Selasa, 28 Februari 2017


Setelah menjadi staf pemasaran di perusahaan parasut asal Amerika, karier mantan sekretaris ini makin melesat. Kini, Naila Novaranti tak hanya dikenal sebagai pelatih terjun payung para tentara dari berbagai negara yang akan mengikuti kompetisi, tapi ia juga menjadi satu-satunya wingsuiter perempuan di Indonesia.

Awalnya cita-cita Naila Novaranti adalah menjadi pramugari, karena ingin bisa jalan-jalan keliling dunia. Namun, waktu memasuki bangku kuliah, ia malah ambil sekolah sekretaris. Meski tidak sampai selesai, Naila sempat bekerja sebagai sekretaris selama dua tahun di sebuah perusahaan minyak asal Amerika pada 2001. Selama bekerja di sana, ia sering bolak-balik ke Amerika. Setelah dari sana, ia beberapa kali pindah kerja di perusahaan asing lainnya. Hingga, sejak 2006 sampai sekarang, Naila bekerja di sebuah perusahaan parasut asal Amerika. Awalnya, hanya sebagai staf marketing untuk parasut militer. Karena pekerjaannya ini pula, Naila sering bertugas ke berbagai negara, antara lain Malaysia, Brunei, Singapura, Inggris, dan ke negara mana pun kantor menugaskannya untuk melatih tentara mereka.

Menjadi staf marketing untuk parasut akhirnya membuat Naila akrab dengan olahraga terjun payung. Orang-orang di lingkungan pekerjaannya memang banyak yang melakukan olahraga tersebut. Akhirnya, Naila pun juga tertarik ingin mencoba. Meski awalnya masih digendong oleh penerjun lain, tetap saja Naila merasa takut waktu pertama kali hendak melompat dari pintu pesawat. Namun, ia teringat ada kamera yang akan mendokumentasikannya. Karena itulah, Naila tidak mau kelihatan berpenampilan jelek, jadi ia terpaksa memberanikan diri. Kondisinya memang tidak seperti sekarang, yang menurut Naila lebih enak. Penerjun yang baru belajar bisa melakukannya di wind tunnel atau kolam angin. Setelah mencoba, Naila mengaku sagat menyukai kegiatan ini.


Akhirnya, kantornya memberikannya kesempatan untuk mengikuti pendidikan atas biaya kantor. Naila menjelaskan, selama memiliki tekad yang kuat, pendaratan bisa berlangsung dengan aman. Dan setelah berhasil menaklukkan 10 kali terjun yang pertama, biasanya kita akan menyukainya. Selama mengikuti pendidikan, Naila harus membiasakan diri dengan parasut, lapangan, dan ketinggian. Lama-kelamaan ia pun menjadi senang dengan olahraga terjun payung bahkan menjadi hobi barunya. Apalagi, saat terjun biasanya akan ada dokumentasinya. Dan tidak semua orang bisa mempunyai foto seperti itu. Dari hasil foto itu pula, kita bisa mengetetahui bahwa bumi memang benar bundar. Saat kita berada di atasnya, mau berlari ke mana saja tidak ada yang menghalangi, kecuali pesawat. Tapi biasanya drop zone untuk terjun payung letaknya jauh dari area lalu lintas pesawat. Di Indonesia, area drop zone salah satunya berada di bandara Nusawiru, Kabupaten Pangandaran.

Setelah menekuni olahraga terjun payung ini, kini Naila juga sudah dikenal sebagai satu-satunya wingsuiter perempuan. Wingsuiter adalah orang yang terbangnya mirip kelelawar atau tupai terbang. Jadi, begitu keluar dari pesawat, bukan terjun ke bawah melainkan ke depan. Naila sendiri mengaku lebih senang melakukan terjun secara beramai-ramai atau four way daripada sendirian. Ia juga menjelaskan, bahwa di Indonesia olahraga terjun payung memang belum tersosialisasi dengan baik. Ditambah lagi karena postur tubuhnya kecil, terkadang orang memandang sebelah mata kepadanya, tidak percata bahwa ia bisa melatih terjun payung.

