Jumat, 16 September 2016



Perempuan asal Semarang kelahiran tahun 1976 ini menuai sukses dengan menjadi blogger khusus kuliner. Lewat resep masakan sehari-hari untuk keluarga yang diunggahnya, Didi bukan hanya mendapatkan penghasilan dan puluhan ribu pembaca setiap harinya, melainkan juga mampu memberdayakan banyak UKM yang sebelumnya tak dilirik orang.

Dulu, setelah lulus dari D3 Pariwisata UGM Yogyakarta, Didi sempat bekerja selama 5-6 tahun. Macam-macam pekerjaan pernah ia jalani, antara lain staf pemasaran, sekretaris, dan lainnya. Setelah menikah, ia ikut suami yang bekerja di Semarang. Dan sejak itu, ia tidak lagi bekerja kantoran, menjadi ibu rumah tangga saja. Memang, Didi sempat membuka usaha fashion di rumah dan secara online, karena sempat kursus desain baju sebelum menikah. Tapi hanya bertahan beberapa tahun. Karena sering berada di depan komputer, iseng-iseng Didi mem-posting resep masakannya di akun Facebook. Waktu itu, Facebook sedang booming dan ia juga mulai senang memasak. Selain itu, Didi juga bergabung di beberapa grup memasak online, termasuk cooking dan baking, baik grup lokal maupun luar negeri. Bahkan, ia juga mulai menerima tawaran dari temannya untuk menjadi tenaga lepas mengisi artikel dan resep memasak di sebuah situs. Dan dari sini Didi merasa sepertinya 'jodoh'nya ada di masak-memasak.

Ternyata kegiatan ini cukup menyenangkan bagi Didi, sehingga akhirnya ia membuat blog sendiri sekitar 2013. Waktu itu Didi masih membuat blog yang gratisan. Setiap hari ia posting resep masakan yang ia buat. Awalnya, mendapat 300 pengunjung saja rasanya sudah bahagia sekali. Ternyata blog-nya ada yang membaca. Lama-kelamaan, pengunjung di blog-nya pun makin banyak, mencapai 11 ribu orang per hari. Banyak pula yang mengirim e-mail, sekedar sharing atau bertanya. Didi juga membagi resep itu ke beberapa grup yang ia ikuti. Tak lama, datang tawaran dari perusahaan luar negeri, semacam agen periklanan digital khusus makanan. Didi pun setuju blog gratisannya itu dipasangi iklan. Dari situlah, Didi mulai mendapatkan uang dari blog. Rasanya senang sekali walaupun hanya mendapat sekitar Rp 700.000 per bulan, karena ia tidak perlu bersusah payah mengurus iklan dan membuat Adsense. Uang bisa datang sendiri walaupun harus dipotong separuh untuk agen tersebut, Sang suami pun juga senang karena melihat Didi punya kegiatan. Beliau sangat mendukung dan membantu.


Karena sudah berniat untuk mencari uang dari blog, Didi makin serius mengerjakannya, dan juga berkonsultasi dengan konsultan branding. Ia pun disarankan, bila memang ingin fokus, harus mempunyai domain sendiri, tampilan blognya harus profesional dan tidak boleh ada pernak-pernik yang tidak jelas. Didi lalu makin banyak mempelajari tentang blog dan bergabung dengan komunitas blogger. Setelah itu, ia jadi tahu bahwa sudah saatnya memiliki website pribadi karena manfaatnya banyak. Selain lebih sepat dicari lewat mesin pencari, juga lebih menarik bagi perusahaan yang ingin mengajak kerja sama. Lama kelamaan, Didi berpikir, rasanya lebih baik ia membuat Adsense sendiri. Akhirnya, dengan dibantu suami, akun Adsense-nya pun jadi juga. Namun ketika situsnya didaftarkan ke Google, sempat ditolak terus oleh sistem yang dijalankan mesin. Padahal, saat itu traffic blog-nya sudah bagus, pengunjungnya sudah 30-40 ribu orang per hari. Suaminya lantas sampai menelepon ke kantor Google Singapura dan meminta mereka untuk mengecek blog Didi sekaligus menyetujui pendaftaran itu. Dan akhirnya, website yang Didi buat pun langsung disetujui. Setelah memiliki Adsense sendiri, setiap bulan Didi langsung menerima uang secara otomatis, layaknya menerima gaji. Dan dengan namanya sendiri sebagai nama website, orang pun jadi mudah mengingat blognya. Blog Didi sekarang ada di peringkat atas mesin pencari dan dikunjungi lebih dari 40 ribu orang per hari.

