Jumat, 28 Oktober 2016


Sadar dunia digital akan semakin berkembang di Indonesia, Novi Wahyuningsih tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Di usia muda, perempuan asal Kebumen ini berhasil menelurkan beberapa aplikasi gratis. Dua di antaranya sudah mendunia, yaitu Meo dan Monzter. Pangsa pasar Indonesia yang besar menjadi alasan Novi tertarik terjun ke dunia teknologi informasi (TI). Ia mulai tertarik dunia TI sejak lulus SMA tahun 2009 di Kebumen  Waktu itu, keinginannya bisa segera melanjutkan kuliah di jurusan TI, sayangnya ia terkendala masalah biaya. Meski diterima di Fakultas Hukum UGM, tapi Novi akhirnya memilih mengambil D3 Akuntansi agar setelah lulus kuliah bisa langsung bekerja untuk meringankan beban orangtuanya, Darman dan Rasmi.

Sewaktu kuliah, Novi nyambi kerja menjadi penjaga warnet. Sambil bekerja, iseng-iseng ia mempelajari strategi properti, trading, dan lain-lain melalui internet. Akhirnya, dengan modal menggadaikan laptopnya, Novi pun mulai menekuni trading Forex. Hasil dari bermain trading itu bisa ia pakai untuk membayar kuliah dan lain-lain, hingga ia tidak perlu minta uang lagi ke orangtua. Sebulan setelah lulus kuliah di tahun 2011, Novi tertarik mengikuti seminar bisnis di Yogyakarta tentang konsep angel investor lewat internet. Dari situlah pola pikirnya mulai terbuka. Ketertarikannya pada bidang TI menjadi lebih dalam. Namun, saat itu ia menolak untuk diajak berinvestasi karena sudah tak punya uang.

Berkat kemampuannya melobi, Novi berhasil mendapat pinjaman Rp 13 juta untuk berinvestasi, dari teman yang mengajaknya. Ia lalu mengembangkan konsep angel investor dan mendapat fee dari memasarkan konsep ini. Inilah awal mula Novi mendapatkan penghasilan dari bidang TI lewat internet, selain dari trading yang waktu itu juga masih dijalankannya. Dalam waktu enam bulan, penghasilannya terbilang besar. Dari penghasilannya itu, Novi lalu mulai berbisnis properti secara otodidak. Ia menyewa beberapa kamar kos eksklusif yang kemudian ia sewakan lagi. Ia juga membangun kavling-kavling ruko di lahan seluas 3.500 meter persegi di Kebumen. Bagian tengahnya ia gratiskan untuk pasar tradisional yang hanya buka setiap Senin dan Kamis.

Tahun 2014, Novi kembali pada mimpi lamanya di bidang TI. Ia tertarik membuat aplikasi sendiri untuk dibisniskan. Namun, tidak punya latar belakang TI menjadi kendala baginya. Ia lalu meneruskan kuliah S1 di Universitas Pelita Bangsa, di Jababeka, Bekasi. Suatu hari, Novi diundang ke Malaysia untuk membicarakan ide bisnis dengan sahabatnya. Sang sahabat punya latar belakang TI dan bisa membuatkan aplikasi, Akhirnya, dibuatlah Meo Talk, yang murni 100 persen ide Novi. Sedangkan aplikasi lain, Monzter, Happybid, Vooilaa, Met Games merupakan ide gabungan dengan teman-temannya di Malaysia.

Aplikasi Meo Talk yang mirip Whatsapp, bisa diunduh di Play Store dan IOS. Aplikasi ini baru diluncurkan November 2015 silam. Bersamaan dengan Meo Talk, diluncurkan pula Monzter, yaitu market place seperti Tokopedia dan Buka Lapak. Pangsa pasar Meo Talk dan Monzter lebih menyasar ke Tiongkok dan Malaysia, bukan Indonesia. Novi saat ini menjabat sebagai CEO atau country manager Meo Talk untuk Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Novi pun merasa jenuh. Karena ia merasa pekerjaannya saat itu tak jauh beda dengan ia menjadi karyawan lagi. Dan Novi sendiri mengaku tidak terbiasa dengan zona nyaman. Akhirnya, ia memutuskan resign, walau awalnya tidak diperbolehkan.

