Minggu, 30 April 2017


Dony Aryanto dan rekan-rekannya telah puluhan tahun terjun sebagai relawan di berbagai daerah yang mengalami bencana alam. Menurut Dony, masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki kepedulian tinggi untuk menjadi relawan bagi sesamanya. Namun, ketika terjun ke lapangan, masih banyak relawan yang hanya bermodalkan semangat dan keinginan kuat untuk membantu. Tugas teknis relawan sering kurang dipahami oleh mereka. Selain itu, masyarakat juga masih mengidentikkan relawan hanya pada saat terjadi bencana alam. Karena itu, bersama rekan-rekannya, Dony mendirikan lembaga edukasi bernama Sekolah Relawan.

Sekolah Relawan fokus kepada pembekalan pengetahuan perihal keterampilan menjadi relawan. Latar belakang didirikannya lembaga ini adalah karena banyaknya relawan yang turun ke lokasi bencana hanya bermodalkan semangat. Mereka belum memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai saat melakukan aksi menolong. Di lokasi bencana pun relawan punya kecenderungan berkelompok. Jika seperti itu, menurut Dony, tidak ada tujuannya. Relawan yang terjun ke lapangan bukan hanya sekedar membantu, melainkan ada fungsi lain, yakni pemberdayaan. Dony mendirikan Sekolah Relawan ini agar para relawan dapat meningkatkan kapasitas dan pengetahuan menjadi seorang relawan. Selain itu, ada bekal-bekal ilmu pemberdayaan masyarakat yang diberikan.


Sekolah Relawan merupakan lembaga pertama kali di Indonesia yang memberikan edukasi tentang relawan. Sejak didirikan pada 2013 lalu, Sekolah Relawan mengadakan kelas bagi relawan untuk menambah pengetahuan tentang teknis, tujuan ataupun program pemberdayaan masyarakat yang bisa dikembangkan di daerah bencana ataupun di lingkungan sekitar. Sampai saat ini sudah ada lebih dari 12 angkatan yang mengikuti pembelajaran di Sekolah Relawan. Pembelajaran dilakukan selama tujuh jam pada akhir pekan. Dalam satu kali pertemuan, diberikan tambahan pengetahuan dasar tentang apa itu relawan, tujuan relawan, teknis terjun sebagai relawan, merencanakan, menyusun, hingga bagaimana cara merealisasikan pemberdayaan masyarakat. Sekolah Relawan juga memberikan masukan dan motivasi kepada para relawan itu. Setelah mengikuti kelas, mereka akan diberikan tugas untuk menyusun program pemberdayaan masyarakat dan realisasinya.

Siapa saja boleh belajar di Sekolah Relawan. Pembelajaran memang lintas usia, walaupun kebanyakan yang mengikuti kelas adalah anak muda. Namun, di setiap angkatan juga ada bapak atau ibu yang berusia 50 tahun ke atas. Dari yang sekedar ingin tahu soal Sekolah Relawan, sampai pada warga yang ingin mengembangkan program pemberdayaan masyarakat di lingkungannya pun dapat berkonsultasi di Sekolah Relawan. Sebab, di luar kelas, Sekolah Relawan juga membuka kesempatan untuk berdiskusi dengan masyarakat. Siapa pun yang ingin bertukar pikiran tentang kegiatan kerelawanan bisa langsung datang ke kantor Sekolah Relawan di Jalan Sulawesi, nomor 3, Beji, Kota Depok.


Kurikulum yang diajarkan di Sekolah Relawan disusun oleh para anggota Sekolah Relawan berdasarkan pengalaman mereka di lapangan sebagai relawan bencana alam atau pun saat menjalankan program pemberdayaan masyarakat. Mereka menekankan bahwa sebagai relawan, bisa belajar dari siapa pun di lokasi bencana atau di lapangan. Inti pembelajarannya berupa teknis relawan di lapangan, bagaimana cara membantu masyarakat, bekerja dengan tim, membuat program, dan memberikan pengertian tentang bagaimana menyusun program yang mampu memberdayakan masyarakat di sekitarnya.