Naila mulai melatih terjun payung setelah lulus dari mengikuti pendidikan dan mendapat lisensi dari United States Parachute Association (USPA). Awalnya ia hanya sekedar iseng melatih karena ada yang minta diajari. Dari situlah, kemudian ia sering diminta melatih orang dan mengikuti kompetisi, tepatnya setelah satu tahun bekerja di perusahaan. Karena customer-nya kebanyakan adalah tentara dari puluhan negara, maka yang ia latih adalah para tentara. Di Indonesia, sudah ada MOU antara kantor tempat Naila bekerja dengan Mabes TNI untuk pelatihan ini. Naila melatih untuk Komite Olahraga Militer Indonesia (KOMI) yang membawahi AU, AD, dan AL, termasuk pasukan khusus mereka. Bila di KOMI sedang tidak ada kegiatan, Naila terkadang diminta melatih ke masing-masing angkatan. Jadi, ia melatih tergantung surat perintah dari Mabes TNI. Ia juga tidak mengajar yang baru belajar terjun, melainkan fokus melatih untuk kompetisi pemula (beginner competition) sampai intermediate competition. Sementara, Naila sendiri baru sejak 2010 mengikuti kompetisi terjun untuk menyalurkan kegiatan. Setidaknya setahun sekali Naila wajib mengikuti kompetisi, karena sebagai pelatih, lomba yang ia ikuti akan menjadi motivasi bagi muridnya. Pun juga, bila sedang melatih, pasti yang ditanyakan oleh muridnya adalah tentang prestasinya. Maka, kalau ia tidak pernah ikut kompetisi dan menang, mana mungkin muridnya bisa percaya.


Karena posisi Naila di kantornya saat ini adalah manajer, maka ia tidak perlu lagi melakukan demo terjun ke customer. Selain melatih dan fokus dengan urusan kantor, sekarang Naila juga bertugas mencari talent dan support atlet. Jadi, bila ada atlet yang akan mengikuti lomba, kantornya akan memberikan support dan Naila yang akan mendampingi, misalnya di Conseil International du Sport Militaire (CISM) atau Championship International Military Parachuting di China, Korea, dan Indonesia. Naila pun juga diberi seragam dan pangkat kehormatan karena mendampingi mereka. Dan menurut Naila, prestasi atlit terjun payung Indonesia saat mengikuti perlombaan sudah bagus, bahkan ada yang berhasil memecahkan rekor Asia. Naila menjelaskan, olahraga terjun payung sendiri punya banyak kategori yang diperlombakan. Antara lain accuracy, four way, canopy piloting, dan free fly. Saat ini, Naila dipercaya untuk melatih untuk kompetisi kategori four way, yaitu terjun berempat.

Saat mengikuti perlombaan pun masalah juga kerap ditemui. Kadang saat mendarat terkena badai atau terkilir karena sedang tidak konsentrasi, sehingga tidak bisa mengikuti lap selanjutnya, dan akibatnya poin nilai akan turun. Bisa juga salah perhitungan (misjudgement) terhadap angin di bawah. Ketika sudah mau landing, kata Naila, apa pun yang terjadi harus dihadapi, jangan mendadak berubah arah. Naila menceritakan, engsel tangannya pernah terlepas dari lengan saat mendarat karena waktu itu ia sedang kecapekan. Pun saat ia masih belajar, beberapa insiden juga pernah dialami. Namun, Naila mengaku, ia memang tidak bisa dilarang untuk berhenti terjun dan juga tidak kapok.