Sejak kecil Didi memang sudah suka memasak, karena ibunya memang membiasakan anak-anak perempuannya harus bisa masak. Jadi, ia memang sering membantu ibunya memasak setiap hari. Sewaktu kuliah, setiap pagi Didi pun harus memasak dulu sebelum berangkat ke kampus. Setelah bekerja, ia tinggal di kos. Dan di sana, Didi layaknya menjadi ibu kos, karena sering juga memasak untuk teman-teman kos yang masih mahasiswa. Setelah menikah pun, ia setiap hari memasak. Apa saja dicoba. pernah juga berjualan kue kering, tapi berhenti karena merasa capek sekali. Ia pernah hanya tidur dua jam karena tidak memiliki pegawai untuk membantu. Barulah, setelah nge-blog, ia merasa lebih enjoy. Setiap hari masak untuk keluarga, di-posting, lalu mendapatkan feedback banyak dari pembaca, rasanya lebih membawa kepuasan batin karena bisa berbagi dengan orang lain.

Di dalam blognya, Didi biasa mengunggah resep, pengalaman wisata kulinernya dengan keluarga, tips memasak, dan lainnya. Pendeknya, apa saja yang berhubungan dengan kuliner sehari-hari yang berguna terutama bagi ibu-ibu. Setiap hari ada saja yang ia posting. Rasanya seperti tidak pernah kehabisan ide untuk memasak dan posting. Didi mengaku memang suka mengotak atik bahan. Lumpia misalnya, isinya bisa ia buat macam-macam. Kadang rebung, bengkoang, dan lainnya. Yang terpenting adalah masakan sederhana dan murah meriah, tapi rasanya enak, sehingga kalau akan dijual pun penjualnya masih untung. Sampai saat ini, Didi telah mengumpulkan lebih dari 1.800 posting-an. Setiap kali ia mem-posting, reaksi pembacanya selalu heboh, Ia memang selalu memasak apa adanya, tidak pernah neko-neko. Bahkan bila hanya memasak bakwan pun tetap ia posting. Ternyata kesederhanaan itulah yang menjadi ciri khasnya dan disukai pembaca. Sementara kalau masakan atau kue luar negeri seperti cheese cake, misalnya, malah jarang ia buat, karena anggota keluarganya memang tidak suka. Biasanya, Didi memasak makanan kesukaan anaknya. Agar sang anak tidak bosan, lain waktu dibuat variasinya. Sate, misalnya, bisa dibuat jadi beberapa macam,


Selain tulisan, potret masakan yang ia unggah ke blog juga Didi lakukan sendiri. Karena berniat serius, Didi juga sempat mengikuti kursus fotografi secara online dari luar negeri. Dulu, ia masih menggunakan kamera saku, tapi dengan teknik yang ia pelajari dari kursus, foto-foto masakannya sering diterima waktu ia kirimkan ke sebuah media online besar di Indonesia. Uang dari hasil iklan di blog lalu Didi kumpulkan untuk membeli kamera DSLR. Setelah mengetahui kamera yang bagus itu seperti apa, ia juga sempat rajin tukar tambah kamera. Setelah bisa memotret, Didi juga rajin membawa kamera ke mana-mana. Pada saat wisata kuliner pun, sebelum memakan makanannya ia foto dulu. Bahkan suasana di pasar juga kerap ia foto.

