Peduli pada anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), begitulah panggilan jiwa Eko Setiyoasih. Perempuan kelahiran Karanganyar, 20 April 1971 ini mendirikan Sekolah Luar Biasa Anugerah di Karanganyar, Surakarta secara swadaya. Kini, banyak yang ikut membantu Eko mewujudkan impiannya mendidik dan mengajarkan ABK dari kalangan tak mampu untuk dapat mandiri.
Eko bercerita,
sejak remaja ia memang sudah aktif di bidang kemanusiaan. Sejak SMP, ia sudah
tertarik menangani pasien panti jompo, dan saat SMA menjadi relawan di panti asuhan.
Lulus SMA, ia lalu mengambil pendidikan D2 untuk tuna netra, kemudian sempat
magang di SLB. Di situlah, Eko melihat fenomena bahwa rata-rata hanya ABK dari
kalangan mampu yang bisa meneruskan terapi dan les, sementara ABK dari
masyarakat kelas bawah sulit memperolehnya. Inilah yang kemudian membuatnya
berniat mengabdikan diri dan membantu sebisanya kepada ABK dari masyarakat
kelas menengah bawah tersebut. Apalagi, ia sendiri juga ibu dari seorang ABK dari
anak pertamanya, Okstalvilya Risky Primajati. Jadi, ia tahu betul bagaimana
perasaan orangtua yang memiliki ABK berdasarkan pengalaman pribadinya. Mereka tentu
butuh dukungan.
Sayangnya,
sang suami tidak mendukung kegiatannya terlibat membantu para ABK itu, bahkan
menganggap anak pertama mereka yang terlahir berkebutuhan khusus akibat ‘tertular’
aktivitasnya yang dekat dengan ABK. Eko akhirnya diceraikan, dan hingga saat
ini menjalani hidup sebagai single parent
yang membesarkan tiga anak. Anaknya yang kedua dan ketiga, Drajat Dadang
Iskandar dan Harganingtyas Estin Marselina Putri Zam-Zam, terlahir normal
seperti anak lainnya. Malah, mereka bisa berprestasi dan mengerti keadaan
ibunya.
Selain
memiliki latar belakang pendidikan di SPGLB Jurusan A di Surakarta, Eko juga
melanjutkan studi di FKIP Bimbingan Konseling Universitas Sriwijaya. Selain itu
ia juga membekali diri dengan seminar dan beberapa pelatihan untuk ABK. Ia
memang harus terus meningkatkan pengetahuan, sehingga bisa terus belajar dan
membantu anak-anak berkebutuhan khusus. Sebelum mendirikan SLB Anugerah, Eko
melihat bahwa di lingkungannya juga banyak ABK. Ia pun lalu melakukan
pendekatan kepada para orangtua. Awalnya, ia yang mendatangi rumah mereka.
Kemudian, di sore hari mereka mulai mau mengantarkan anaknya ke rumah Eko untuk
mendapatkan terapi. Mungkin, karena perkembangan anak-anak itu nampak bagus,
para orangtua itu lalu memintanya mendirikan sekolah saja yang aktivitasnya
dimulai pagi hari. Akhirnya, di tahun 2010 SLB Anugerah pun berdiri yang
berlokasi di rumahnya di Kepoh RT 05/06, Tohudan, Colomadu, Karanganyar tanpa
dipungut biaya alias gratis.
Kini
perkembangan SLB Anugerah bisa dikatakan berkembang dengan baik. Dulu muridnya
bisa dihitung dengan jari, dan tenaga relawan juga baru 3 hingga 4 orang. Sementara
anak didik yang ikut tinggal dengannya dulu baru 4 orang, sekarang sudah 15
orang. Eko memang menerima orangtua yang menitipkan anak-anak mereka. Gunanya
agar mereka mendapatkan pendampingan terapi dan lebih intens belajar. Syukur,
perkembangannya pun bisa terlihat. Kini ABK yang belajar di SLB Anugerah tidak
hanya dari kota Karanganyar dan Surakarta saja, tetapi ada juga yang dari luar
kota. Begitu juga dengan relawan, sekarang sudah bertambah hingga 12 orang.
Mereka juga tidak hanya berasal dari kota Karanganyar, tetapi ada juga yang
dari jauh, seperti Klaten. Eko selalu yakin, bahwa niat baik itu tentu juga
akan menghasilkan hal yang baik pula. Dan sampai saat ini, ia ingin terus
berjuang agar anak-anak berkebutuhan khusus dari masyarakat tidak mampu bisa
mendapat perhatian. Intinya, semua yang dilakukannya ini supaya anak-anak
berkebutuhan khusus itu nantinya bisa bersosialisasi dan mandiri.