Setelah itu, Novi mengembangkan apikasi sendiri, yang ia beri nama Callind, yang merupakan kependekan dari Call Indonesia atau Indonesia memanggil. Callind juga mirip Whatsapp, hanya saja memiliki fitur tambahan yaitu market place tanpa mengganggu chat. Callind juga memiliki bonus referral. Novi pun berhasil memasukkan aplikasi ini ke Play Store tepat pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2016. Selain Callind, ada dua aplikasi lain yang juga Novi luncurkan kemudian, yaitu Glowis atau Global Wisata dan Social Learning. Novi menilai, pariwisata di Indonesia sangat bagus, banyak, tapi belum semuanya terekspos. Di aplikasi ini, tersedia juga tiket tranpsortasi, hotel, bahkan rumah penduduk di sekitar lokas wisata yang bisa mendaftarkan tempat tinggalnya untuk diinapi turis. Saat ini, di Indonesia banyak turis backpacker, Novi lalu mengambil peluang itu. Di Glowis, bonusnya bisa paket tur gratis atau paket umrah gratis. Di aplikasi ini, kita juga bisa tahu di mana lokasi kita berada dengan peta dan GPS, lokasi ATM, pom bensin terdekat, dan lainnya. 

Novi bercerita, di kampus-kampus sekarang sudah banyak silabus dan lain-lain yang bisa diunggah via website dan lainnya. Nah, Novi dan tim TI yang ia miliki pun lantas membuat aplikasi Social Learning. Jadi, nantinya ujian bisa dilakukan secara online atau offline hanya dengan menggunakan Android. Bila kampus itu punya server sendiri, maka tidak perlu takut siswa akan mencontek, karena server Androidnya bisa dibuat offline saat ujian. Untuk membangun ketiga aplikasi ini, Novi menggandeng investor lokal. Beruntung pula, sahabatnya di Malaysia juga tidak keberatan ketika Novi ingin mengembangkan aplikasi sendiri, yang ia kerjakan sejak Februari 2016. Apalagi, pangsa pasarnya memang berbeda, karena yang Novi kembangkan ini khusus untuk Indonesia.

Novi sengaja menyasar pasar Indonesia karena menurutnya, pemerintah sekarang sudah mulai mendukung. Sejak 2011 Novi memang ingin membuat produk lokal yang bermanfaat bagi orang lain, serta bisa go interational, agar bisa menunjukkan bahwa produk lokal pun tidak kalah dengan produk negara lain. Karena, jumlah penduduk Indonesia yang luar biasa besar itu sayang kalau tidak dimanfaatkan sebagai pangsa pasar. Dari dulu, masyarakat Indonesia hanya menggunakan produk asing, seperti Whatsapp, We Chat, dan lainnya. Menurut Novi, secara teknologi kita sudah dijajah oleh asing. Sejak bangun tidur sampai menjelang tidur lagi, kita tidak bisa lepas dari gawai. Novi punya cita-cita besar, yaitu masuk Forbes internasional sebelum usianya genap 30 tahun. Novi belajar dari Evan Spiegel, pemilik Snapchat. Ia mengatakan bahwa hampir semua orang yang berhasil berperan sebagai pemilik aplikasi, bukan pemakai. Novi menambahkan, ibarat laut, mesin pencari dan sosial media seperti Facebook hanya seperti permukaan saja yang luasnya hanya 4%, sedangkan 96% sisanya masih belum tergali. Ke depannya, Novi juga ingin membuat aplikasi lain. Harapannya, kelak masyarakat Indonesia akan lebih menghargai karya anak bangsa. Sebagai perempuan, Novi juga ingin perempuan Indonesia tidak berada di belakang atau di depan pria, melainkan di sebelahnya, jadi sejajar.

Di Kebumen sendiri, selain memiliki pasar, anak sulung dari empat bersaudara ini juga mendirikan mini market Global Mart di sebelah rumahnya, dan perusahaan Wahyu Global Abadi yang menaungi semua bisnisnya. Novi mengaku, orangtuanya sebenarnya khawatir karena Novi sering bepergian kemana-mana, termasuk luar negeri sendirian. Namun, orangtuanya selalu percaya pada Novi, dan hanya berpesan di mana pun berada, jangan sampai lupa pada kewajibannya sebagai muslim. Novi jiga bermimpi kelak bisnis aplikasinya ini bisa tercatat di bursa saham NASDAQ di Amerika.





0 komentar:

Posting Komentar