Dari ngeblog, Didi bisa mendapatkan pengalaman menyenangkan. Misalnya, ada beberapa UKM yang awalnya menitipkan produknya, termasuk lewat suaminya, atau mengirim produknya untuk ia coba. Kebetulan, sang suami memang seorang pembina UKM wilayah Jawa Tengah. Para pemilik UKM itu sering mengatakan, bahwa produknya kurang sukses karena tidak dikenal orang. Misalnya, tepung kentang. Padahal, Didi melihat produknya unik dan jarang dijual di pasaran. Di tambah lagi, ini merupakan produk lokal Jawa Tengah, sayang sekali kalau dibiarkan. Lalu, Didi pun mempromosikannya di blog dan melakukan branding terhadap produk itu setiap hari sampai pembacanya bosan. Di blognya pula, Didi menjual terasi asli dari Juwana, Pati, Jawa Tengah, lalu ada pula serundeng, dan lainnya. Hampir setiap hari ia mendapat sampel untuk dicoba dan dijual. Semua produk harus lolos tes rasa darinya. Kalau memang enak, akan Didi terima. Tapi kalau tidak enak, ia terpaksa menolak. Karena Didi juga tidak mungkin memberi harapan, tapi kemudian produknya tidak laku. Biasanya, kalau belum enak, ia dan suami akan memberikan arahan. Setelah diperbaiki, bisa dikirim lagi. Bahkan ada yang sampai berkali-kali diperbaiki, tetapi tetap belum enak. Lucunya, sampai cobek pun banyak yang menanyakan di mana Didi membelinya.

Selain produk luar, ada pula produk yang Didi buat sendiri, yakni berupa mixed flour (tepung racikan), antara lain tepung beras, tepung krispi, dan lainnya. Awalnya, hanya untuk variasi produk yang dijual, tapi ternyata laku juga, Ada juga tepung leker. Menariknya, yang membuat tepung leker ini dulunya berjualan leker, tapi kemudian bangkrut karena tidak punya pegawai. Menurut Didi ini sangat disayangkan, karena sebetulnya lekernya enak. Akhirnya, Didi pun mengajak kerja sama dengan membantu menjualkan. Selain dari pemasok UKM, ada juga produk dari perusahaan terigu besar di Jawa Tengah yang Didi jualkan. Perusahaan itu memproduksi tepung racikan setelah melihat Didi laris berjualan itu.


Setelah mengetahui, ternyata Didi juga berjualan, reaksi pembaca blog-nya pun sangat positif. Banyak yang memesan tepung kentang kepadanya. Bahkan, tepung kentang menjadi salah satu produk andalan yang ia jual sampai sekarang dan produsennya berkembang pesat. Dalam sebulan, penjualan lebih dari 100 kg. Selain itu, tepung leker juga sangat laris, pembelinya dari mana-mana. Bahkan, ada pembeli dari Jakarta yang berjualan leker dengan tepung leker ini. Tadinya, orang Jakarta itu hanya punya satu gerai, sekarang berkembang menjadi 3-4 gerai. Setiap bulan, untuk pengiriman ke dia saja, jumlahnya mencapai ratusan kilogram. Pembuat tepung yang tadinya tidak punya apa-apa ini pun, kini bisa bangkit lagi, bahkan bisa mengontrak rumah lagi, dan sebagainya,

Didi merasa,  hasil yang ia dapat dari nge-blog terhitung lumayan. Dengan semakin rajin ia posting, bisa semakin besar penghasilannya. Apalagi bila sedang high season untuk perusahaan-perusahaan berpromosi. Namun ada kalanya juga sepi masa promosi, misalnya setelah Tahun Baru, Namun, untungnya Didi masih mempunyai produk yang ia jual, pesanan resep, dan penghasilan dari iklan di blog. Dari penjualan produk saja, perputaran uangnya sekitar Rp 30 juta per bulan, Selain berjualan produk, masih banyak lagi berkah yang ia dapatkan dari hasil nge-blog. Misalnya, banyak yang mengajak kerja sama atau memesan resep kepadanya, antara lain media, baik lokal maupun dari Malaysia, cetak maupun online. Juga perusahaan atau produsen bahan baku makanan untuk keperluan promosi produk mereka. Ia juga bisa menjadi perantara rezeki bagi orang lain yang menitipkan produk. Dan itu sangat Didi syukuri. Didi berprinsip, tidak perlu pelit ilmu. Sekecil apa pun ilmu yang bisa ia bagi untuk pembaca, akan ia bagi, walaupun itu hanya resep sambal, misalnya. Mungkin karena itulah, Tuhan memuluskan jalannya. Apalagi, sewaktu mendapat feedback dari pembaca yang mengatakan dia sekarang sudah punya usaha kue kering sendiri setelah mendapat inspirasi dari Blog Didi. Rasa senangnya seolah melebihi bayaran yang Didi terima dari blog. Dan Didi pun jadi makin semangat mem-posting.