Sampai saat ini, Sekolah Relawan baru ada di Depok, dan Dony belum berencana untuk membuka di daerah lain. Namun, untuk pembelajaran di daerah, Sekolah Relawan sudah sempat mengadakan di Medan dan Surabaya. Sebab, Dony ingin masyarakat di daerah mampu bisa menularkan semangat menjadi relawan yang sesuai kondisi dan kearifan daerahnya masing-masing. Karena belum tentu, metode yang dikembangkan Sekolah Relawan di Jabodetabek cocok digunakan di daerah lain. Jaringan relawan yang dimiliki Sekolah Relawan saat ini sudah sekitar 600 orang yang ada di berbagai daerah. Mereka pun sudah memiliki komunitas masing-masing yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan di daerahnya. Dony berharap, semangat berkarya untuk masyarakat daerah mampu diinisiasi kembali oleh jaringan Sekolah Relawan.


Anggota resmi Sekolah Relawan yang aktif hingga saat ini ada sekitar 80 orang dari berbagai latar belakang. Mulai dari mahasiswa, wiraswasta, karyawan, hingga anak-anak. Relawan anak-anak merupakan anak dari para relawan dewasa. Mereka diajarkan untuk menularkan hal positif kepada lingkungan sejak kecil. Tugasnya sederhana saja, saat para orang tua melakukan tugas relawan, anak-anak ini ikut dengan mengajak bermain teman-teman sebaya mereka di daerah bencana. Dengan bermain bersama teman sebaya, anak-anak di daerah bencana lebih mudah dalam tahap pemulihan trauma.

Selain memberikan edukasi mengenai relawan, kegiatan lain di Sekolah Relawan adalah memberikan pelatihan tanggap darurat untuk hal-hal sederhana sehari-hari. Misalnya saja, mengatasi sengatan listrik, mengatasi kebocoran gas di rumah, dan sebagainya. Pelatihan ini diberikan untuk siswa-siswi sekolah di Jabodetabek. Sudah ada 20 sekolah yang mengikuti pelatihan dan dua majelis taklim. Ke depannya, Sekolah Relawan juga akan mengirim relawan khusus ke daerah untuk membantu mengembangkan potensi ekonomi di daerah. Tugas mereka mengedukasi masyarakat dan pemberdayaan dalam bidang ekonomi lokal. Saat ini, Sekolah Relawan sedang melatih calon-calon relawan yang akan diterjunkan.

BERBAGI MAKANAN UNTUK SEMUA.


Sekolah Relawan juga melanjutkan aksi kepeduliannya kepada orang-orang dhuafa dengan bantuan paling mendasar, yakni makanan. Sekolah Relawan saat ini memiliki program Free Food Car dan yang terbaru adalah FoodBOX. Tujuan utamanya sama persis. Memenuhi kebutuhan makanan para dhuafa, fakir, miskin, dan musafir secara gratis. Dony menerangkan, Free Food Car konsepnya mendatangi mereka yang memerlukan dengan menggunakan mobil yang sudah berisi makanan. Sementara, FoodBOX menyediakan kotak makanan yang bekerja sama dengan DKM atau takmir masjid.

Program Free Food Car hadir sebelum bulan Ramadhan 2016. Awalnya, Free Food Car adalah inovasi program sebar nasi bungkus Sekolah Relawan. Dony menyebut, program sebar nasi bungkus menimbulkan sedikit bentrokan dengan program Sekolah Relawan yang lain yakni clean action. Saat sebar nasi bungkus, mereka tidak bisa menjamin sampahnya apakah dibuang pada tempatnya atau tidak. Selain itu, Free Food Car lebih menjamin adanya interaksi antara Sekolah Relawan dengan penerima manfaat. Lewat interaksi di meja makan yang dibawa relawan, penerima manfaat tak segan menyuarakan kebutuhan dan permasalahan yang mereka alami. Berbeda dengan sebar nasi bungkus yang interaksinya sedikit.