Ketika mengikuti perlombaan, kata Naila, kemenangan tidak bisa didapat atas usaha sendiri. Sewaktu terjun, biasanya posisinya yang berada paling atas karena postur tubuhnya yang kecil membuatnya lebih lambat turun. Agar bisa turun bersama ketiga rekan satu tim, ia pun mengenakan weight belt. Ini menguntungkannya karena tidak mudah amblas ke bawah ditarik gravitasi bumi. Namun kemudian Naila harus mendorong anggota tim yang badannya paling besar. Jadi dari sinilah bisa terlihat, bahwa kerja sama tim sangat penting. Untuk four way, sejak loncat dari pintu pesawat harus sudah bergandengan berempat, agar tidak membuang waktu. Sebab, dalam waktu 30 detik di udara, tim harus membuat sebanyak mungkin formasi huruf atau blok. Untuk bisa kompak, sesama anggota tim benar-benar harus satu hati. Tidak bisa saling menyalahkan, egois, dan punya kepentingan sendiri. Kalau tidak, tim mudah pecah. Jadi, sejak awal sudah harus dibicarakan kesepakatannya. Naila sendiri, karena saat mengikuti perlombaan dibiayai oleh kantornya, maka tidak ada persoalan dengan memperebutkan hadiah.


Selain melatih dan mengikuti kompetisi, Naila juga bertugas mengontrol rekanan kantor agar atlet mendapatkan apa yang dibutuhkan sesuai dengan yang ditawarkan saat rekanan mengajukan tender ke TNI. Jangan sampai ada atlet yang mendapatkan parasut yang tidak sesuai dengan kebutuhannya, karena ini menyangkut nyawa ketika atlet sedang terjun. Naila pasti mengetahui bila ada ketidaksesuaian, karena calon user pun juga sudah memberi tahu kebutuhannya. Jangan sampai mereka komplain, karena ini menyangkut masalah kepercayaan terhadap perusahaan tempatnya bekerja dan nyawa atlet. 

Hubungan Naila dengan murid-muridnya pun sangat dekat. Mereka kerap memanggilnya "Mami", karena Naila sudah dianggap seperti ibu mereka dan mereka juga sudah Naila anggap seperti anak sendiri. Kalau Naila sedang tidak bertugas ke luar negeri, mereka biasanya sering main ke rumah Naila saat weekend. Kebetulan Naila juga hobi memasak, jadi mereka sering mencoba masakan Naila. Biasanya Naila memasak menu kepiting, steak, dan lainnya. Bila bulan Ramadhan, Naila pun juga suka mengundang mereka berbuka puasa di rumahnya. Yang datang biasanya sekitar 100 penerjun dari tiga angkatan. Selain banyak bertanya tentang pelatihan, mereka juga karaoke bersama di ruang teve. Saking banyaknya yang datang, Naila sampai harus menyewa kursi dan tenda, seperti orang yang mau menggelar hajatan. Namun Naila sangat senang, dan mereka juga tidak keberatan membantunya memberesi rumah. Sementara kalau mereka ada yang mengikuti lomba ke luar negeri, Naila pun juga ikut membawa dua koper besar berisi makanan untuk mereka. Karena, Naila berpikir, belum tentu mereka cocok dengan makanan dari negara yang dikunjungi, seperti pengalamannya dulu. Jadi, daripada mereka tidak makan lalu jadi sakit dan berakibat ke hasil pertandingan, lebih baik Naila membawakan makanan. Bila penampilan mereka jelek, itu akan menyangkut ke kredibilitasnya sebagai pelatih.

Keluarga Naila pun sangat mendukung pekerjaannya. Suaminya, Dominic Hayhurst, dan anak-anaknya, Tommy, Patrick, dan Dominic, sangat memahami pekerjaannya yang begitu padat. Apalagi, suaminya juga sekantor dengannya, hanya saja basis kantornya berada di Afrika Selatan. Setidaknya sebulan sekali Naila mengunjungi kantor pusatnya di Amerika. Bila bertugas ke mana pun, Naila selalu meninggalkan anak-anaknya di rumah. Bahkan baru tiga hari melahirkan saja, ia sudah berangkat kerja. Anak-anaknya memang sudah terbiasa ia tinggal kerja sejak kecil. Kalau mereka sedang libur, sering juga Naila mengajaknya terbang agar mereka tahu mengapa ibunya senang terbang. Misalnya, Naila pernah mengajak anaknya melakukan paragliding di Bali. Mereka juga sudah merasakan masuk ke wind pool dan menyukainya, bahkan anaknya yang bernama Patrick sudah pandai melakukannya. 



0 komentar:

Posting Komentar