Ibu tiga anak ini bukan dokter gigi biasa. Zahrotur Riyad memiliki kepedulian yang sangat besar pada remaja di tempat tugasnya, Batam. Sebagai dokter gigi di daerah terpencil, ia harus berkeliling ke berbagai kepulauan kecil. Namun, ia masih menyempatkan diri memberi edukasi kesehatan dan otivasi kepada para remaja di berbagai sekolah.
Ia lahir dan
besar di kota Lumajang, Jawa Timur. Setelah tamat SMP Negri 1 Lumajang, bungsu
dari 10 bersaudara ini kemudian melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Lumajang.
Lalu kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya.
Setelah lulus kuliah, Zahrotur mengikuti sang suami, Achmad Khalis Tontowi ke
Jakarta. Kebetulan, Khalis, lulusan Institit Teknologi Surabaya, diterima
bekerja di sebuah perusahaan konsultan asal Jepang. Menurut suaminya,
pekerjaannya sebetulnya sangat menyenangkan, tetapi jam kerjanya sangat padat.
Bahkan, waktu untuk keluarga nyaris tidak ada. Suaminya pun kemudian pindah
bekerja di sebuah perusahaan tambang minyak lepas pantai di Batam. Ia dan suami
akhirnya pindah ke Batam. Tapi suaminya lagi-lagi pindah kerja ke sebuah
perusahaan yang berkantor di Singapura. Jadilah, sehari-harinya harus pulang
pergi Batam-Singapura.
Setelah pindah
dari Jakarta ke Batam itulah, Zahrotur mulai mengabdikan diri sebagai dokter
gigi sampai akhirnya diterima menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dan sejak
2010 lalu, ia berdinas di Puskesmas Galang, Batam, yang berjarak sekitar 70
kilometer dari rumahnya. Namun, meski berdinas di Pulau Galang, wilayah kerja
Zahrotur ternyata sangat luas, termasuk ke pulau-pulau kecil di sekitarnya. Di
sana memang ada lebih dari 100 pulau. Tetapi dari sekian banyak pulau, yang
berpenghuni hanya sekitar 35 pulau. Dan karena di pulau-pulau tersebut tidak
ada tenaga kesehatan yang memadai, setiap minggu atau paling lama dua minggu
sekali, Zahrotur pun harus berkeliling ke pulau-pulau tersebut.
Beruntung, tim
yang dimiliki Zahrotur untuk berkeliling ke pulau-pulau itu sangat kompak dan
personelnya juga hebat. Saat berangkat, selain dirinya, juga ada dokter umum,
perawat, ahli gizi, bidan dan lain-lan. Mereka menyewa perahu, lalu berangkat
di pagi hari, kemudian kembali sore menjelang senja. Pulau terjauh yang
didatangi adalah Pulau Petong, yang membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai ke
sana. Ada satu pengalaman tak terlupakan bagi Zahrotur. Saat itu ia bersama
timnya sedang menuju suatu pulau, lalu tiba-tiba mesin perahu yang mereka
tumpangi rusak. Alhasil, mereka sempat terombang-ambing di tengah laut, padahal
ombaknya cukup tinggi. Beruntung, tak lama kemudian mesin dapat diperbaiki.
Suatu ketika,
Zahrotur juga sempat deg-degan tatkala praktik di Pulau Petong. Waktu itu,
jumlah pasien yang datang cukup banyak, sekitar 70 orang. Di antara pasien
tersebut, terdapat seorang ibu yang giginya sudah rusak semua. Karena tidak ada
tindakan lain, terpaksa ia mencabut tiga buah gigi ibu itu. Yang membuatnya
ketakutan, setelah dicabut dan hendak mengambil obat, ibu itu mendadak pingsan.
Tentu saja Zahrotur sempat ketakutan. Apalagi ketika ia melihat denyut nadi ibu
itu sempat hilang. Bayangannya waktu itu, ia akan masuk penjara. Kalau itu
sampai terjadi, ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib anak-anaknya yang
masih kecil. Tapi beruntung, setelah dilakukan pertolongan oleh dokter umum,
lambat laun denyut nadinya muncul dan kesadaran ibu itu kembali pulih. Bahkan
saat tersadar, si ibu tersebut langsung memeluk Zahrotur.
Selain
memberikan bantuan kesehatan, Zahrotur juga memberikan edukasi kesehatan kepada
pasien-pasiennya. Misalnya soal gigi. Ia memberitahukan pada para pasiennya
bahwa tindakan medis adalah langkah terakhir. Artinya, kalau bisa dilakukan
perawatan dengan baik, tentu gigi tidak perlu dicabut. Paling tidak bisa
ditunda. Zahrotur menceritakan, ada pasien di sana yang justru minta semua
giginya dicabut dan diganti gigi palsu. Maka, dengan kunjungan seperti itu, ia bisa
menjelaskan bahwa sebisa mungkin gigi asli harus tetap dipertahankan.
Selain
mengabdikan diri sebagai dokter gigi, Zahrotur juga memberikan edukasi kepada
para remaja pelajar. Bermula, ketika pemerintah meluncurkan sebuah program yang
disebut Program Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja. Program itu benar-benar
menggelitik batinnya. Kebetulan, ia sendiri memang sangat tertarik pada dunia
remaja, dan merasa lebih bisa berkomunikasi dengan remaja. Zahrotur kemudian
meminta izin kepada kepala Puskesmas untuk melakukan edukasi kepada remaja
pelajar sekolah di kawasan Pulau Galang. Begitu mendapat izin, sejak tahun
2011, setiap hari Sabtu ia berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain untuk
memberi edukasi. Sebelumnya ia sudah berkoordinasi dulu dengan pihak sekolah
yang akan ia tuju sehingga bisa diberi waktu yang cukup.
Zahrotur rela
bersusah payah melakukan hal itu karena prihatin terhadap kehidupan remaja di
Batam. Pergaulan bebas sudah mulai merambah pelosok-pelosok kampung. Bahkan,
pernah ada seorang siswi SMP yang terpaksa dikeluarkan dari sekolah lantaran
hamil, padahal waktu itu menjelang ujian nasional. Belum lagi peredaran narkoba
yang juga sudah mulai masuk ke kampung-kampung. Sangat memprihatinkan. Usahanya
pun tak sia-sia, setelah edukasi itu berjalan beberapa waktu, angka kelahiran
di luar nikah terbukti turun. Masalah lainnya adalah minimnya pengetahuan umum
para remaja di sana. Bahkan, yang membuat Zahrotur kaget, para remaja ini tidak
bisa menjawab pertanyaan sederhana, seperti “ Di manakah menara Eiffel berada
?” atau “Moammar Khadafi mantan presiden negara mana ?”. Namun, kalau soal
kehidupan artis di infotaintment mereka
justru bisa mengerti.
Ada banyak materi
yang biasa disampaikan Zahrotur kepada para remaja tadi. Selain edukasi tentang
kesehatan, juga edukasi tentang kesehatan reproduksi, bahaya seks pranikah,
bahaya narkoba, juga motivasi tentang pentingnya menata masa depan. Ia selalu
mengatakan kepada mereka bahwa setiap anak harus memiliki mimpi atau cita-cita.
Dan cita-cita ini sebisa mungkin harus diraih. Zahrotur sengaja menanamkan akan
hal ini, karena kebanyakan anak di sana setelah tamat SMP tidak melanjutkan
sekolah lagi, tapi bekerja menjadi nelayan seperti orangtuanya. Zahrotur pun
bersyukur, ketika pada 2014 ada seorang anak di sana yang bisa tamat SMA, dan
diterima sekaligus mendapat beasiswa sekolah pelayaran di Makassar.
Selain sharing, Zahrotur juga menggunakan
metode unik, yakni dengan memutar film. Ia sengaja memakai media film karena
lebih mudah diterima. Jadi, setiap kali bertemu, ia selalu membawa layar dan in focus, kemudian ia putarkan film-film
yang memiliki pesan motivasi serta perjuangan. Misalnya, film Hunger Games:
Catching Fire yang diangkat dari novel karya Suzanne Collins. Film ini berkisah
tentang perjuangan seorang perempuan tangguh yang memiliki visi. Ia juga senang
karena kebetulan dirinya juga menyukai film, jadi sama-sama bisa menontonnya. Bahkan
karena senangnya, begitu Zahrotur datang, biasanya yang mereka tanyakan adalah
filmnya terlebih dahulu.
Berbagai
aktivitas dan kegiatan yang menyita perhatian dan waktu itu tentu tak lepas
dari peran orang-orang di sekelilingnya. Selain almarhum orangtuanya, salah
seorang yang sangat berperan pada Zahrotur adalah sang suami. Ia sangat
bersyukur karena Tuhan telah memberikan suami yang sangat baik dan yang bisa
mendidik setiap langkahnya. Suaminya yang asal Madura memiliki watak cukup
keras, namun teguh dalam hal prinsip dan pendirian. Ia sendiri dalam melakukan
aktivitas sosialnya ini tak lepas dari dukungan suaminya. Sikap itu menjadi
prinsip keduanya saat hendak menikah. Sebelum menikah, suaminya mengatakan bahwa
perkawinan sebaiknya tidak hanya memberi manfaat bagi keluarga saja, tetapi
juga memberi manfaat bagi orang lain.
Misalnya,
kalau uang untuk jatah belanja habis untuk membantu janda yang tengah
kekurangan atau uang belanjanya diberikan kepada seorang ibu untuk membayar
sekolah anaknya, suaminya justru senang. Tapi sebaliknya, kalau uangnya habis
karena ia pakai untuk membeli sesuatu di mal, suaminya kurang suka. Suaminya memiliki
filosofi bahwa kebutuhan diri kita cukup satu, tetapi untuk orang lain harus
dua atau lebih banyak. Kini, selain sibuk dengan aktivitasnya sebagai dokter
gigi dan motivator, Zahrotur juga sibuk membesarkan ketiga buah hatinya, Adila
Ulfia Maula, Safaraz Abdala Rusdan, dan Nayra Azkia Mechana. Ia selalu berusaha
mendidik anak-anaknya agar bisa mandiri.
Salah satu
contoh, sehari-hari Zahrotur tidak pernah memberi uang jajan kepada
anak-anaknya, tetapi cukup diberikan bekal dari rumah. Namun, tentu saja
sekali-sekali jajan bersama teman-temannya diperbolehkan. Ia juga punya kebiasaan,
setiap kali anaknya ditraktir oleh temannya, keesokan harinya ia meminta
anaknya untuk mentraktir balik. Karena pada dasarnya setiap orang harus
memberi, jangan sebaliknya.
0 komentar:
Posting Komentar