Sabtu, 11 April 2015




Ibu tiga anak ini bukan dokter gigi biasa. Zahrotur Riyad memiliki kepedulian yang sangat besar pada remaja di tempat tugasnya, Batam. Sebagai dokter gigi di daerah terpencil, ia harus berkeliling ke berbagai kepulauan kecil. Namun, ia masih menyempatkan diri memberi edukasi kesehatan dan otivasi kepada para remaja di berbagai sekolah.

Ia lahir dan besar di kota Lumajang, Jawa Timur. Setelah tamat SMP Negri 1 Lumajang, bungsu dari 10 bersaudara ini kemudian melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Lumajang. Lalu kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya. Setelah lulus kuliah, Zahrotur mengikuti sang suami, Achmad Khalis Tontowi ke Jakarta. Kebetulan, Khalis, lulusan Institit Teknologi Surabaya, diterima bekerja di sebuah perusahaan konsultan asal Jepang. Menurut suaminya, pekerjaannya sebetulnya sangat menyenangkan, tetapi jam kerjanya sangat padat. Bahkan, waktu untuk keluarga nyaris tidak ada. Suaminya pun kemudian pindah bekerja di sebuah perusahaan tambang minyak lepas pantai di Batam. Ia dan suami akhirnya pindah ke Batam. Tapi suaminya lagi-lagi pindah kerja ke sebuah perusahaan yang berkantor di Singapura. Jadilah, sehari-harinya harus pulang pergi Batam-Singapura.

Setelah pindah dari Jakarta ke Batam itulah, Zahrotur mulai mengabdikan diri sebagai dokter gigi sampai akhirnya diterima menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dan sejak 2010 lalu, ia berdinas di Puskesmas Galang, Batam, yang berjarak sekitar 70 kilometer dari rumahnya. Namun, meski berdinas di Pulau Galang, wilayah kerja Zahrotur ternyata sangat luas, termasuk ke pulau-pulau kecil di sekitarnya. Di sana memang ada lebih dari 100 pulau. Tetapi dari sekian banyak pulau, yang berpenghuni hanya sekitar 35 pulau. Dan karena di pulau-pulau tersebut tidak ada tenaga kesehatan yang memadai, setiap minggu atau paling lama dua minggu sekali, Zahrotur pun harus berkeliling ke pulau-pulau tersebut.

Beruntung, tim yang dimiliki Zahrotur untuk berkeliling ke pulau-pulau itu sangat kompak dan personelnya juga hebat. Saat berangkat, selain dirinya, juga ada dokter umum, perawat, ahli gizi, bidan dan lain-lan. Mereka menyewa perahu, lalu berangkat di pagi hari, kemudian kembali sore menjelang senja. Pulau terjauh yang didatangi adalah Pulau Petong, yang membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai ke sana. Ada satu pengalaman tak terlupakan bagi Zahrotur. Saat itu ia bersama timnya sedang menuju suatu pulau, lalu tiba-tiba mesin perahu yang mereka tumpangi rusak. Alhasil, mereka sempat terombang-ambing di tengah laut, padahal ombaknya cukup tinggi. Beruntung, tak lama kemudian mesin dapat diperbaiki.

Suatu ketika, Zahrotur juga sempat deg-degan tatkala praktik di Pulau Petong. Waktu itu, jumlah pasien yang datang cukup banyak, sekitar 70 orang. Di antara pasien tersebut, terdapat seorang ibu yang giginya sudah rusak semua. Karena tidak ada tindakan lain, terpaksa ia mencabut tiga buah gigi ibu itu. Yang membuatnya ketakutan, setelah dicabut dan hendak mengambil obat, ibu itu mendadak pingsan. Tentu saja Zahrotur sempat ketakutan. Apalagi ketika ia melihat denyut nadi ibu itu sempat hilang. Bayangannya waktu itu, ia akan masuk penjara. Kalau itu sampai terjadi, ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib anak-anaknya yang masih kecil. Tapi beruntung, setelah dilakukan pertolongan oleh dokter umum, lambat laun denyut nadinya muncul dan kesadaran ibu itu kembali pulih. Bahkan saat tersadar, si ibu tersebut langsung memeluk Zahrotur.

Selain memberikan bantuan kesehatan, Zahrotur juga memberikan edukasi kesehatan kepada pasien-pasiennya. Misalnya soal gigi. Ia memberitahukan pada para pasiennya bahwa tindakan medis adalah langkah terakhir. Artinya, kalau bisa dilakukan perawatan dengan baik, tentu gigi tidak perlu dicabut. Paling tidak bisa ditunda. Zahrotur menceritakan, ada pasien di sana yang justru minta semua giginya dicabut dan diganti gigi palsu. Maka, dengan kunjungan seperti itu, ia bisa menjelaskan bahwa sebisa mungkin gigi asli harus tetap dipertahankan.

Selain mengabdikan diri sebagai dokter gigi, Zahrotur juga memberikan edukasi kepada para remaja pelajar. Bermula, ketika pemerintah meluncurkan sebuah program yang disebut Program Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja. Program itu benar-benar menggelitik batinnya. Kebetulan, ia sendiri memang sangat tertarik pada dunia remaja, dan merasa lebih bisa berkomunikasi dengan remaja. Zahrotur kemudian meminta izin kepada kepala Puskesmas untuk melakukan edukasi kepada remaja pelajar sekolah di kawasan Pulau Galang. Begitu mendapat izin, sejak tahun 2011, setiap hari Sabtu ia berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain untuk memberi edukasi. Sebelumnya ia sudah berkoordinasi dulu dengan pihak sekolah yang akan ia tuju sehingga bisa diberi waktu yang cukup.


