Perempuan kelahiran Bekasi, 21 September 1992 ini merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Abdul Rahman - Ida Juraida. Ia menekuni bola voli karena "dipaksa" sang Mama. Kini, ia menjadi salah satu pengumpan terbaik bola voli putri di Tanah Air. Bertinggi badan 160 cm dan berat badan 60 kg, bersama timnya ia menjuarai kompetisi Proliga 2010, Proliga 2011, serta menjadi The Best Setter pada Pertamina Proliga 2016. Bersama rekannya sesama atlet voli, ia juga berbisnis baju dan hijab khusus untuk olahraga.
Shinta mengakui, sebetulnya ia tidak terlalu menyukai bola voli, namun lebih menyukai membuat kue, baking atau pastry. Terjunnya ia di dunia bola voli merupakan obsesi orangtua. Mamanya dulu ingin menjadi pemain bola voli, tapi tidak kesampaian. Jadilah, anak-anaknya yang diarahkan untuk jadi pemain bola voli. Kakak perempuan Shinta juga saat ini menjadi atlet bola voli, namun khusus voli pantai.
Shinta pertama kali belajar bola voli saat kelas 5 SD. Lalu ia diterima masuk ke Sekolah Atlit Ragunan sejak SMP sampai SMA, yang memang setiap tahun membuka seleksi. Dulu, kuotanya berbeda-beda untuk masing-masing cabang olahraga. Misalnya, bola voli kuotanya hanya 20 orang. Jadi, kalau tahun ini yang keluar 5 orang, berarti yang bisa masuk di tahun berikutnya juga hanya 5 orang. Itu pun juga harus menjadi atlet daerah terlebih dulu. Setelah menjadi atlet daerah, barulah bisa ikut seleksi masuk Sekolah Atlit Ragunan. Satu tahun pertama di Ragunan, Shinta belum bergabung dalam klub. Di tahun kedua barulah ia mulai dikontrak klub dan ikut bertanding, misalnya ke ajang Asean School. Meski orangtuanya tinggal di Bekasi, Shinta bergabung dalam tim PON DKI Jakarta. Tapi sempat pula sekali ia membela tim Bekasi di Porseni SMP Jabar. Namun, karena di Bekasi lebih susah terpantau, Shinta kemudian memilih pindah dan ikut tim DKI Jakarta, yang ia lihat peluangnya lebih terbuka. Shinta mulai memperkuat tim bola voli DKI Jakarta di PON Riau tahun 2012 lalu. Dan pada PON Jawa Barat 2016, merupakan terakhir kalinya ia bergabung sebagai tim atlit, karena usia untuk mengikuti PON memang dibatasi. Selain membela tim DKI Jakarta, Shinta juga membela klub LNG Badak, juga tim Gresik Petrokimia pada kompetisi Pertamina Proliga 2016. Proliga merupakan kompetisi bola voli profesional tertinggi di Indonesia.
Sejak awal, posisinya dalam tim bola voli sudah sebagai pengumpan (tosser/setter). Awalnya, karena Shinta memang tidak mau melakukan passing, karena saat baru belajar bermain bola voli, bila melakukan passing bisa membuat tangannya memar-memar. Karena itu, Shinta memilih menjadi pengumpan saja. Dari situlah, Shinta terus diarahkan untuk menjadi pengumpan sampai sekarang. Sebagai tosser, postur tubuh juga bukan penentu, berbeda dengan spiker. Menurut Shinta, kalau untuk jadi pengumpan, semakin tua usia justru semakin matang. Karena yang dibutuhkan lebih ke otak, strategi, dan kecerdikan. Jadi, makin banyak pengalaman makin mengerti. Berbeda dengan posisi spiker, yang butuh tenaga ekstra. Jadi untuk posisi pengumpan, usia 25-30 masih cukup oke. Namun, semuanya balik lagi ke masing-masing atlit,
Soal penampilannya di lapangan, Shinta bercerita sebetulnya sebelum bermain bola voli ia sudah berhijab, meski masih buka-pakai. Misalnya saat kuliah atau beraktivitas di luar bola voli. Hingga sampai pada satu titik di mana hatinya berkata, tidak mungkin dirinya harus seperti itu terus, buka-pakai hijab. Hanya, waktu itu Shinta belum memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara berhijab untuk pemain bola voli. Ia belum tahu harus mencari informasi ke mana, cara memakainya bagaimana, dan sebagainya. Sampai akhirnya, Shinta memberanikan diri dan bilang pada diri sendiri, tidak boleh menunda lagi. Ia pasrah, kalau seandainya dengan berhijab job-nya di bola boli jadi hilang, maka itu berarti sudah bukan rezekinya lagi.
