Senin, 18 April 2016


Tahun 2010, dokter mendiagnosanya terkena kanker payudara stadium 3B. Kini, kanker itu sudah menyebar ke paru-paru dan getah beningnya. Tapi, perempuan cantik kelahiran Bukittinggi ini punya prinsip ‘take it easy’ menghadapi penyakitnya. Katanya, ia tak punya waktu untuk bersedih dan merenungi nasib. Hari-harinya masih disibukkan dengan pekerjaannya sebagai GM Marketing Communication and Circulation di sebuah media nasional serta mengurus komunitas Lovepink yang ia dirikan. Komunitas bagi para pasien kanker payudara itu kini sudah memiliki sekitar 400 anggota.

Shanti mendirikan Lovepink bermula di tahun 2011. Saat itu ia masih melakukan treatment setelah didiagnosa kanker payudara stadium 3B. Bulan-bulan pertama ia masih sendiri, tidak punya teman untuk berbagi. Barulah pada bulan ketiga, seorang teman mengenalkannya pada Madelina Mutia, yang juga baru didiagnosa kanker payudara. Mereka pun kemudian saling kontak dan janjian bertemu. Sejak itulah, setiap hari mereka saling berbagi cerita. Menurut Shanti, treatment untuk kanker payudara itu memang masanya cukup panjang, bisa berbulan-bulan. Jadi penderita memang perlu teman untuk berbagi. Dari saling berbagi itulah, mereka jadi merasa lebih kuat dan bersemangat, tidak takut menghadapi penyakitnya.


Dari awalnya hanya berdua, lambat laun setiap kali ada orang yang baru terdiagnosa kanker payudara, selalu direkomendasikan ke mereka untuk bisa saling berbagi. Dan makin lama jumlahnya pun bertambah banyak. Di tahun 2013 sudah ada 50 orang yang menjadi teman mereka. Karena itulah, Shanti merasa sudah saatnya ia lebih serius untuk membuat wadah khusus bagi perempuan yang hidup dengan kanker payudara, karena memang banyak yang butuh sarana untuk sharing. Bersama seluruh temannya itu ia lalu mengadakan pertemuan di tahun 2013 sekaligus meresmikan nama Lovepink. Pink diambil dari pink ribbon (pita pink), lambang kanker payudara sedunia. Sementara kata ‘Love’ itu berarti karena mereka memang harus bekerja dengan cinta. Kalau tidak ada cinta, tidak mungkin mereka bisa membantu orang lain. Komunitas Lovepink akhirnya resmi didirikan pada bulan Oktober 2013, bertepatan dengan Hari Kanker Payudara, dengan membuat acara fun walk.

Sebagian besar dari 50 member Lovepink saat itu banyak yang masih menjalani treatment, bahkan ada yang masih memakai kursi roda. Namun, yang menjadi kejutan, saat menggelar acara fun walk itu peserta yang bergabung bisa mencapai 700 orang. Ternyata, satu orang member turut pula membawa serta sahabat, keluarga, dan orang yang men-support mereka. Mereka masing-masing bisa mengajak 15-20 orang. Ini artinya pasien kanker payudara memang sangat membutuhkan support dari orang-orang di sekitarnya. Pasalnya, ketika seseorang sudah terdiagnisa kanker payudara, itu bukan masalahnya sendiri saja, tetapi juga menjadi masalah keluarga, sahabat, dan lingkungan terdekatnya.