Didi sangat senang, bila setiap ia posting, banyak yang merespons. Malah, banyak pula yang mengirim pesan lewat Whats Apps, bertanya apa lagi menu yang akan ia buat atau memesan menu tertentu untuk diposting resepnya. Waktu ia membuat buku resep, dua buah buku yang berhasil ia kerjakan itu juga dengan cepat habis setelah diterbitkan. Didi tentu sangat mensyukuri pencapaiannya sekarang ini, dan ia memang tinggal mengembangkannya dalam bentuk buku. Ia membuat blog bukan dengan tujuan agar terkenal, mempunyai banyak follower, atau penggemar. Itu ia anggap sebagai bonus saja. Di tahun 2016, Didi juga sudah menerbitkan buku ketiga yang berisi 250 resep kue untuk usaha yang murah dan enak. Takaran di resepnya ia buat dengan detail, sehingga para pemula pun gampang mengikuti. Didi ingin para ibu punya semangat untuk berbisnis, walaupun di rumah, tapi tetap menghasilkan uang. Dan masih banyak yang terus menanyakan kapan ia menulis buku lagi.Tapi belakangan ini Didi memang selalu sibuk. Belum lagi bila sudah harus mengemas pesanan yang akan dikirim dan membalas e-mail yang masuk dari pembaca.


Sekarang, Didi tidak pernah lagi merasakan kesepian karena punya banyak teman, walaupun hanya di dunia maya. Dulu, ia sering merasa kesepian, apalagi sebelum anaknya lahir dan suami sering tugas ke luar kota. Tapi sekarang, bila ditinggal suami ke luar kota, ia tenang-tenang saja karena punya kesibukan. Bahkan, di awal memiliki blog, ia bisa sering mengikuti lomba masak antar blogger di grup dan menang. Bahkan, di bulan Desember 2015, ia mendapat penghargaan The Best Food Blogger yang diumumkan saat acara Blogger Camp.

Didi berharap dengan adanya blog www.diahdidi.com miliknya, ia berharap para ibu rumah tangga jangan merasa rendah diri karena hanya di rumah saja, tidak bekerja, tidak menghasilkan uang, Didi ingin 'mengompori' mereka agar mau punya usaha, supaya punya penghasilan tambahan dan lebih percaya diri walaupun hanya di rumah. Oleh karena itu, ketika Didi diundang berbagai perusahaan atau pihak lain untuk memberikan pelatihan bagi ibu-ibu, ia sangat senang. Karena, ia pernah mengalami sendiri, jadi tahu betul merasa kesepian itu tidak enak dan melelahkan sekali, Belum lagi kalau diremehkan keluarga besar karena hanya di rumah saja. Didi ingin, dirinya sendiri, dan juga ibu-ibu yang lain, bisa menjadi ibu yang dibanggakan oleh anaknya.
















2 komentar:

  1. Sambal Roa Judes, salah satu kekayaan kuliner nusantara, Sambal yang dibuat dari campuran Ikan Roa ini selalu sukses menggoda lidah para penggemar pedas. Bahkan bagi mereka yang tidak pernah memilih ikan sebagai menu makanan mereka pun, selalu berakhir dengan mengakui kehebatan rasa Sambel Roa JuDes ini.. Anda penasaran ingin menikmatinya ? Hubungi layanan Delivery Sambal Roa Judes di 085695138867,

    BalasHapus
  2. Banoffee dessert cek untuk membuatnya https://cookiped.blogspot.com/2021/08/banoffee-dessert-box.html?m=1

    BalasHapus