Tak jarang lewat obrolan saat Free Food Car, muncul program baru Sekolah Relawan berdasarkan kebutuhan. Dony menerangkan, sejauh ini Free Food Car sudah mengunjungi hampir 90 titik. Setiap bulannya rata-rata Sekolah Relawan menggelar Free Food Car 14 hingga 20 kali. Sekali program standar makanan yang dibagikan sekitar 100-150 porsi. Sasaran utama Free Food Car adalah para pekerja kasar. Dony berharap dengan bantuan Free Food Car, mereka bisa menyimpan jatah uang untuk makan siang sebagai tabungan. Dony mengatakan, saat ini Sekolah Relawan membutuhkan mobil untuk operasional program Free Food Car, selama ini mereka hanya menggunakan mobil pinjaman. Jika sudah ada mobil operasional, Dony merencanakan ke depannya Free Food Car dibuat dengan konsep semacam food truck.

Sementara ide awal FoodBOX adalah menempatkan kotak makanan gratis di sudut-sudut jalan. Namun, tim Sekolah Relawan kemudian memikirkan soal keamanan dan pengelolaannya. Akhirnya, Sekolah Relawan mengajak kerja sama pihak DKM atau Takmir Masjid Jami Al-Muthmainnah di Jalan Raya Meruyung, Kecamatam Limo, Kota Depok, sebagai tempat pelaksanaan perdana program FoodBOX. Dengan menggandeng masjid, diakui Dony bukan sebatas soal faktor keamanan. Namun, ia berharap pengelolaan FoodBOX bisa melibatkan pihak manajemen masjid dalam mendayagunakan uang kas yang ada. Sehingga uang kas tidak hanya digunakan untuk renovasi masjid atau biaya operasional masjid seperti membayar listrik dan air.


Dony menambahkan, selain berharap kepada pihak pengurus masjid, dalam teknis pelaksanaan program FoodBOX, Sekolah Relawan juga memanggil partisipasi masyarakat. Terutama dalam pemenuhan ketersediaan makanan dan minuman dalam FoodBOX. Dony mengatakan, program ini sebenarnya bukan program Sekolah Relawan semata. Bagi masyarakat yang tergerak ingin mengisi makanan dalam FoodBOX bisa langsung datang ke lokasi dan mengisinya. Bisa saja membawa makanan dari rumah. Dony melihat, program FoodBOX bukan sekedar menjamin ketersediaan makanan bagi mereka yang membutuhkan. FoodBOX juga akan membangkitkan peran masjid dalam melaksanakan fungsi sosialnya. Itulah mengapa, di Sekolah Relawan lahir istilah MSR atau Mosque Social Responsibility.

Dony pun mengajak masyarakat yang ingin ikut berkontribusi dalam mengembangkan program FoodBOX. Mulai dari patungan untuk menyediakan kotak FoodBOX berikutnya, sampai kerja sama pengelolaan FoodBOX secara utuh oleh pihak masjid terkait. Dony berujar, berbagi makanan kepada orang yang membutuhkan berbasis masjid tak harus menunggu momen Ramadhan. Memang saat Ramadhan semangat untuk berbagi sangat tinggi. Semua berlomba ingin mendapatkan ridha dari Allah SWT pada bulan itu. Bisa dilihat, di setiap mushala atau masjid di dalam kota ataupun di pinggiran atau di pedesaan. Banyak makanan yang terhidang untuk mereka yang mau berbuka puasa.


Lewat program FoodBOX ini, Dony ingin menghadirkan semangat Ramadhan pada bulan-bulan lain. Jadi kita pun bisa membuat semangat berbagi, tanpa harus menunggu bulan Ramadhan. Saat ini ada tiga FoodBOX yang ditempatkan di Masjid sekitar Depok. yakni Meruyung, Cinere, dan Masjid di Bogor. Dony terus mengajak masyarakat untuk ambil bagian dalam program kebaikan ini. Yang berminat bisa bergabung di grup untuk mendapatkan giliran sebulan sekali mengisi makanan di FoodBOX.






1 komentar: