Ibu satu anak
kelahiran Bogor, 11 Juli 1982 ini tercatat sebagai juri World Barista Championship
(WBC). Padahal, saat namanya muncul pertama kali menjadi juri kompetisi barista pada 2008 lalu, wanita yang
pernah menjadi manajer beberapa band di ibukota ini sempat dicibir. Pemilik
Headline Café di kawasan Kemang, Jakarta Selatan ini juga punya banyak
kesibukan yang lain. Selain berprofesi sebagai Sales & Marketing Manager PT Javarabica (Caswells Coffee) sejak
2009 lalu, Mira juga aktif dalam berbagai asosiasi kopi di Indonesia.
Kopi memang
telah menjadi hidupnya sejak ia menjadi Marketing Manager PT Sari Opal Nutrition
(2004-2009). Karena tidak mau setengah-setengah berkarier, Mira rajin meningkatkan
pengetahuannya seputar kopi yang ternyata malah membawa dirinya memasuki dunia
kopi internasional. Sejak ditahbiskan oleh Coffee Quality Institute yang
berkantor pusat di Amerika Serikat menjadi Q
Grader (pencicip kopi profesional) pada tahun 2009, namanya pun sering
muncul menjadi juri pada lomba barista
di dalam dan luar negeri. Perempuan yang juga memiliki Star Cupper Licensed dari Specialty Coffee Association of America
(2009) dan Certified Barista dari
Gastrodome University, Kuala Lumpur (2008) ini pun masih terus mengembangkan
dirinya.
Mira menceritakan perjalanan karirnya yang dimulai dengan bekerja di sebuah manajemen band. Namun, karena ayahnya tidak suka melihatnya bekerja di dunia entertainment, ia lalu mencari pekerjaan lain. Kebetulan saat itu ada teman yang menawarkan bekerja di sebuah perusahaan kopi pada akhir tahun 2004. Karena itulah, ia harus mempelajari produk tersebut. Awalnya, Mira menganggap kopi adalah hal yang biasa. Itu hanya bagian dari pekerjaan yang ia lakukan dan belum menimbulkan ketertarikan untuk mengenalnya lebih dalam. Sampai kemudian ia baru menyadari bahwa dunia kopi ternyata sangat kompleks dan dinamis, sampai-sampai membuatnya kian penasaran. Sebut saja, saat membicarakan soal ‘pohon kopi’, itu bisa menjadi obrolan yang panjang. Belum lagi bila dengan buah kopi, mulai dari rasanya, hingga bagaimana karakternya. Dari jenis kopi yang sama dan telah melewati proses yang sama, ternyata rasanya bisa berbeda saat dibuat dengan alat yang berbeda. Hal itulah yang membuat Mira jadi terus penasaran. Ternyata bila bekerja di dunia kopi, ia harus terus mengikuti perkembangannya yang dinamis. Dan ini yang menurut Mira sangat seru.
Tahun 2008
berdiri sebuah asosiasi kopi, tempat orang-orang yang bekerja di dunia kopi
untuk sering berkumpul membicarakan kopi. Ketika bertemu dengan teman-teman di
sana, Mira merasa bahwa ia masih banyak ketinggalan soal ilmu kopi. Akibatnya,
ia termotivasi untuk belajar. Mira juga merasa, teman-teman yang ada di
asosiasi itu sangat seru, dan satu sama lain bisa saling belajar. Menurut Mira,
semakin kenal dengan kopi, semakin banyak hal yang belum diketahui, dan
akhirnya semakin termotivasi untuk mencari tahu. Dan rasanya sangat
membahagiakan sekali, seperti mendapatkan mainan baru bila menemukan kopi yang
enak.
Berlanjut di tahun 2009, kopi mulai happening di Indonesia. Walau sebenarnya euforia dan tren kopi di luar negeri sudah berlangsung lama. Ketika itu, bisa dibilang Indonesia sudah ketinggalan sekitar 4-5 tahun. Tapi sekarang hal itu sudah tidak lagi. Kini semakin banyak orang yang mengetahui kopi, jadi semakin seru dan bisa banyak yang dipelajari. Ketertarikan masyarakat akan kopi sudah mulai meningkat. Kalau membicarakan kopi, sekarang setiap orang sudah banyak yang mengerti. Perkembangannya luar biasa. Menurut Mira, saat ini tinggal ditingkatkan kualitas produk dan juga kualitas hasilnya. Kopi Indonesia pada dasarnya sudah bagus, tapi hasilnya tidak konsisten. Bahkan sekarang, Indonesia pun sudah bisa mengirim juara barista-nya untuk mengikuti kejuaraan Internasional, walau belum ada yang pernah masuk final.
Ada beberapa
langkah yang perlu dilakukan saat mencoba atau menilai kopi. Salah satunya
dengan mencium aromanya. Apakah ada wangi bunga-bunga, buah, dan lainnya. Ada
yang tercium samar, dan ada pula yang sangat kuat. Menurut Mira, semua orang
sebetulnya bisa menjadi cupper (pencicip
kopi), karena memang bisa dilatih. Semakin sering merasakan berbagai macam
kopi, akan terkalibrasi sehingga jadi bisa menilai.
Mira pertama kali menjadi juri kompetisi barista di tahun 2008. Saat itu panitia sengaja mengundang orang-orang yang dianggap pantas menjadi juri, dan ia menjadi salah satu yang diundang. Bahkan ia terpilih oleh kepala juri untuk menjadi juri sampai final. Pengalaman pertama itu diakui Mira sempat mengundang cibiran beberapa orang. Ada yang menganggapnya belum pantas karena sebelumnya tidak punya pengalaman menjadi juri. Tapi karena sudah terlanjur terpilih, Mira pun berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, dan menjadikan cibiran itu sebagai motivasi. Ia juga jadi makin semakan untuk terus belajar dan membuktikan diri. Ia bisa belajar dari mana saja, termasuk ketika menjadi juri. Saat barista presentasi, ia bisa belajar dari situ, saling berbagi pengetahuan. Sejak 2008 Mirna belajar barista, hingga kemudian di tahun 2009 ia lulus menjadi Q Frader, sertifikasi pencicip kopi profesional. Sampai saat ini ia pun masih terus menjadi juri, tak hanya di Indonesia, tapi juga ke beberapa negara seperti Singapura, Philipina, dan Thailand.
Tes juri
internasional baru bisa ia lakukan di tahun 2013, karena tahun-tahun sebelumnya
ia menikah, hamil, melahirkan, dan menyusui. Beruntung, ia lulus tes tersebut
dan tersertifikasi sebagai juri WBC. Tesnya dilakukan selama dua hari, di
antaranya ada tes tertulis pengetahuan kopi secara umum, tes menilai rasa, dan
juga membuat kopi. Bila sudah memiliki sertifikat itu Mira bisa menjadi Head Judge yang salah satu tugasnya
memperhatikan juri-juri yang lain, dan memastikan nilai mereka terkalibrasi.
Sehingga penilaiannya sangat obyektif. Untuk WBC sendiri Mira tercatat sebagai Sensory Judge, bagian minum untuk
merasakan kopi yang dibuat peserta.
Tentu banyak pengalaman menarik selama Mira menjadi juri WBC. Selain bisa jalan-jalan ke luar negeri, ia juga bisa bertemu dengan orang yang memiliki ketertarikan yang sama, dan para barista yang selama ini hanya bisa dilihat di media sosial. Karena itulah Mira berterima kasih sekali pada kopi. Karena lewat kopi, ia bisa pergi ke mana-mana, bukan hanya ke kebun kopi saja, tapi juga ke beberapa negara. Misalnya, di tahun 2014 ia pernah diminta menjadi juri kejuaraan barista dunia yang digelar di Rimini, Italia. Saat itu, baru mendengarnya saja, Mira bingung, di mana letak Rimini ? Ternyata menurutnya, itu seperti Bali-nya Italia. Ketika di sana, Mira pun tak henti-hentinya bersyukur bisa sampai di situ. Di tahun 2015, ia kembali menjadi juri di Tiongkok, dan tahun 2016 WBC di gelar di Dublin, Irlandia. Hal-hal itulah yang selalu membuatnya semangat untuk menjadi juri. Mira juga menjelaskan, untuk menjadi juri, masa expired-nya 3 tahun. Bila sudah expired, maka harus apply lagi dan ikut ujian lagi agar tersertifikasi.
Selain bekerja
di Caswells, saat ini Mira dan suami juga memiliki sebuah kafe bernama Headline
yang sudah berdiri sejak 2013. Kafe itu adalah bentuk kesukaan mereka berdua
terhadap kopi dan merupakan proyek idealis. Kopi-kopi yang disajikan di kafe
tersebut adalah hasil pilihan mereka berdua. Mira pun selalu berusaha mengisi
waktu luangnya bersama keluarga. Karena ia sadar, setiap hari sudah sibuk dengan
beragam urusan pekerja, belum lagi kalau harus menjadi juri. Jadi bila ada
waktu luang, lebih baik digunakan bersama keluarga.
Rencana ke
depan, untuk pekerjaannya di Caswells sudah ada beberapa proyek yang sedang
disiapkan. Setelah pindah lokasi kantor, kini di tempat yang baru ada fasilitas
certified lab bagi mereka yang mau
belajar menjadi cupper. Ada juga barista class, untuk mereka yang mau
menjadi barista. Selain itu, Mira dan
suami juga akan terus membangun Headline menjadi lebih besar lagi.
0 komentar:
Posting Komentar