Namun, ternyata Shinta bersyukur dikelilingi orang-orang yang mempermudah niatnya. Awalnya ia mengatakan ke pelatih, apakah boleh ingin bermain bola voli tapi memakai hijab. Ternyata pelatihnya membolehkan dan tidak ada masalah. Memang sempat ada ketakutan di benak Shinta dirinya tidak bakal bisa bermain bola voli lagi, karena tidak ada klub yang menghubunginya setelah ia memutuskan berhijab. Bahkan, ketika turnamen Pertamina Proliga tahun 2016 sudah berjalan satu bulan, belum ada yang menghubungi. Padahal, biasanya tes untuk masuk tim Proliga adalah di akhir Desember 2015. Barulah pada awal Januari 2016, klub Gresik Petrokimia menghubunginya. Shinta pun mengatakan bahwa ia tidak akan mau melepas hijab. Pihak Petrokimia kemudian melakukan konfirmasi ke manajemen dan seminggu kemudian mereka menghubungi lagi, Shinta diminta datang dan diterima. Urusan yang lain-lain, seperti izin dan segala macamnya, pihak klub Gresik Petrokimia yang mengurusi. Jadi, Shinta mengaku, ia sangat terbantu oleh manajemen Gresik Petrokimia.
Ternyata dengan memakai hijab, sama sekali tidak berpengaruh dalam permainannya. Shinta memakai hijab pertama kali saat bertanding ketika mengikuti Pertamina Proliga bersama Gresik Petrokimia awal 2016. Ia mengatakan, sebetulnya pengaruhnya lebih ke faktor psikologis. Dari yang tadinya tidak memakai hijab, pasti ada pro dan kontra. Awalnya, respons dari teman-teman satu klub pun juga bermacam-macam, ada yang mencemooh, ada pula yang mengucilkan. Namun, itu hanya di awal-awal saja, justru seiring berjalannya waktu, mereka malah makin mendukung. Kebetulan mayoritas pemain di klub juga muslimah.
Dalam pertandingan bola voli perempuan, atlit yang pertama kali memakai hijab di lapangan memang Shinta dan teman satu klubnya, Helda, yang sama-sama bertanding pada kompetisi Pertamina Proliga 2016. Hanya, saat di mini PON 2016. Shinta melihat sudah lumayan banyak pemain yang berhijab. Shinta merasa, mungkin mereka juga sebetulnya ingin dari awal, tapi tidak tahu caranya. Saat ini relatif tidak ada masalah atlit berhijab tampil di event apa pun. Shinta pun sempat juga bermain di Singapura, dan di sana juga tidak ada masalah. Shinta bersyukur sekali, karena menurutnya, agama Islam sudah memerintahkan kaum perempuan untuk berhijab sesudah baliq, bukan sesudah baik. Dan dirinya, sebagai pemain bola voli, tidak mungkin juga meninggalkan perintah agama. Jadi keduanya bisa sejalan.
Shinta menjelaskan, dalam satu tim, pemain yang berhijab harus memakai pakaian yang satu warna di luar kaus tim. Jadi, warna hijab, legging, dan manset harus sama. Misalnya, kalau di satu tim ada 3 pemain berhijab, maka ketiganya harus mengenakan hijab, legging dan manset dengan warna yang sama. Bahannya memang khusus, harus yang bisa menyerap keringat. Selain itu, karena bersentuhan langsung dengan rambut, bahannya juga harus tepat. Kalau tidak pas, jilbab jadi licin dan bisa melorot. Shinta pun mengakui, bahan seperti itu sulit didapatkan. Karena itulah, ia bersama Helda sekarang memproduksi sendiri, meski masih terbatas, karena bahannya impor. Kebetulan, Shinta mempunyai teman yang memiliki usaha konveksi, jadi sang temanlah yang membantu mencarikan bahannya. Karena bahan yang biasa ia pakai memang agak susah didapatkan, karena itulah bagi yan ingin memesan kepadanya, harus order minimal sebulan sebelumnya dan membelinya pun tidak bisa sedikit.