Pilar Lovepink adalah mendampingi dan menguatkan mental pasien serta mengkampanyekan SADARI. Mereka memiliki web www.lovepinkindonesia.org. Juga membuat grup Whatsapp, yang setiap pagi ramai saling menyapa. Di grup tersebut juga ada dokter yang akan menjawab pertanyaan dari sisi medis, juga ahli nutrisi. Lovepink juga rutin mengadakan member gathering setiap bulan. Di sana biasanya diadakan talk show tentang banyak hal. Misalnya tentang healthy food atau sexual life setelah terkena kanker. Bisa dimaklumi, karena proses kemoterapi yang harus dijalani pasien kanker memang dapat mematikan sel-sel kewanitaan, sehingga tentu saja dapat mengganggu hubungan dengan pasangan. Tapi, tak hanya pada pasangan saja, sebenarnya bagi pasien sendiri pun ini juga jadi masalah khusus. Karena sudah sakit, mereka juga harus merasa bersalah karena tidak bisa melayani pasangan. Pada talk show itu mereka akan menghadirkan psikolog, dokter onkologi, bahkan turut memanggil pula para suami si pasien, agar bisa diketahui langsung bagaimana cara berbicara dengan suami terkait masalah ini. Selain talk show, Lovepink juga kerap mengadakan yoga atau olahraga bersama, dan berbagai acara lainnya. Sementara untuk acara besar, digelar setiap bulan Oktober bertepatan dengan Bulan Peduli Kanker Payudara. Di tahun 2015 mereka mengadakan Jakarta Goes Pink dengan peserta yang datang mencapai 9 ribu orang, jauh melebihi target mereka yang hanya 5 ribu orang seperti tahun sebelumnya. Ada juga beauty class, yang mengajak mereka untuk tetap berdandan agar membuat lebih percaya diri.

Tahun 2014, member Lovepink sudah mencapai 200-an, dan di tahun berikutnya makin meningkat menjadi sekitar 400-an. Di satu sisi Shanti senang karena dari komunitas yang ia dirikan itu banyak yang bisa terbantu. Tapi di sisi lain ada rasa tidak senang juga karena berarti jumlah penderita kanker payudara semakin banyak. Berdasarkan data dari WHO, satu dari 8 perempuan memang terdiagnosa kanker payudara. Bahkan di Indonesia, jumlahnya bisa 1 dari 10, dan terus naik. Menurut Shanti, member Lovepink juga ada di beberapa daerah, namun saat ini yang cukup aktif baru di Yogyakarta saja. Ia menyadari, karena orang-orang yang ada di daerah memang belum seterbuka orang di Jakarta, bahkan masih ada yang menganggap bahwa penyakit ini sebagai kutukan.



Kini dari 400 member Lovepink, 70 persennya masih menjalani treatment. Shanti menambahkan, selain membuat member gathering, Lovepink juga melakukan visitation atau kunjungan ke pasien kanker payudara lain. Mereka tak hanya membantu para member saja, tapi juga yang bukan member. Misalnya saja bila ada kenalan member yang sedang dirawat di ICU, mereka akan turut mendatangi. Kunjungan itu dibagi per wilayah, dan member terdekatlah yang akan dikirim. Ini agar si pasien tetap bersemangat dan tidak menyerah. Lovepink juga memberikan edukasi ke kantor-kantor, yang biasanya dilakukan di jam makan siang. Waktunya tak lama, cukup satu jam saja. Biasanya mereka sekaligus mengkampanyekan SADARI, yang merupakan cara paling gampang mendeteksi kanker payudara. Menurut Shanti SADARI sangat penting dilakukan, karena 80% pasien kanker payudara baru datang ke dokter pada stadium yang sudah lanjut. Ini karena early detection campaign-nya yang tidak berjalan baik. Berbeda dengan Singapura yang 80% pasien datang pada stadium dini karena kampanyenya sudah berjalan baik. Bahkan tahun 2020, Singapura berani memprediksi jumlahnya 0%. Karena semakin dini diketahui, pengobatan kanker payudara lebih simpel, biaya lebih murah, dan kesempatan hidup juga lebih besar.

Walau mengidap kanker payudara, sehari-harinya Shanti tetap terlihat selalu bersemangat dan tampil percaya diri. Itu memang harus ia lakukan karena sadar ada 400 orang member Lovepink yang selalu menunggu kehadirannya. Jadi ia tidak boleh kelihatan lemah di hadapan mereka. Apa pun prosesnya akan ia hadapi, termasuk saat harus menjalani kemoterapi berkali-kali. Shanti bercerita, saat terdiagnosa kanker payudara di tahun 2010, ia langsung berobat ke Singapura. Dan menginjak tahun ke lima, ketika mulai ada penyebaran kanker ke getah bening dan paru-paru, ia pun harus menjalani pengobatan lagi, kali ini ke Guangzhou, Tiongkok. Saat pertama kali didiagnosa kanker payudara, ia memang tidak punya waktu untuk down atau bersedih. Begitu diketahui kankernya sudah masuk stadium 3B, ia segera bertanya ke dokter, apa yang harus ia lakukan dan segera treatment. Ia pun mendatangi 6 dokter sekaligus. Karena tahu pengobatannya akan panjang, maka ia memang harus punya banyak dokter, jadi bila ada satu dokter yang berhalangan, segera ada penggantinya.



Shanti merasa, apa yang ia jalani saat ini memang sudah diatur oleh Tuhan, hingga ia bisa diberi kekuatan dan akhirnya bisa mendirikan Lovepink. Ia berpendapat, sebagai manusia ia akan menerima apa pun yang ditakdirkan Tuhan padanya, namun Tuhan juga harus kasih tahu jalannya supaya ia bisa sembuh. Prinsipnya, selama ia masih bisa bangun, ia tidak akan memperlihatkan kalau dirinya sakit. Semangat itulah yang akan ia tebarkan ke manapun, terlebih di dalam komunitas Lovepink. Shanti menjelaskan, sebetulnya yang paling ditakuti pasien kanker payudara itu bukan kemoterapinya, tapi proses sesudahnya. Karena sesudah kemoterapi, rambut pasien itu pasti akan rontok, walaupun sebetulnya rambut itu juga bisa tumbuh lagi. Maka, Shanti pun tak ragu saat harus membotaki kepalanya. Dari sini ia ingin memperlihatkan, bahwa meskipun botak, tapi masih tetap bisa terlihat cantik. Karena asal kecantikan itu yang penting dari dalam jiwa. Namun di luar itu, harus tetap berdandan dan tetap percaya diri.

Shanti pun menegaskan bahwa proses kemoterapi itu sebetulnya juga tidak sakit, karena hanyalah infus. Tapi efeknya memang yang tidak enak. Badan jadi terasa lemas, tenggorokan panas, kepala pusing, mual, dan sariawan. Jadi soal kepala yang jadi botak, bukanlah aspek penting yang harus dipikirkan. Toh, masalah itu bisa diakali dengan memakai wig atau kerudung. Shanti mencontohkan,  waktu awal-awal kemoterapi ia memiliki 30 koleksi wig. Setiap hari ia selalu berganti wig. Selesai kemoterapi, ia akan berdandan habis-habisan. Misalnya memakai wig yang berwarna terang, serasi dengan warna cat kukunya. Juga memakai bulu mata yang panjang. Berdandan seperti itu, ia hanya berusaha menciptakan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Karena memang bukan orang luar yang membuatnya happy, tapi dirinya sendiri. Walau efek sehabis kemoterapi masih terasa, ia pun tetap semangat berangkat kerja. Di kantor ia bisa melupakan penyakitnyta. Bila di kantor menemukan suasana yang tidak happy, ia akan kembali ke rumah. Shanti yakin, umur manusia itu di tangan Tuhan. Semua orang pada dasarnya juga akan mati dan tidak ada yang tahu kapan waktunya. Bisa jadi karena kanker, kecelakaan, atau sebab lain. Jadi ia sama sekali tidak takut mati. Akhirnya, setelah melihat dirinya yang selalu bersemangat, teman-teman di Lovepink pun jadi ikut semangat. Saat rambut mulai rontok, mereka tak canggung untuk berfoto selfie dengan ekspresi senang, lalu diunggah ke media sosial. Mereka sadar, meski rambut tinggal setengah, namun kalau tetap dandan, mereka pun masih tetap bisa kelihatan cantik, lucu, dan seksi. Sayangnya, memang tidak semua menyadarinya.