Zahrotur rela bersusah payah melakukan hal itu karena prihatin terhadap kehidupan remaja di Batam. Pergaulan bebas sudah mulai merambah pelosok-pelosok kampung. Bahkan, pernah ada seorang siswi SMP yang terpaksa dikeluarkan dari sekolah lantaran hamil, padahal waktu itu menjelang ujian nasional. Belum lagi peredaran narkoba yang juga sudah mulai masuk ke kampung-kampung. Sangat memprihatinkan. Usahanya pun tak sia-sia, setelah edukasi itu berjalan beberapa waktu, angka kelahiran di luar nikah terbukti turun. Masalah lainnya adalah minimnya pengetahuan umum para remaja di sana. Bahkan, yang membuat Zahrotur kaget, para remaja ini tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana, seperti “ Di manakah menara Eiffel berada ?” atau “Moammar Khadafi mantan presiden negara mana ?”. Namun, kalau soal kehidupan artis di infotaintment mereka justru bisa mengerti.

Ada banyak materi yang biasa disampaikan Zahrotur kepada para remaja tadi. Selain edukasi tentang kesehatan, juga edukasi tentang kesehatan reproduksi, bahaya seks pranikah, bahaya narkoba, juga motivasi tentang pentingnya menata masa depan. Ia selalu mengatakan kepada mereka bahwa setiap anak harus memiliki mimpi atau cita-cita. Dan cita-cita ini sebisa mungkin harus diraih. Zahrotur sengaja menanamkan akan hal ini, karena kebanyakan anak di sana setelah tamat SMP tidak melanjutkan sekolah lagi, tapi bekerja menjadi nelayan seperti orangtuanya. Zahrotur pun bersyukur, ketika pada 2014 ada seorang anak di sana yang bisa tamat SMA, dan diterima sekaligus mendapat beasiswa sekolah pelayaran di Makassar.

Selain sharing, Zahrotur juga menggunakan metode unik, yakni dengan memutar film. Ia sengaja memakai media film karena lebih mudah diterima. Jadi, setiap kali bertemu, ia selalu membawa layar dan in focus, kemudian ia putarkan film-film yang memiliki pesan motivasi serta perjuangan. Misalnya, film Hunger Games: Catching Fire yang diangkat dari novel karya Suzanne Collins. Film ini berkisah tentang perjuangan seorang perempuan tangguh yang memiliki visi. Ia juga senang karena kebetulan dirinya juga menyukai film, jadi sama-sama bisa menontonnya. Bahkan karena senangnya, begitu Zahrotur datang, biasanya yang mereka tanyakan adalah filmnya terlebih dahulu.


Berbagai aktivitas dan kegiatan yang menyita perhatian dan waktu itu tentu tak lepas dari peran orang-orang di sekelilingnya. Selain almarhum orangtuanya, salah seorang yang sangat berperan pada Zahrotur adalah sang suami. Ia sangat bersyukur karena Tuhan telah memberikan suami yang sangat baik dan yang bisa mendidik setiap langkahnya. Suaminya yang asal Madura memiliki watak cukup keras, namun teguh dalam hal prinsip dan pendirian. Ia sendiri dalam melakukan aktivitas sosialnya ini tak lepas dari dukungan suaminya. Sikap itu menjadi prinsip keduanya saat hendak menikah. Sebelum menikah, suaminya mengatakan bahwa perkawinan sebaiknya tidak hanya memberi manfaat bagi keluarga saja, tetapi juga memberi manfaat bagi orang lain.

Misalnya, kalau uang untuk jatah belanja habis untuk membantu janda yang tengah kekurangan atau uang belanjanya diberikan kepada seorang ibu untuk membayar sekolah anaknya, suaminya justru senang. Tapi sebaliknya, kalau uangnya habis karena ia pakai untuk membeli sesuatu di mal, suaminya kurang suka. Suaminya memiliki filosofi bahwa kebutuhan diri kita cukup satu, tetapi untuk orang lain harus dua atau lebih banyak. Kini, selain sibuk dengan aktivitasnya sebagai dokter gigi dan motivator, Zahrotur juga sibuk membesarkan ketiga buah hatinya, Adila Ulfia Maula, Safaraz Abdala Rusdan, dan Nayra Azkia Mechana. Ia selalu berusaha mendidik anak-anaknya agar bisa mandiri.

Salah satu contoh, sehari-hari Zahrotur tidak pernah memberi uang jajan kepada anak-anaknya, tetapi cukup diberikan bekal dari rumah. Namun, tentu saja sekali-sekali jajan bersama teman-temannya diperbolehkan. Ia juga punya kebiasaan, setiap kali anaknya ditraktir oleh temannya, keesokan harinya ia meminta anaknya untuk mentraktir balik. Karena pada dasarnya setiap orang harus memberi, jangan sebaliknya.

0 komentar:

Posting Komentar