Minggu, 02 Oktober 2016


Perempuan kelahiran Bandung, 5 Maret 1977, ini tak pernah membayangkan bisa membangun sebuah yayasan untuk membantu para penderita kanker. Lewat pengalaman pribadinya setelah kehilangan putra ketiga, Taufan, akibat penyakit leukimia, Yeni Dewi Mulyaningsih mendirikan Komunitas Taufan untuk berbagi. Kini, tak kurang dari 475 pasien dampingan yang telah ia bantu, selain juga dibantu oleh 180 relawan,

Secara jujur, Yeni memang mengakui tidak pernah membayangkan memiliki kegiatan sosial seperti yang kini dilakukannya, karena sebelumnya ia hanyalah ibu rumah tangga biasa yang tidak punya latar belakang kegiatan sosial apa pun. Semuanya ia jalani dengan mengalir begitu saja. Berawal saat Yeni harus kehilangan putra ketiganya, Taufan, yang diumur 5 tahun divonis mengidap leukimia tipe AML, tepatnya di bulan Agustus 2011. Yeni dan sang putra sempat berjuang bersama selama dua tahun sampai akhirnya Taufan menghembuskan nafas terakhirnya. Beberapa hari sepeninggal Taufan, Zack Peterson, warga kebangsaan AS, relawan CountMeIn yang berteman baik dengan Taufan, datang ke rumahnya untuk berbagi kenangan tentang Taufan.

Setelah mendengar cerita dari Yeni, Zack mengatakan bahwa Yeni punya banyak informasi yang bisa dibagikan kepada orang tua lain. Zack pun kemudian menyarankan Yeni untuk menjadi relawan seperti dirinya. Namun saat itu, Yeni mengatakan kalau ia masih belum tahu bagaimana untuk menjadi relawan, apa saja yang dilakukan, dan juga masih belum yakin apakah dirinya punya kemampuan dan keberanian untuk itu. Di lain sisi, Yeni juga tersentuh dengan tulisan Zack di salah satu media berbahasa Inggris yang menuliskan kenangannya terhadap Taufan. Di tulisannya tersebut, Zack mengatakan bahwa Taufan pergi meninggalkan warisan, dan apakah warisan itu bisa dimanfaatkan dengan baik atau tidak tergantung pada ibunya, yaitu Yeni. Dari situlah, tekad Yeni mulai muncul untuk menjadi relawan, meskipun ia tidak tahu harus memulainya dari mana. Yeni kemudian meminta izin pada suaminya, yang lantas langsung memberikan dukungan. Sebulan setelah Taufan tiada, Yeni memulai kegiatan pertamanya menjadi relawan. 


Buatnya yang tidak memiliki latar belakang sebagai relawan dan 16 tahun lebih hanya menjadi seorang ibu rumah tangga, tak pernah beraktivitas sosial di luar, memulainya tentu cukup berat. Tapi karena Yeni ingat pesan Zack bahwa ia cukup melakukan saja apa yang ia suka dan ia bisa, maka semuanya pun mengalir begitu saja. Yeni lalu datang sebagai relawan independen, mengunjungi pasien dan berbagi cerita. Yeni mengakui, perasaannya waktu pertama kali datang ke rumah sakit yang memiliki banyak kenangan bersama putranya, sempat membuat dirinya sedikit emosional. Saat itu Yeni masih meraba-raba apa yang bisa ia ceritakan, akhirnya ia cukup kembali mengingat saja pengalamannya bersama Taufan dan relawan yang mendampinginya kala itu. Bisa membuat nyaman para orang tua yang memiliki anak berpenyakit seperti Taufan, sudah menbuat Yeni senang. Karena ia pernah mengalami masa-masa seperti itu, tentu Yeni jadi tahu apa yang orang tua pasien hadapi. 

Ada pula pengalaman yang membuat Yeni semakin giat dan mau melakukan kegiatan ini, karena seorang pasien bernama Riska. Kebetulan, Riska sama seperti Taufan, mengidal leukimia tipe AML. Time AML ini memang lebih berat dari jenis penyakit leukimia lainnya. Jadi Yeni bisa merasakan apa yang orang tua Riska rasakan. Saat bertemu dengannya, Yeni membagikan buku dari CountMeIn yang didukung oleh Zack. Menurut Yeni, support dan dukungan seperti ini memang dibutuhkan oleh pasien maupun keluarganya. Tetapi Yeni meliat, ternyata kebutuhan dasar mereka pun juga perlu dibantu. Ketika itu, ibunda Riska berkeluh kesah mengenai beratnya biaya transportasi yang harus ia tanggung setiap kali berangkat ke rumah sakit. Ibunda Riska harus mengeluarkan ongkos taksi sebesar Rp 500.000 pulang pergi karena Riska sudah tidak bisa berjalan lagi. Mendengar itu, Yeni seperti tertampar. Tetapi saat itu ia masih bingung apa yang bisa ia lakukan agar bisa membantu. Yeni kemudian meng-update semua cerita itu kepada Zack secara detail. Dan sekali lagi Zack mendukung dan menyebarkan informasi donasi lewat CountMeIn. Dengan cepatnya respons dan bantuan datang sehingga Yeni makin termotivasi untuk berbagi.

Sejak awal Yeni memang tidak pernah menjanjikan akan memberikan apa pun. Ia hanya datang untuk berbagi dan mengedukasi. Bingkisan yang ia berikan pun sebenarnya dibantu juga oleh salah seorang tetangganya, Inge. Bingkisan itu misalnya berupa boneka yang walau bukan baru tapi masih layak. Karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pasien dampingan adalah kebutuhan dasarnya. Kemudian Yeni mencoba mencari donasi sendiri dengan share di akun Facebook pribadi dan berbagi info di salah satu media berbahasa Inggris. Yeni menuliskan bahwa donasi bisa berupa popok sekali pakai (pospak), susu, mainan, ataupun nebulizer. Untuk pengiriman barang, Yeni juga masih menumpang alamat milik media tersebut agar lebih terpercaya. Selama enam bulan Yeni melakukan hal itu, berjalan sendiri. Tapi untungnya, Zack dan CountMeIn selalu mendukung langkahnya.


Kegiatan itu mengalir begitu saja tanpa ada target atau perencanaan. Ternyata, relawan banyak yang ingin bergabung. Donatur pun juga mulai banyak, tetapi kebanyakan para ekspatriat dan sekolah internasional yang membaca media berbahasa Inggris tersebut. Melihat respons yang positif, Zack kembali mendukung Yeni dengan mengadakan penggalangan dana di bulan November 2013. Saat itulah, Yeni bertemu dengan Wibowo Sulistyo. Saat itu, pria yang ia sapa Mas Bowo ini, menghampirinya dan mengatakan bahwa dirinya sebagai orang Indonesia malu, mengapa yang banyak membantu kegiatan Yeni malah kebanyakan ekspatriat. Jadi, Mas Bowo ingin membuatkan website gratis agar semua informasi kegiatan bisa mudah diakses dan menjangkau lebih banyak orang. Lucunya, saat itu Yeni sempat menolak bantuan dari Mas Bowo, karena ia tidak tahu apa-apa, dan hanya percaya dengan suaminya, Zack, dan Mbak Maya, seorang teman dari media berbahasa Inggris yang sering ia mintai tolong untuk menyebarkan info donasi. Untungnya, Yeni memang selalu bertemu dengan orang-orang yang tanpa pamrih ingin membantunya. Apalagi saat melihat donasi terus terkumpul, akhirnya Yeni dan suami sepakat mendirikan wadah Komunitas Taufan untuk berbagi, tepat pada tanggal 16 Desember 2013.

Komunitas Taufan ini bisa menjadi wadah penggerak relawan bagi pasien kanker dan penyakit berisiko tinggi pada anak. Tagline-nya ingin meringankan beban mereka dan berbagi keceriaan. Awalnya anggotanya hanya Yeni sendiri. Kemudian ia bertemu dengan seorang donatur bernama Andriana, yang meminta difasilitasi merayakan ulang tahun dengan berbagi bersama pasien dampingan. Merasa klik, akhirnya Yeni mengajak donatur yang biasa ia sapa Mbak Nana tersebut untuk ikut membantunya dalam kegiatan Komunitas Taufan. Mereka berdua kemudian mulai menyusun program Komunitas Taufan.

Di awal, karena hanya berdua, mereka memulainya dengan program sederhana seperti kunjungan ke pasien dampingan dan keluarga yang harus rawat inap di rumah sakit, yang diberi nama Bangsal Visit. Lalu juga ada Home Visit untuk mengunjungi pasien dampingan yang melakukan rawat jalan, dan Support Visit untuk melakukan kunjungan rutin ke rumah sakit menemui pasien lama atau baru, dan memberikan dukungan moral serta berbagi pengalaman atau menyampaikan bantuan dari donatur. Perkembangan Komunitas Taufan pun semakin bagus, dengan banyaknya relawan yang mulai bergabung. Donasi juga semakin besar sehingga program pun ditambah. Yakni ada Care4, yaitu santunan pasien mandiri, Kamubisa, yang aktif memberikan dukungan di media sosial, sampai kegiatan Charity Art Festival, untuk memperingati hari Kanker Anak Internasional setiap 15 Februari dan peduli kanker anak sebagai bagian program edukasi.


Untuk menarik perhatian relawan, Yeni kembali mengontak Mas Bowo agar website Komunitas Taufan bisa dibuatkan sekaligus mengajaknya bergabung. Karena bila lewat website, informasi jadi lebih mudah disebar. Selain itu Yeni juga membuat akun media sosial Komunitas Taufan di Twitter. Setiap minggu diadakan Bangsal Visit dan mengajak relawan bergabung. Setelah berjalan 9 bulan, Komunitas Taufan makin berkembang. Pertanggung jawabannya pun tentu semakin berat. Akhirnya, pada 29 September 2014, Yeni mendirikan Yayasan Komunitas Taufan untuk menjadi wadah semua aktifitas komunitas.

Sampai saat ini Yeni masih tidak menyangka, kegiatannya ini bisa besar dan berjalan lancar, karena sejak awal ia tidak pernah menargetkan apa pun, mengalir begitu saja. Sampai hari ini sudah ada lebih dari 475 pasien dampingan yang terdata yang telah diberikan donasi langsung. Jumlah relawan yang terdata melalui Indorelawan saja ada 180 orang. Selain relawan spontan yang tidak terdata, belum lagi relawan yang juga menjadi donatur.

Tentu banyak kendala atau tantangan yang Yeni rasakan dan hadapi selama menjadi relawan. Di awal, perjalanannya memang tidak mudah, mengingat ia datang sebagai relawan independen yang tidak memiliki bendera apa pun, masuk ke rumah sakit besar dan rujukan nasional pula. Ia juga tidak punya nama dan uang. Sempat mengajukan diri dengan mendaftarkan secara resmi ke RSCM, tetapi ditolak sebanyak tiga kali. Jadi, saat itu ia memang tidak memiliki MoU dan berurusan langsung dengan pihak rumah sakit. Yeni hanya fokus kepada pasien dampingan dan keluarganya. Jadi ia pun harus menjaga nama baik rumah sakit dan tidak membawa nama rumah sakit itu untuk kegiatan apa pun. Yeni betul-betul belajar dari pengalaman, memulai dari nol, masuk lewat celah-celah yang ada, dan kecemplung. Relawanlah yang menjadi gurunya. Dan sang anak yang menjadi inspirasinya. Mungkin, menurut Yeni, semua yang dilakukan dengan niat tulus dan baik memang akan selalu diberikan jalan dan kemudahan. Semua tantangan jadi lebih terasa ringan dan menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa. Yeni pun bersyukur, suaminya tetap memberikan dukungan walaupun kegiatannya semakin banyak. Apalagi sang suami melihatnya ini sangat bermanfaat untuk orang lain. Paling, Yeni diingatkan kalau sudah terasa capek, wajib istirahat sejenak.


Yeni juga masih menyimpan rencana untuk Yayasan Komunitas Taufan. Dalam jangka yang dekat, ia ingin memaksimalkan organisasi di Yayasan Komunitas Taufan. Sekarang relawan inti berjumlah 30 orang, merekalah yang membuat program lanjutan untuk memaksimalkan gerakan relawan. Mapping rumah sakit dan relawan juga makin terstruktur. Misalnya, pasien dampingan dibagi ke tiga golongan, yakni pasien dampingan berat, sedang, dan ringan. Untuk pasien dampingan berat, dibantu oleh Yeni langsung dan teman pengurus yayasan. Pasien dampingan sedang dibantu relawan inti, sedangkan pasien dampingan ringan bisa didampingi relawan lainnya, di luar relawan inti dan relawan spontan. Sementara untuk jangka panjangnya, Yeni berharap bisa memiliki Rumah Berbagi yang ada di sekitar rumah sakit, supaya pendampingan jadi lebih mudah dan biaya juga lebih murah. Berbeda dengan rumah singgah, Rumah Berbagi ini bisa membantu pasien dampingan untuk transit dan beristirahat. Karena biasanya, antrean untuk tindakan medis di rumah sakit bisa berlangsung dari pagi sampai sore. Maka, di Rumah Berbagi inilah nantinya mereka bisa beristirahat, dan ada relawan yang mendampingi untuk berbagi dan mengedukasi. Ada pula berbagai kegiatan yang bisa dilakukan, juga pendampingan moral. Rumah Berbagi juga bisa menjembatani relawan dengan berbagai potensi agar hasilnya maksimal untuk pasien dampingan dan keluarganya.







0 komentar:

Posting Komentar