Jumat, 22 April 2016



Usianya masih terbilang muda. Namun, jangan tanya kiprahnya. Perempuan blasteran Melayu Siak dan Tionghoa kelahiran Padang, 39 Januari 1985 ini, sukses merintis usaha dari nol di Medan. Selain menaruh kepedulian terhadap pengembangan sektor UKM terutama di kalangan muda, ia juga peduli pada sektor pendidikan dan kesehatan masyarakat. Kini, Direktur CV Alcompany Indonesia yang juga peraih berbagai penghargaan ini tengah merintis sebuah pembangkit listrik tenaga micro hydro di pedalaman Nanggroe Aceh Darussalam.

Alween adalah anak kedua dari lima bersaudara yang dibesarkan dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Sedari kecil ia sudah terbiasa dengan hal-hal yang berbau bisnis. Sejak kelas lima SD, ia sudah ikut ibunya belanja ke pasar untuk kebutuhan warung kelontong di rumahnya. Lama-lama kegiatan itu menjadi hobinya. Ia merasa asyik setiap kali berurusan dengan hal-hal yang menghasilkan uang. Kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan juga semakin mengasah kepiawaian bisnis Alween. Baginya, menekuni hobi yang menghasilkan uang jauh lebih baik daripada hanya tidur atau istirahat di rumah orang tuanya saat libur kuliah. Ketika menimba ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara, Alween memang jarang pulang ke rumah. Pilihan itu sengaja diambilnya demi mengurangi beban sang ibu yang berstatus sebagai single parent. Alween tahu betul betapa besar pengorbanan ibunya. Bahkan, supaya ia bisa masuk kuliah, ibunya rela menjual sebidang tanah satu-satunya warisan mendiang sang ayah.

Sambil kuliah Alween bisa melakukan kerja apa saja atau serabutan, mulai dari mengajar privat, menjual tali pinggang dan ponsel second, sales kartu kredit, agen sepeda motor, bahkan pernah pula bekerja di perusahaan percetakan. Ia sama sekali tidak malu mengerjakan semua pekerjaan itu. Ia membayangkan, kalau sering pulang ke rumah, pasti akan menyusahkan orangtua. Paling tidak, meminta ongkos untuk kembali ke Medan. Tapi kalau ia memanfaatkan waktunya untuk mencari uang, ia tentu bisa memenuhi kebutuhan sendiri, seperti membayar kos, membeli buku, atau yang lainnya.

Suatu hari, di sela-sela kegiatan sebagai agen penjual ponsel bekas, ia melihat peluang bisnis lain. Ponsel bekas biasanya memang banyak yang rusak. Pernah ada seorang teman yang mengeluh ponselnya rusak. Alween lalu membantunya dengan membawa ponsel itu ke tukang reparasi untuk diperbaiki. Di tempat reparasi itu, ia memperhatikan bagaimana cara memperbaiki ponsel tersebut. Ia merasa sepertinya tidak sulit. Ia pun jadi tertarik kemudian mulai belajar sendiri cara memperbaiki ponsel rusak. Dibantu buku panduan yang dibelinya di toko buku, akhirnya ia bisa memperbaiki ponsel sendiri. Setiap ada ponsel rusak, teman-temannya selalu minta bantuan. Lama-lama Alween berpikir, mengapa tidak sekalian membuka klinik ponsel. Dan ternyata, responsnya cukup baik, terutama di sekitar kampus. Usaha klinik ponsel itu pun terus berkembang, meski tenaga kerjanya masih mengandalkan diri sendiri. Bila ditanya berapa modal awalnya membuka usaha tersebut, Alween berani bilang hampir nol. Karena ia memulai dengan sistem one man show alias kerja sendiri. Jadi tidak memerlukan bantuan orang lain.

Tahun 2008, atas saran seorang teman, ia mengikuti kompetisi Wirasausaha Muda Mandiri Kategori Mahasiswa. Alween mengaku awalnya sempat minder, karena bila dibandingkan kontestan lain yang menggunakan modal dan omzet besar hingga puluhan bahkan ratusan juta, omzet yang diperolehnya saat itu masih kecil. Penghasilannya hanya sekitar 1,2 juta per bulan. Tapi ia tidak putus asa, karena memiliki alasan yang mampu memukau dewan juri. Waktu itu ia menyampaikan bahwa kalau semua orang jadi pekerja, sementara yang butuh pekerjaan banyak, maka ia memilih menjadi pengusaha karena membuatnya bisa banyak berbagi kepada orang-orang dan tentu saja bisa membuka lahan pekerjaan buat orang lain. Dan akhirnya Alween pun  berhasil menjadi pemenang mewakili wilayah I Sumatera Bagian Utara, lalu dikirim ke Jakarta. Menjadi pemenang Wirausaha Muda Mandiri membuka peluang besar bagi perkembangan bisnisnya. Ia banyak mendapat masukan, ilmu, peluang, dan juga koneksi. Beberapa program kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan UKM tingkat daerah dan nasional, bahkan internasional, salah satunya China ASEAN Youth Camp Tahun 2010 pun ia ikuti. Selain itu, selalu saja ada undangan yang ia terima baik itu sebagai peserta maupun narasumber atau trainer untuk tingkat lokal maupun internasional seperti Malaysia, Singapura, dan juga Tiongkok.


Alween pun masih mengurusi bisnis klinik ponsel yang kian berkembang, salah satunya dengan memberanikan diri membuka usahanya di Plaza Grand Palladium, Medan. Tahun 2009, ia merekrut beberapa karyawan untuk klinik ponselnya. Jika target awal membuka klinik ponsel adalah untuk memperbaiki ponsel yang rusak, lama kelamaan berkembang ke arah pelatihan sumber daya manusia (SDM) yang mampu memperbaiki kerusakan ponsel tersebut. Ia membuka kelas pelatihan bagi siapa saja yang ingin belajar. Lalu di tahun 2010, Alween membuka usaha digital printing bernama Narsis Digital Printing di plaza yang sama. Tahun itu juga ia membuka Alcompany Indonesia, yang merupakan penggabungan perusahaan klinik ponsel, digital printing, pertanian, pengadaan pupuk, dan juga tambak ikan. Jadi semua usaha tersebut dibawah satu manajemen bernama Alcompany. Alween juga memiliki pelatihan kewirausahaan. Tidak hanya membuka toko yang menjual produk, tapi ia menawarkan konsep kemitraan bagi mereka yang mau membuka usaha. Ia membuat sistem manajemen dengan beberapa jalur. Dari berbagai bidang usaha yang ia jalani itu, usaha digital printing lah yang saat ini paling banyak diminati, khususnya oleh anak muda. Bisnis ini bahkan sudah merambah hingga ke negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Produknya bervariasi, mulai dari mug, pin, kaus, topi, dan lainnya. Banyak pesanan yang datang dari daerah dan negeri tetangga, terutama untuk souvenir. Saat ini, total omzet dari berbagai bisnis yang Alween miliki mencapai rata-rata Rp 100 juta per bulan dengan belasan karyawan. Bagi Alween, itu adalah hal yang membahagiakannya. Ia merasa karunia yang dititipkan Tuhan kepadanya adalah sesuatu yang patut disyukuri.

Alween mengaku saat ini merasa sudah tidak ingin apa-apa lagi selain bisa membahagiakan keluarga dan berbuat baik kepada sesama. Setiap bulan, ia selalu menyisihkan 10 persen dari total keuntungan usahanya untuk kelompok masyarakat tak mampu, mulai sunatan massal hingga program sejuta koin 1000 untuk membangun desa tertinggal di Lesten, Gayo Lues, Aceh. Secara rutin ia juga menggelar program amal berupa pelatihan mereparasi ponsel dan kewirausahaan secara gratis bagi mereka yang tak mampu tetapi memiliki minat menjadi pengusaha. Alween berharap, selesai pelatihan tersebut peserta bisa memiliki usaha sendiri. Minimal bisa memperkerjakan satu orang saja sudah bagus, karena bisa ikut mengurangi pengangguran. Ia pun berharap akan muncul semangat berwirausaha di kalangan muda sejak dini. Menurutnya, sukses berwirausaha itu bukan karena faktor keturunan, tapi karena faktor kemauan dan kebiasaan. Maka kita harus yakin dengan yang dikerjakan, kerja keras, dan pantang menyerah serta harus mampu berguna bagi orang lain.


Saat ini Alween juga sedang fokus mendirikan pembangkit listrik tenaga micro hydro di Desa Lesten di pedalaman Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam. Kondisi masyarakat desa ini digambarkannya sangat memprihatinkan. Tidak hanya dari segi ekonomi dan pendidikan, namun juga kesehatan. Di sana, ia ikut membantu membangun kamar mandi, WC, dan rumah baca karena kebutuhan itu sangat mendesak. Ketika ia datangi kampung itu di tahun 2013, belum ada WC di sana. Padahal secara potensi daerah itu cukup kaya. Kopi, nilam, dan cokelat banyak ditemukan di sana. Sayangnya, masyarakat Desa Lesten tetap hidup dalam kemiskinan. Banyak yang lumpuh akibat malnutrisi. Sekolah pun hanya ada satu, dan itu hanya tingkat sekolah dasar dengan bangunan yang tak layak. Akses transportasi ke sana juga sulit.

Karena pernah kuliah Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP-USU) di tahun 2003, kini Alween pun mulai berpikir untuk terjun ke dunia politik meski tidak dalam waktu dekat. Ia memiliki obsesi membuat perubahan terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat negeri ini. Untuk bisa mengubah sesuatu tersebut, maka ia pun harus terjun ke dunia politik, agar bisa mengetahui hitam atau putihnya dunia politik. Tapi ia sadar, untuk mewujudkan itu dirinya harus memiliki kondisi keuangan yang kuat.

Di waktu luang, Alween suka membaca biografi orang-orang sukses. Buku-buku seperti itulah yang selalu ia cari agar bisa memotivasi sekaligus meniru kunci kesuksesan mereka. Membacanya pun juga tidak perlu tempat dan waktu khusus, bisa ia lakukan di mana saja. Selain itu, Alween juga menyukai berpetualang yang sepertinya masih berhubungan dengan kegiatan sosial yang ia lakukan.


Bagi yang berniat terjun ke dunia bisnis, Alween memberi saran, bahwa untuk memulai usaha itu tidak harus menunggu modal besar karena biasanya ketika modal sudah terkumpul, usaha yang diinginkan sudah tidak begitu prospek lagi karena sudah banyak orang yang menggeluti. Ketika modal terkumpul, kita pun cenderung melirik usaha lain yang seringkali tidak kita mengerti dan hanya ikut-ikutan saja. Dan ketika modal sudah terkumpul, umumnya godaan pun makin besar malah cenderung jadi konsumtif. Maka, mulailah dari sesuatu yang kecil, nikmati prosesnya, rasakan getaran keberhasilan yang mengalir perlahan, dan yang terpenting action sedini mungkin.

0 komentar:

Posting Komentar