Minggu, 26 Januari 2014



Setelah mengakhiri kariernya sebagai manajer di sebuah perusahaan asing, perempuan berparas cantik ini memutuskan banting setir ke bidang sosial, ia memilih melestarikan tanaman mangrove untuk diproduksi menjadi apa saja. Ia pun mendirikan yayasan Sumatera Woman Foundation untuk membantu kaum perempuan desa di tanah kelahirannya.

Kegiatan yang dilakoninya saat ini sebenarnya berawal dari ketidak sengajaan. Suatu ketika Ibunya, Salmiah, yang menjabat sebagai Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara, bertanya, kira-kira kegiatan apa yang bisa dibuat untuk perempuan-perempuan di Sergai. Nova lalu mendapatkan ide ketika melihat tanaman mangrove yang banyak terdapat di Sergai. Ia berpikir, mangrove bisa dibuatkan apa saja. Tentunya dengan melibatkan para perempuan desa di Sergai. Dan ternyata, sang ibu mendukung idenya.

Dan agar kegiatan memberdayakan perempuan ini ada ‘payung’nya, ia pun mendirikan yayasan yang dinamai Sumatera Woman Foundation, di tanggal 11 Januari 2012.  Sumatera Woman Foundation adalah yayasan untuk menampung para perempuan kreatif yang khususnya berada di desa-desa. Karena, tujuan Sumatera Woman Foundation adalah untuk meningkatkan perekonomian para perempuan kreatif di desa-desa.




Sejak berdiri sampai sekarang, sudah ada 187 desa binaan Sumatera Woman Foundation untuk wilayah Sumatera, yang pilot project-nya si Sergai. Dipilihnya Sergai, karena di sini pemerintah daerahnya sangat mendukung kegiatan yang ia usulkan. Jadi, sejumlah desa di Sergai ia jadikan Desa Percontohan Wanita Kreatif se-Indonesia.

Di sebanyak 187 desa itu, semuanya terdapat Rumah Sumatera Woman Foundation. Yayasan ini memiliki modal yang didapat dari para donatur dan uang pribadi Nova. Selain modal dana, modal yang diperlukan untuk memajukan para anggota Sumatera Woman Foundation adalah modal kepintaran. Saat ini, selain di Sergai, Sumatera Woman Foundation juga ada di Aceh Tamiang, Aceh Barat, Batubara, Bangka Belitung, dan Jambi. Di tiap daerah tadi, ada skeitar 18-20 desa binaan Sumatera Woman Foundation. Sedangkan di Sergai sendiri ada 40 desa binaan Sumatera Woman Foundation.

Lalu dipilihanya mangrove karena ini merupakan tanaman yang banyak tumbuh di pinggir-pinggir sungai di Sergai. Daripada melihat tanaman itu terbuang sia-sia, lebih baik diproduksi untuk menjadi apa saja. Baik buahnya maupun daunnya, semuanya bisa diproduksi. Buah mangrove bisa dibuat selai, sementara daunnya juga bisa dibuat keripik



Khusus untuk keripik, sejak September 2013 Sumatera Woman Foundation sudah mengirimkan permintaan keripik setiap hari sebanyak 4 ton ke Malaysia. Bahkan Sumatera Woman Foundation pernah dipanggil Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk diikutkan menjadi salah satu wakil Kadin Muda yang potensial menjadi pengusaha. Di luar dugaannya, Kadin Indonesia ternyata menjadikan Nova sebagai eksportir muda di bidang mangrove.

Yang perlu diketahui pula, mangrove ini sebenarnya sangat kental dengan dunia perempuan. Oleh karena itu, ia pun terpanggil untuk mengajak para perempuan kreatif di desa-desa agar bisa maju. Ia tidak ingin menjadi kaya sendiri, ia mau para perempuan yang tinggal di kampung-kampung juga bisa kaya dengan mangrove ini.  Tanaman mangrove semula tak diperhitungkan oleh banyak pihak. Padahal, tanaman ini bisa menghasilkan banyak hal. Dengan mangrove pula Sumatera Woman Foundation bisa mendapat penghargaan dari Bupati Sergai.

Buah mangrove memang panen secara musiman, yakni 4 bulan sekali. Tapi daun mangrove yang oleh orang desa di sebut mangrove jurju atau mangrove liar, setiap saat selalu ada. Biasanya, para ibu-ibu yang ada di desa-desa di Sergai membuat keripik dari daun mangrove ini selama menunggui para suaminya melaut.

Sampai saat ini sudah banyak penawaran untuk ekspor produksi mangrove binaan Sumatera Woman Foundation. Namun sebetulnya Nova masih terkendala soal sumber daya manusia yang masih kurang. Selain dibuat keripik, mangrove juga bisa dibuat jamu jahe merah. Jamu ini merupakan produksi ibu-ibu desa Sei Buluh, Sergai, dan sudah diekspor ke Malaysia dan India sebanyak 4 ton setiap hari. Selai mangrove pun juga sudah dipesan untuk diekspor ke San Fransisco, Amerika Serikat, sebanyak 8 ribu kemasan. Namun Nova baru sanggup mengirim 2 ribu kemasan saja lantaran sumber daya manusianya yang masih kurang.

Selain mangrove, desa-desa di Sergai juga memproduksi fashion. Ada produk yang dinamakan Batik Batu. Batik ini bentuknya seperti batik print. Dan produksi batik ini sudah sempat dibuat gaun dan dimodifikasi menjadi aneka busana untuk diperagakan dalam acara fashion show di Malaysia. Nova sendiri yang mendesainnya, lalu dijahit oleh para perempuan di desa. Batik Batu ini dalam pembuatannya harus diberi pelapis. Motifnya dedaunan berbentuk batu yang bahannya sudah go green. Pengerjaannya pun tak diolah dengan bahan kimia.

Batik Batu ini juga hanya bisa dibuat oleh orang Sergai, karena di setiap satu desa hanya boleh diketahui tehnik pembuatannya oleh satu perajin saja. Karena dikhawatirkan kalau semua warga desa tahu cara membuat Batik Batu ini, mereka akan bersaing dengan tidak sehat. Ada pula kaftan made in Sergai yang dilukis dan juga sudah diekspor ke Malaysia, India, dan Bangladesh.

Di Sergai, anak-anak desa juga bisa dilibatkan membuat payet dan diajari cara menjamu wisatawan yang datang ke desa mereka. Sementara anak-anak gadisnya juga diajari tarian Melayu secara gratis. Sumatera Woman Foundation berusaha agar seluruh warga Sergai bisa memiliki penghasilan dan mandiri. Karena, Sumatera Woman Foundation juga mengembangkan desa wisata Sergai, yang dinamakan Sergai Heaven. Di sini seluruh orang desa diberdayakan mulai dari kaum bapak, ibu, dan anak. Salah satu sumber penghasilan mereka, adalah dengan mengontrakkan sawah-sawah mereka kepada para turis, yang selain ingin menikmati indahnya pemandangan di desa mereka.  

Selain di Sergai, di Aceh Tamiang para perempuan muda dan ibu-ibunya juga diberikan pelatihan keterampilan membuat daur ulang sampah untuk dijadikan kertas atau mendaur ulang kemasan air mineral menjadi lampu, yang hasil produksinya juga sudah diekspor ke Jepang sebanyak 8 ton setiap hari. Di Desa Sijonam, Aceh Tamiang, warganya sudah mampu mengekspor kerajinan lampu dan tikar ke Jepang. Dampaknya, semua anak-anak yang ada di desa ini bisa diberikan beasiswa.

Sumatera Woman Foundation juga suka mencari perempuan-perempuan atau ibu-ibu di desa miskin dan terpencil untuk dilibatkan dalam kegiatan-kegiatannya. Sumatera Woman Foundation memiliki target akan menjadikan desa miskin menjadi desa sejahtera. Nova pernah datang ke sebuah desa yang amat terpencil dan miskin, yakni Desa Jambu. Di desa itu tidak ada listrik dan toilet. Jika warganya mau buang kotoran, harus dimasukkan ke dalam plastik lalu dibuang ke sungai. Saking miskinnya, banyak juga warga yang masih tinggal di balik pohon.

Pada Februari 2013 lalu, desa miskin itu mendapat bantuan air dari Sumatera Woman Foundation yang dibantu oleh United Nation (BPP). Sebelumnya, oleh karena tidak ada air bersih, anak-anak yang ingin ke sekolah harus mandi di sungai dan menempuh perjalanan sejauh 3 km dari rumahnya ke sekolah. Dengan kondisi seperti itu, mereka pun menjadi pemalas.

Dan kebetulan di desa itu ada seorang ibu bernama Nani. Dia suka mengumpulkan para perempuan di Desa Jambu untuk membuat keripik ikan asin di rumahnya. Padahal, rumah Ibu Nani kondisinya lebih parah dari rumah ibu-ibu lain di desa itu. Tapi Ibu Nani mau membantu para perempuan di desanya menjadi pengusaha kerupuk ikan asin.

Sumatera Woman Foundation lalu mendapat tugas memasarkan produk-produk yang dihasilkan oleh para perempuan kreatif di Desa Jambu. Sumatera Woman Foundation juga menjadi satu-satunya yayasan yang mendapat penghargaan dari Menteri Perdagangan Gita Wiryawan dan Nova pun mendapat predikat sebagai satu-satunya perempuan inovatif termuda se-Indonesia pada April 2013 lalu. Sumatera Woman Foundation juga akan menjadi Badan Pemasaran bekerjasama dengan MNC Group, yang nantinya akan berada di bawah IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia).

Selama berdirinya, Sumatera Woman Foundation sudah banyak menguntungkan masyarakat Sergai dan Sumatera Utara. Yayasan ini juga menyewa sawah petani dan kilang di Kota Pari, Kecamatan Pantai Cermin. Lalu membeli beras dari mereka. Itu artinya, yayasan ini telah membantu para petani. Setiap harinya Sumatera Woman Foundation bisa menjual 4 ton beras jenis kuku balam. Sedangkan produksinya sudah lebih dari 10 ton setiap hari.

Dulu, orang tidak ada yang tahu apa produksi asli Sergai. Padahal, di sana banyak terdapat perempuan kreatif di dalamnya. Sumatera Woman Foundation juga bukan yayasan main-main, karena kiprahnya sudah go international. Sejumlah desa yang menjadi binaan yayasan ini sudah bisa mendapatkan benefit walau hanya sedikit. Nova sendiri melakukan seluruh kegiatannya ini dengan niat tulus. Ia menganggap ini ibarat bagian hubungan antara dirinya dengan Tuhan. Dari kegiatan sosial ini ia tidak mengharapkan apa pun.

Tantangan selama mengelola Sumatera Woman Foundation terletak pada masalah sumber daya manusia. Awalnya, para perempuan dan ibu-ibu rumah tangga di desa-desa masih berpikir lebih baik diam di rumah saja, mengurus anak dan mengawinkan anak gadisnya yang sudah berumur 17 tahun, daripada belajar di Sumatera Woman Foundation. Namun, Sumatera Woman Foundation terus berusaha mencari jalan keluar dengan mengadakan kuliah terbuka untuk warga desa, teruatama kaum perempuannya.

Sekarang Sumatera Woman Foundation sudah memiliki banyak volunter mahasiswa yang mau mengajari warga desa tanpa dibayar. Yang penting, para mahasiswa itu saat akan mengajar harus dijemput dan diantar pulang. Bahkan Nova pun juga berencana akan mengadakan pertukaran pelajar. Anak-anak dari desa-desa di Sergai akan melakukan pertukaran pelajar dengan siswa dari SMAN 1 Medan.

Sergai adalah satu-satunya kota percontohan wanita kreatif di Indonesia. Nova pun mentargetkan, Sumatera Woman Foundation punya goal menjadi Badan Pemasaran dengan target 1 juta followers, 1 juta pembeli, dan 1 juta penjual.

Tentunya selama mengelola Sumatera Woman Foundation banyak suka dan duka yang Nova rasakan. Sukanya ia rasakan dari dalam hati, sementara dukanya harus berusaha dijadikan suka. Bagi Nova suka dan duka itu memang harus dijadikan pengalaman hidup. Maka itu, ia lebih senang membicarakan hal-hal yang menjadi suka. Karena kalau sejak awal ia tidak terjun ke kegiatannya ini, ia jadi tidak tahu mana itu yang menjadi suka dan duka dalam kehidupan.

Catatan Nova Zein :

Nova Zein adalah putri dari Muhammad Zein, yang menjabat sebagai Kepala Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, serta kemenakan dari Bupati Sergai, Sukirman. Ia mengawali karir sebagai penyiar radio yang digelutinya sejak kelas 3 SMA. Selanjutnya, Nova menapat beasiswa dari jalur PMDK dan menyelesaikan kuliah S1-nya pada 2004 dari Fakultas Hukum International Universitas Sumatera Utara dengan predikat cum laude. Setelah jenuh di dunia radio, Nova melamar ke Tourism Malaysia. Lima tahun bergabung di sana, jabatan terakhir yang disandangnya adalah PR Manager. Ia memiliki satu putri bernama Cesia Lubis.
  
                                


Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

1 komentar: