Berbagai penghargaan yang diraih sejak muda tak membuatnya berpuas diri. Ibu dua anak ini malah makin terpacu untuk terus berprestasi. Lewat batik, ia mengangkat dan mengenalkan potensi daerah asalnya, Sukabumi. Dialah Tenny Hasyanti yang menggagas dan mempopulerkan batik Sukabumi.
Rasa cinta
pada kota kelahiran, Sukabumi, dituangkan Tenny Hasyanti lewat karya yang bisa
dinikmati semua orang, yakni batik. Batik Sukabumi lahir dari kreativitas
lulusan Seni Rupa Sekolah Desain Bandung ini. Tenny dengan piawai mencoretkan
karakter-karakter yang identik dengan kota Sukabumi dalam selembar kain batik.
Beragam motif seperti karakter penyu yang terinspirasi dari penangkaran penyu
di Ujung Genteng, daun teh, pohon pisang kole dan masih banyak lagi menghiasi
selembar kain batik yang indah berikut nilai filosofisnya. Istri dari Evo Ahmad
Genaf ini mengaku beruntung lahir dalam keluarga yang mencintai dunia seni. Tak
hanya sang Ayah dan sang Bunda yang mendukungnya berkecimpung di dunia seni,
suaminya pun seorang penikmat seni. Kegiatannya di bidang ini juga merupakan passion-nya yang sangat ia nikmati.
Kecintaannya
pada seni juga membawa Tenny meraih penghargaan sejak muda. Tahun 1991, ia
sudah memenangi Lomba Desain Batu Aji, batu asal Sukabumi, pada acara yang
dihelat Dekranas, juga memenangi Lomba Desain Aksesoris LPM tahun 1992, Lomba
Desain Heart Collection World Gold Council tahun 1994. Dari kemenangannya di
berbagai kompetisi tersebut, Tenny pun jadi semakin tertantang untuk terus
membuat inovasi. Dengan prestasi yang dimilikinya, akhirnya ia dipinang salah
satu perusahaan desain perhiasan emas besar di Jakarta. Sejak saat itu, Tenny
pun serius belajar mendesain perhiasan dan menjadi desainer perhiasan, sambil
tetap terus mengikuti kompetisi. Sayangnya, saat krisis moneter tahun 1998 ia
harus keluar dari perusahaan tersebut, dan memulai berwiraswasta.
Sambil
berwiraswasta, ibu dari Cindynissa Tamara dan Shafanissa Ganefiani ini
mengambil sekolah mode jurusan Ilmu Merancang Busana di Perguruan Tinggi Desain
Mode Bandung. Dengan modal keahlian yang dimilikinya, Tenny memulai berbagai
usaha kerajinan, dari daur ulang, membuat bros penyu, aplikasi untuk busana,
hingga boneka dari limbah. Berbekal modal kecil dan memulainya dari garasi rumah,
ia pun merangkul ibu-ibu rumah tangga di lingkungan sekitar dan anak-anak putus
sekolah untuk diajari membuat kerajinan. Untuk memasarkan hasilnya, Tenny rutin
mengikuti berbagai pameran, baik yang ada di daerahnya hingga ke Jakarta. Saat
mengikuti berbagai pameran, Tenny selalu kagum dan tertarik pada kain batik
yang banyak ragamnya. Ia pun menilai bisnis batik punya potensi yang besar. Akhirnya,
ia mulai belajar dan membuat batik ke beberapa pengrajin. Semakin ia
mempelajari batik, ia semakin tertarik untuk bisa membuat batik khas Sukabumi.
Apalagi saat itu, oleh-oleh khas Sukabumi hanyalah panganan atau camilan. Belum
ada yang identik.
Namun, Tenny
tidak langsung berbisnis. Ia masih harus melakukan trial error sampai yakin bisa. Ia bahkan mengunjungi berbagai
sentra batik di beberapa kota, seperti Pekalongan, Solo, Yogyakarta. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, Tenny juga banyak berdiskusi dengan
teman-temannya di dunia tekstil. Setelah semakin yakin dan merasa bisa, ia tak
serta merta membuka usaha tetapi memilih memberikan pelatihan terlebih dahulu ke
pada ibu rumah tangga, anak putus sekolah, sampai murid-murid di SLB Budi Mulia
Sukabumi, sambil terus mengembangkan motif dan pola yang akan ia angkat. Di SLB
Budi Mulia Sukabumi, banyak anak tuna rungu yang ia beri pelatihan mencanting
batik, dan ternyata mereka tertarik untuk terus mengembangkannya. Tenny ingin
memperkenalkan bahwa Sukabumi juga punya batik yang tak kalah indah dan
bagusnya.
Setelah
beberapa tahun memberikan pelatihan, Tenny semakin merasa tertantang, karena banyak
dari mereka yang sudah mahir mencanting butuh pekerjaan. Akhirnya, dengan modal
nekat, tahun 2007 Tenny mulai menekuninya menjadi usaha. Tenny, yang mendapat
dukungan dari Rumah Inspirasi Ingrid Kansil, pun mendapatkan order pertama.
Selanjutnya order terus berdatangan. Pameran pun juga selalu ia ikuti agar semakin
banyak yang kenal batik Sukabumi.
Seiring
berjalannya waktu, usaha Tenny berbuah manis. Budayawan Sukabumi pun akhirnya
turut membantu memberikan ide dan inspirasi filosofis kota Sukabumi untuk
batiknya. Motif-motif batik Sukabumni akhirnya semakin berkembang, dari hanya 4
motif kini sudah lebih dari 20 motif. Tahun 2008, Tenny me-launching batik Sukabumi didampingi Kadis Perindagkop, juga
walikota Sukabumi saat itu, H. Mokh. Muslikh Abdussyukur. Menurut Tenny,
respons yang diterima cukup baik, produksinya pun makin meningkat. Kini ia
memiliki 40 karyawan, termasuk 10 tenaga kerja tuna rungu. Sukabumi pun
akhirnya mempunyai alternatif oleh-oleh berupa batik yang bisa dibanggakan.
Tanggal 26
April 2010, Tenny melakukan launching
batik Sukabumi yang kedua kalinya dengan menggandeng lebih banyak pihak. Batik
Sukabumi miliknya pun langsung meroket. Pesanan terus bertambah, bila yang tadinya
100 helai kain setiap bulan, bisa menjadi lebih. Selain itu, workshop-nya juga menjadi tempat agenda
kunjungan daerah seperti studi banding. Apa yang Tenny lakukan, meskipun kecil,
ternyata bermakna. Meski ada kendala, Tenny mengaku tak gampang menyerah. Ia
sadar, dalam bisnis pasti ada pasang surut. Berjalannya waktu, selain trial error, ada seleksi alam juga. Yang
tidak cocok dengan bisnis ini akhirnya tidak bisa bertahan. Sama seperti
pekerjaannya, kalau tidak dilakukan dari hati, sabar, telaten dan teliti, maka
saat mencanting batik pun hasilnya tidak akan maksimal. Tenny sangat
berkomitmen dengan usahanya ini, jadi semua kendala pun bisa ia hadapi.
Hingga kini,
Tenny masih terus melakukan edukasi batik kepada masyarakat, dibantu pemerintah
daerah. Menurutnya, banyak yang masih belum mengerti batik, mulai jenis dan materialnya.
Banyak yang masih menyamakan dengan batik di pasaran. Batik yang diproduksi
lewat printing atau cap tentu tidak
bernilai sama dengan batik yang dicanting menggunakan lilin. Karena batik ini
sesungguhnya dirintis, diciptakan dan harus bisa dibudidayakan oleh masyarakatnya
sendiri sehingga nantinya bisa terbentuk rasa cinta terhadap daerahnya
masing-masing. Tenny boleh berbangga hati, perjalanannya mempopulerkan batik
Sukabumi membuahkan hasil. Ia kini kaya ilmu dan jaringan. Semakin banyak yang
datang dan minta diajarkan membatik padanya, seperti masyarakat di Kepulauan
Seribu, Provinsi DKI Jakarta, juga provinsi lain yang tertarik ingin memiliki
batik khas daerahnya sendiri.
Produksi kain
batik olahan Tenny pun terus meningkat dan permintaan pasar semakin besar.
Sekarang ia bisa memproduksi 100 hingga 1000 helai kain per bulan. Namun, Tenny
mengaku tidak ngoyo dalam hal produksi agar kualitas batiknya tetap terjaga.
Saat ini, sudah ada 440 murid binaan yang kontinyu mendapatkan order darinya,
juga anak-anak tuna rungu yang terus ia dampingi agar ke depannya bisa mandiri.
Tenny berharap dengan semua penghargaan yang ia terima, ia bisa semakin terpacu
dan terus bisa mengembangkan batik Sukabumi, serta berkontribusi bagi
masyarakat. Ia memang selalu berkomitmen tinggi dalam melakukan sesuatu yang ia
sukai. Tenny cukup kaget dan bangga, saat salah satu murid tuna rungunya, kini
telah digandeng oleh SMESCO dan bekerja di sana untuk memberikan demo batik.
Bahkan, muridnya itu kini juga memiliki beberapa murid yang juga tuna rungu.
Ini sesuai keinginan Tenny, bahwa bisa bermanfaat untuk orang lain lewat
keahliannya itu menjadi bonus dari hasil kerja kerasnya.
Batik Sukabumi
milik Tenny bisa didapatkan mulai dari harga Rp 100.000, Rp 5 juta, hingga
puluhan juta. Soal harga memang tergantung tingkat kesulitan motif dan material
yang digunakan. Dan karena ini merupakan batik tulis, harganya pun tentu
berbeda dengan batik cap atau printing.
Ke depan, Tenny berharap tak hanya mendapatkan dukungan keluarga, tapi juga
dukungan dari pemerintah daerah. Pernah ada wacana untuk membuat seragam batik
bagi pemerintah daerah, tapi sampai sekarang belum terlaksana. Ia pun berharap
pula, dukungan bisa didapatkan lewat cara lain. Tenny ingin terus menularkan
rasa cinta dan bangga pada batik Sukabumi. Karena potensi budaya daerahnya ini
besar dan bisa dimanfaatkan dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar