sana, ternyata ada guru yang mengatakan, bahwa jangankan muridnya, tapi gurunya saja belum pernah memegang komputer.

Akhirnya, ia pun menawarkan untuk mengajari para gurunya juga. Asalkan, jumlah minimal pesertanya 25 orang, agar biaya pelatihannya menjadi tidak mahal. Mereka belajar di pendopo secara lesehan dengan menggunakan kursi TK yang dibalikkan. Merlihat semangat belajar para guru itu, membuat Rochmatun menjadi merinding dan terharu. Sampai saat ini, sudah 37 kelompok Ikatan Guru TK (IGTK) di Yogyakarta yang sudah ia latih. Berawal dari IGTK pertama itu, permintaan mengajar untuk orang dewasa pun jadi berkembang.

Tentu saja ada perbedaan antara memberi pelatihan komputer untuk anak dengan orang dewasa. Untuk dewasa, materinya sesuai kebutuhan, lalu ia akan mencarikan gurunya. Biayanya pun juga berbeda, karena gurunya berasal dari luar. Memang, 80-90 persen materi pelatihan yang diminta adalah komputer dasar, tapi ada pula yang minta materi lebih sulit, misalnya komputer akuntansi, program excel, power point, dan lain-lain.

Di lembaganya, Rochmatun mengajari peserta dari nol. Ia mengatakan, bahwa benda yang bernama komputer itu tidak akan menyetrum. Dipegang, didekap, dan dipencet tidak akan terjadi apa-apa, asal tidak dibanting atau dilempar. Sehingga bagi para murid yang baru pertama kali memegangnya tidak takut. Cara memegang mouse pun tak lupa ia ajari juga, karena banyak yang masih kaku memegangnya.

Selain dari lingkungan TK, permintaan untuk memberi pelatihan komputer juga datang dari ibu-ibu PKK, pengajian, kantor Kodim, Korem, pabrik, rumah sakit, SD, bank, lembaga pemasyarakatan, perangkat desa, instansi pemerintah dan sebagainya. Awalnya, Rochmatun sempat mengira mereka tak butuh ilmu komputer, namun ketika datang ke kantor tentara di Yogyakarta karena ada permintaan mengajar di sana, ia baru tahu, ternyata mayoritas anggotanya tidak tahu cara mengoperasikan komputer.

Ada komputer di sana yang sering mati karena setelah dipakai bermain game, kabelnya langsung dicabut tanpa dimatikan terlebih dahulu komputernya. Yang mengharukan, ada salah satu peserta di sana mengatakan, salah satu cita-citanya adalah belajar komputer sebelum meninggal dunia. Walau, di rumahnya sebetulnya ada komputer, tapi anaknya tidak mau mengajari karena menganggapnya percuma.

Temuan itu pun membuatnya tersadar, apa yang bagi orang lain menjadi kebiasaan sehari-hari, yaitu menggunakan komputer, membuka e-mail, dan kegiatan yang berhubungan dengan teknologi informasi, ternyata masih asing bagi sebagian orang lainnya.

Di perkotaan pun masih banyak orang yang belum pernah menyentuh komputer. Padahal, ia baru menemuinya di pusat kota Yogyakarta saja, yang notabene dikenal sebagai kota pendidikan. Belum lagi misalnya, di Pacitan, Wonogiri, atau kota-kota lain di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan sebagainya.

Kebanyakan orang-orang tahu soal pelatihan yang ia buat dari mulut ke mulut. Oleh karena itulah, ia mengajak para pengajar untuk bersikap profesional. Antara lain datang tepat waktu, karena pengajar terlambat 10 menit saja, muridnya sudah akan komplain. Para pengajar itu ia berikan pelatihan pula yang dikenal dengan training for trainers. Setiap minggu kemampuan mereka di-upgrade. Ia mengajak para pengajar untuk berbenah diri dengan mendiskusikan apa yang menjadi kekurangan mereka dalam mengajar.

Dampaknya, permintaan pelatihan pun meningkat pesat. Dalam 8 bulan, komputer yang sebelumnya hanya 25 buah, meningkat menjadi 100 buah. Dan permintaan ini seolah tak bisa dibendung, sehingga berkali-kali ia harus menambah jumlah komputer. Di tahun 2012 lalu, bahkan ia tak menyangka begitu banyak orang dewasa yang butuh pelatihan komputer karena awalnya, sasaran lembaganya untuk anak-anak.

Kini jangkauan pelatihannya sudah mencapai radius 25 km dari kantornya di Brontokusuman, Yogyakarta. Ke utara, batasnya adalah Pakem, ke selatan Kretek, ke barat Kali Bawang, dan ke Timur Kalasan. Di wilayah Kali Bawang, ia mengajar di puncak gunung. Jalanan di sana sangat tidak layak. Jika ke sana, terpaksa para pengajar harus turun dari mobil, karena khawatir tak kuat menanjak atau turunan terlalu curam.

Dalam merekrut tenaga pengajar, Rochmatun pun menetapkan beberapa kriteria. Antara lain harus menyukai anak-anak, punya pengalaman mengajar minimal di TPA, dan bisa bercanda dengan ibu-ibu, karena peserta tidak suka suasana tegang saat belajar. Semua pengajarnya adalah laki-laki dan 90 persennya adalah guru TPA yang baru lulus SMA. Awalnya, ia hanya punya tiga pengajar, tapi kini jumlahnya sudah 23 orang.

Biaya yang ditetapkan untuk sekali pelatihan adalah Rp 6.500 per orang dan per sesi. Satu sesi lamanya satu jam, seminggu sekali pertemuannya dengan minimal 25 peserta yang didampingi tiga guru. Biayanya memang tergolong murah, karena Rochmatun ingin pelatihan ini terjangkau bagi semua orang. Ia menganggap ini adalah bisnis yang berwawasan sosial dan kegiatan sosial yang bisa mendanai dirinya sendiri. Minimal bisa untuk menggaji karyawan dengan layak.

Sampai saat ini Rochmatun masih tak percaya, jumlah murid lembaga pelatihannya sudah mencapai 11 ribu orang. Ternyata pelatihan ini begitu besar manfaatnya buat orang lain. Melihat guru TK senang atau memberi masukan atas pelatihannya, ia sangat bahagia. Berarti mereka merespons dengan baik materinya. Tiap pulang mengajar, para pengajar sering dibawakan buah-buahan oleh peserta.

Orang yang sudah berusia 70 tahun pun juga ada yang menjadi muridnya. Ketika sudah bisa, mereka jauh lebih bersemangat dibandingkan yang muda. Murid TK yang ada di pedesaan pun sangat ekspresif. Namun Rochmatun mengaku ia paling susah menarik komputer dari tangan anak-anak setelah pelatihan selesai. Dukanya adalah, oleh karena pekerjaannya ini berhubungan dan melayani orang banyak, mengkoordinasikannya tidak mudah.

Menjalani usahanya ini, Rochmatun pun jadi tertantang untuk terus berinovasi. Karena, aswalnya ia tidak memiliki silabus. Semua metodenya baru, tidak mencontoh dari orang lain, jadi rentan dikomplain. Ia pun juga sering berdiskusi dengan pihak sekolah atau peserta untuk terus memperbaiki kualitas pelatihan. Kesulitannya, terkadang ia susah mendapatkan satu spesifikasi komputer yang sama dalam jumlah besar sekaligus. Spesifikasi komputernya ia minta yang terendah dan harganya termurah. Yang penting, setiap komputer program Office-nya resmi. Ia pun membeli stiker aslinya seharga Rp 400 ribu per buah.

Saat ini jumlah komputer yang dipakainya untuk mengajar ada 200 buah, yang dibaginya menjadi delapan kelompok, masing-masing 25 buah. Tiap kelompok ditargetkan untuk mengajar 100 anak per hari, dan sudah penuh jadwalnya dari Senin sampai Sabtu. Belum lagi kelas untuk dewasa, biasanya siang, sore, atau malam. Baik untuk anak maupun dewasa, kontrak pelatihannya berlangsung setengah atau satu tahun, tergantung keinginan. Ada juga yang sifatnya insidentil, misalnya intensif selama liburan atau permintaan khusus dari instansi maupun privat.

Alasan Rochmatun memilih teknologi informasi untuk diperkenalkan kepada anak TK dan dewasa, karena menurutnya setiap orang harus membekali anak dengan teknologi untuk hidup di masa mendatang. Sementara untuk orang dewasa, minimal agar mengenal dan nyambung saat diajak bicara soal teknologi informasi, karena biasanya anak-anak mereka sudah akrab bahkan jago komputer dan internet. Namun banyak juga ia temukan orang tuanya yang sama sekali buta akan hal ini. Padahal, teknologi informasi punya sisi positif dan negatif. Maka itu, jika para ibu tidak mengenal teknologi informasi, Facebook, Twitter, internet, serta tak tahu positif-negatifnya, bagaimana mungkin mereka bisa mengarahkan dan menjaga anak-anaknya ?

Lagipula, mereka juga bisa memanfaatkannya, misalnya untuk mengembangkan usaha. Selain itu, saat ini pun sudah jarang ada lembaga kursus komputer. Karena yang ingin belajar kerap malu datang, sementara yang mengajar menganggap masanya sudah lewat. Namun ketika ia mengolah lagi ‘barang basi’ ini dengan pendekatan dan cara yang berbeda, mereka pun antusias. Ibaratnya, lagu lama ia aransemen baru. Ia pun senang bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat, memberdayakan lingkungan, dan mendidik masyarakat.

Sebetulnya, beberapa kali ada instansi pemerintah dari berbagai kota, bahkan dari luar Jawa yang datang ke tempatnya, dan mempelajari sistem yang ia buat untuk diduplikasi. Namun sampai saat ini, ia belum bekerja sama dengan pihak lain, meskipun sudah banyak yang memintanya. Walaupun sudah mempunyai izin lembaga kursus, ia masih berpikir ulang karena menurutnya menjalankan usahanya ini tidak gampang, terutama dalam menjaga komitmen.

Kesulitan lain adalah karena jumlah pengajarnya banyak dan pelatihannya bisa berkali-kali dalam sehari. Ia pun merasa belum maksimal menyajikan pelatihan dan sistemnya. Lagipula, menurutnya iklim belajar di setiap tempat belum tentu sama seperti di tempatnya, Yogyakarta. Namun, dalam waktu dekat ia sudah akan membuka cabang di Magelang.

Secara pribadi, Rochmatun merasa apa yang ia lakukan ini hanyalah mengalir saja dan untuk mendapatkan ridho suami dan Allah. Bahwa ternyata orang lain mengapresiasi, ia menganggap sebagai bonusnya. Ia hanya ingin menginspirasi, apa yang ia lakukan ini juga bisa dilakukan oleh ibu-ibu yang lain.
  
  
advetorial :

BOLU KUKUS KETAN ITEM, OLEH-OLEH KHAS JAKARTA DENGAN CITA RASA LEZAT DAN MENGGUGAH SELERA. PESAN DI 085695138867 ATAU KLIK DI SINI
   




0 komentar:

Posting Komentar