Memang banyak tantangan yang harus ia hadapi dalam mendidik ABK ini, terutama karena ia mendirkan SLB Anugerah ini secara swadaya, tentu dana menjadi kendala. Apalagi ia memperuntukkan SLB Anugerah ini secara gratis tanpa dipungut biaya. Para relawan pun sejak awal sudah ia informasikan. Jadi, semua biaya operasional memang dari kantong pribadi. Dan, agar ia bisa memberi upah sekedarnya kepada relawan, biasanya hasil memberi les pada ABK di sore hari, ia alokasikan untuk teman-teman pengajar. Seiring berjalannya waktu, memang ada beberapa bantuan dari donatur. Akhirnya, Eko pun membuka rekening agar para donatur bisa mudah memberikan dananya, dan uang donasi itu akan langsung ia gunakan untuk kebutuhan prasarana sekolah, mulai membuat kelas dan perlengkapan seperti meja dan kursi. Di sekolahnya, Eko juga mempunyai meja khusus untuk anak autisme yang mungkin di tempat lain belum ada. Ia juga sudah menyusun struktur organisasi, jadi ada bendahara yang mengurus dan bertanggung jawab terhadap uang donasi. Semuanya berusaha dikerjakan secara transparan.
Memang banyak tantangan yang harus ia hadapi dalam mendidik ABK ini, terutama karena ia mendirkan SLB Anugerah ini secara swadaya, tentu dana menjadi kendala. Apalagi ia memperuntukkan SLB Anugerah ini secara gratis tanpa dipungut biaya. Para relawan pun sejak awal sudah ia informasikan. Jadi, semua biaya operasional memang dari kantong pribadi. Dan, agar ia bisa memberi upah sekedarnya kepada relawan, biasanya hasil memberi les pada ABK di sore hari, ia alokasikan untuk teman-teman pengajar. Seiring berjalannya waktu, memang ada beberapa bantuan dari donatur. Akhirnya, Eko pun membuka rekening agar para donatur bisa mudah memberikan dananya, dan uang donasi itu akan langsung ia gunakan untuk kebutuhan prasarana sekolah, mulai membuat kelas dan perlengkapan seperti meja dan kursi. Di sekolahnya, Eko juga mempunyai meja khusus untuk anak autisme yang mungkin di tempat lain belum ada. Ia juga sudah menyusun struktur organisasi, jadi ada bendahara yang mengurus dan bertanggung jawab terhadap uang donasi. Semuanya berusaha dikerjakan secara transparan.
Tantangan lainnya, terkadang Eko juga harus meyakinkan orangtua anak-anak berkebutuhan khusus, bahwa SLB Anugerah bisa menjadi tempat yang baik bagi anak-anak mereka. Ia menjelaskan dengan detail dan terus memberi pendekatan karena semuanya ini juga untuk kebaikan anak-anak dan orangtuanya. Dan ada pula ABK yang sudah dewasa tapi kemampuannya belum maksimal. Kegiatan SLB Anugerah sendiri sebetulnya sama dengan SLB lain. Eko membaginya menjadi dua kelas. Yang pertama kelas besar yang terdiri dari ABK yang sudah bisa mandiri, bisa baca tulis, berhitung, menghapal surat pendek, bermain komputer, sampai membantu guru. Kelas kedua adalah kelas kecil yang diperuntukkan bagi anak-anak yang memang belum mampu mandiri dan perlu pendamping yang intens.
Selain belajar
mereka juga mendapatkan terapi. Eko biasa memangku anak-anak itu sambil memijat
dan membuat kedekatan secara emosional. Kadang ada juga anak yang tantrum, tapi
karena sudah dekat dengannya, saat mereka marah dan ia tatap mukanya, biasanya
mereka pun bisa langsung memahami isi hatinya dan akhirnya tenang. Kegiatan
belajar juga tidak hanya terpusat di sekolah saja. Eko pun kerap mengajak
mereka berkegiatan di luar, seperti saat Car Free Day, mengikuti lomba,
berenang, dan berbagai kegiatan lainnya. Namun memang kegiatan itu tidak bisa
dilakukan setiap saat. Tetap ada syaratnya. Untuk berkegiatan di luar sekolah,
tentu Eko masih membutuhkan bantuan donatur yang mau meminjamkan mobilnya, yang
bisa memberikan tiket berenang gratis untuk anak-anak, dan sebagainya. Untuk
masalah ini ia memang masih tergantung pada kebaikan para donatur.
Rencana ke
depannya, Eko ingin SLB Anugerah ini bisa menjadi inspirasi bagi yang lain dan
semakin banyak sekolah serupa yang berdiri. Ia ingin menumbuhkan rasa cinta
kasih kepada anak-anak berkebutuhan khusus, terlebih yang tidak mampu, sehingga
mereka merasa dibantu dan diperhatikan, serta kelak bisa mandiri. Dan masih banyak
keinginan Eko yang lain, seperti melengkapi sarana dan prasarana sekolah agar
anak-anak bisa belajar maksimal. Karena sebetulnya banyak kegiatan yang bisa
mereka lakukan tanpa harus memikirkan biaya. Selain itu ia juga ingin bisa
terus konsisten dan berkomitmen demi masa depan anak-anak berkebutuhan khusus.
Apabila mereka dapat mandiri dan bahagia, ia pun turut bahagia dan senang.
Kebahagiaan mereka juga merupakan kebahagiaan dirinya. Melihat anak didiknya
bisa tersenyum saja, sudah membuat dunia terlihat indah, dan nilai ini yang
tidak bisa terbayar.
0 komentar:
Posting Komentar