Selain kemoterapi, tahap lain yang juga cukup berat bagi perempan pasien kanker payudara adalah mastektomi atau pengangkatan payudara. Apalagi kalau pasangannya tidak mau menerima, pasti mereka akan kehilangan kepercayaan diri. Padahal sekarang semua itu bisa diatasi denga alat khusus. Jadi tidak ada yang tahu kalau sebelah payudaranya sudah diangkat. Shanti pun sudah menjalani operasi mastektomi di tahun 2010. Saat itu payudara sebelah kanannya harus diangkat. Yang ia lakukan, hanya berkata pada diri sendiri, bahwa semua yang ada di tubuhnya adalah kepunyaan Tuhan, ia hanya dipinjami saja. Jadi kalau Tuhan ingin mengambilnya lagi, maka ia pun harus rela mengembalikannya. Itulah prinsipnya, segala sesuatu harus tetap disyukuri, selagi ia masih bisa bernapas. Bagi Shanti, orang yang menderita sakit sepertinya, tapi tidak mau berobat dan terus-terusan down, mereka juga bisa dibilang egois. Karena sejatinya, mereka masih punya anak, suami, orangtua, dan keluarga yang juga harus diperhatikan. Jadi, sangat tidak adil kalau hanya diri sendiri saja yang ingin diperhatikan. Apalagi kalau memiliki anak yang masih kecil dan masih butuh perhatian. Kalau kita sedih, sudah pasti keluarga pun akan tambah sedih. Karena itulah, Shanti tidak pernah memperlihatkan sakitnya dihadapan orang lain, apalagi orangtua dan keluarganya. Ia tidak ingin mengganggu pikiran mereka.

Shanti pun beryukur, anaknya Calluella Trista Sinsieri, atau yang biasa disapa Gendis, tidak pernah merasa khawatir dengan penyakit yang diderita ibunya. Bila ada temannya yang bertanya tentang kondisi sang ibu, anak gadisnya itu akan mantap menjawab, bahwa ibunya baik-baik saja, dan masih terus bergaul. Tidak ada bedanya sebelum dan sesudah didiagnosa. Shanti tentu saja senang, karena berarti ia tidak mengganggu kehidupan si anak.



Saat menggelar acara Jakarta Goes Pink di tahun 2015 lalu, Shanti juga sekaligus me-launching aplikasi SADARI. Yakni aplikasi untuk mengingatkan setiap perempuan untuk mengecek payudara sendiri setiap bulan. Waktu terbaik mengecek adalah hari ke-7 sampai hari ke-10 masa menstruasi. Dan cara mengeceknya ada di aplikasi tersebut. Nama aplikasinya adalah lovepinkbreastties, yang bisa diunduh di Android dan versi iOS. Shanti berharap, ke depannya semua orang di dunia, khususnya perempuan, bisa memakai aplikasi tersebut. Meski saat ini baru ada versi bahasa Indonesia, namun ia akan segera menghadirkan versi bahasa Inggrisnya juga. Saat ini Lovepink juga sudah mendapatkan donasi dari seorang donatur yang sangat baik memberikan mobil USG. Mobil itu akan dipakai untuk kegiatan jemput bola, misalnya untuk memberikan edukasi dan visit pasien. Tim Lovepink akan mendatangi ke manapun tempat yang membutuhkan edukasi mengenai masalah kanker payudara secara gratis. Selain mobil USG, mereka juga mendapatkan donasi sebuah tempat untuk dijadikan kantor Lovepink Care.

0 komentar:

Posting Komentar