Dari sinilah, Shinta mulai terjun ke bisnis hijab khusus untuk olahraga. Kebetulan teman-teman atlet banyak yang juga membutuhkan. Memang, sebelumnya sudah ada yang menjual hijab khusus olahraga, tapi harganya mahal sekali. Satu hijab harganya bisa sampai Rp 350.000. Sebagai atlet profesional, menurut Shita, tidak mungkin hanya membutuhkan satu buah. Karena itulah, perlu dicari bagaimana caranya supaya harganya bisa masuk akal, salah satunya dengan memesan bahan. Baik bawahannya, legging, dan manset, semuanya harus diproduksi sendiri. Untuk urusan ini, menurut Shinta, sudah di-handle oleh kawannya, Helda. Bisnis hijab ini penjualannya melalui online, karena masih belum bisa produksi banyak.
Selain berbisnis hijab, sebetulnya Shinta juga berbisnis pastry yang memang menjadi passion-nya. Ia pun mulau mencicil waktunya untuk menekuni bisnis ini. Bila sedang tidak bermain bola voli, ia bisa mengurusnya langsung. Bahan, sekarang ia sudah membuka ruko di Bekasi, yang modal uangnya ia dapatkan dari bermain bola voli. Di rukonya itu terdapat pula kafe. Kebetulan, sang mama juga memiliki pengetahuan tata boga. Jadi di rukonya itu, selain ada toko kue, juga dipakai untuk kafe dengan nama Kafe Sashifa. Shinta menganggap bola voli merupakan hobinya, meskipun ia bermain secara profesional. Ia sadar, selain tidak mungkin terus-menerus menjadi pemain, ia juga tidak berminat menjadi pelatih. Setelah berkeluarga kelak, Shinta pun akan berhenti menjadi atlet. Jadi, selama ia masih 'single' seperti sekarang, ia masih bisa kemana-mana, dan masih akan terus mengejar karier atlitnya sampai ke ujung. Pun, kekasihnya, Dadan Muhammad Sudarlan juga tidak melarang.
Kekasihnya berprofesi sebagai guru dan pelatih bola voli, meskipun bukan pelatih Shinta langsung. Sebetulnya, Shinta juga tidak harus memilih kekasih yang sama-sama berprofesi sebagai atlet. Namun, ia meyakini, terkadang kalau harus beda profesi dengan kekasihnya, kurang bisa mengerti dengan jam kerjanya. Jam kerjanya sebagai atlet memang berbeda dengan profesi lain. Bagi Shinta, bola voli saat ini adalah pekerjaannya, karena ia punya tanggung jawab dan dibayar untuk itu. Orang luar mungkin tahunya ia hanya latihan saja setiap hari, padahal latihannya pun cukup berat. Setelah kelar latihan inginnya langsung istirahat atau tidur. Maka, kalau pasangannya bukan berasal dari dunia olahraga, kadang bisa menganggap dirinya tidak punya waktu untuk berdua, dan sebagainya. Shinta pun merasa lebih cocok dengan orang yang sama-sama mengerti.
Shinta menceritakan, selama mengikuti training centre untuk persiapan bertanding, ia bisa berlatih dari pagi sampai sore. Semua kegiatan yang lain ia off-kan. Jadi waktunya hanya untuk latihan, istirahat, dan try out. Begitu saja. Kadang-kadang untuk membuang jenuh, ia main keluar, misalnya ke mal. Setelah training centre selesai, barulah ia bisa kembali ke aktivitas normal. Kebetulan, saat ini Shinta juga berkuliah di Horizon Hotel School Bekasi, mengambil Jurusan Pastry. Shinta memang sangat suka membuat kue karena waktu kecil suka melihat mamanya di dapur. Shinta pun mengaku, dirinya bisa berhasil sampai sekarang ini juga karena sang mama.
Sambal Roa Judes, salah satu kekayaan kuliner nusantara, Sambal yang dibuat dari campuran Ikan Roa ini selalu sukses menggoda lidah para penggemar pedas. Bahkan bagi mereka yang tidak pernah memilih ikan sebagai menu makanan mereka pun, selalu berakhir dengan mengakui kehebatan rasa Sambel Roa JuDes ini.. Anda penasaran ingin menikmatinya ? Hubungi layanan Delivery Sambal Roa Judes di 085695138867. BBM : 5F3EF4E3
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusHaloooo terimakasih sudah memuat artikel tentang saya,semoga mengisnpirasi dan bermanfaat
BalasHapus