Usaha kerupuk kulit yang dikembangkan ibu enam anak ini tampaknya memang biasa saja. Tapi, hal yang tak biasa, ia sengaja merekrut sebagian karyawannya yang merupakan anak muda pecandu narkoba. Bahkan kini banyak dari mereka yang kini menjadi pengusaha, dan lebih berhasil darinya. Etty sudah memulai usaha kerupuk kulitnya sejak tahun 1990-an, di kawasan Tegalparang, Jakarta Selatan. Saat itu, mendiang suaminya bekerja sebagai tukang potong sapi. Etty tahu kulit sapi dijual di Garut untuk keperluan bahan baku kerajinan kulit seperti jaket, tas, dan sebagainya. Bagian kulit yang lain lalu dikirim untuk bahan baku kerupuk kulit.
Etty pun tertarik
untuk menekuni usaha kerupuk kulit. Apalagi cara membuatnya juga tak terlalu
sulit. Ia belajar sendiri dengan cara melihat usaha pembuatan kerupuk di tempat
relasi suaminya. Ternyata memang mudah. Prosesnya, kulit dipotong-potong,
dicuci sampai benar-benar bersih, dikeringkan, barulah digoreng. Setelah ia
praktikkan, hasilnya memang bagus. Ia pun makin giat mengembangkan usaha itu.
Modal usahanya pun tidak besar. Karena Etty bisa mengambil bahan baku dari
tempat suaminya bekerja. Namun, hitung-hitungannya tetap harus jelas. Ia tidak
pernah berhutang dalam jumlah besar. Kemudian, ia pun pelan-pelan mencari
pasar. Ia mencoba menawarkan kerupuk dengan merek Arizwa itu ke berbagai gerai.
Dan pada akhirnya, Etty bisa menjual kerupuk kulitnya di berbagai toko dan
beberapa rumah makan.
Selain itu, ia
juga rajin mencari info pameran, hingga makin paham dengan agenda pameran.
Misalnya saja di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan dan pameran di ajang
Pekan Raya Jakarta (PRJ). Uniknya, Etty tidak membuka stand sendiri, tapi bergabung dengan stand lain. Dan dari sinilah usahanya makin lama makin berkembang.
Kunci usahanya agar cepat berkembang salah satunya adalah harus menjalin kerja
sama dengan berbagai instansi terkait. Lewat relasi ini, ia pun berhasil
mendapatkan kemudahan untuk mencari modal. Bahkan, ia juga bisa kenal dengan
pihak keamanan gedung yang biasa menyelenggarakan pameran, seperti di JCC. Dan seiring
makin majunya usaha, tentu saja ia butuh tenaga karyawan. Semula ia mengerjakan
produksi kerupuk kulitnya hanya dibantu seorang keponakan dan suaminya.
Kebetulan,
kondisi tempat tinggalnya di kawasan Tegal Parang, Mampang, Jakarta Selatan
termasuk daerah rawan narkoba. Banyak pemuda pengangguran yang terjerat, bahkan
salah satunya tetangganya sendiri, dan banyak pula yang sampai meninggal dunia.
Kondisi ini tentu saja membuatnya prihatin. Etty pun ingin memutus lingkaran
tersebut dan mendidik mereka ke jalan yang benar. Pelan-pelan ia mendekati
seorang pemuda tetangganya, tentu saja dengan bahasa gaul seperti yang mereka
gunakan.
Beruntung
pemuda itu sama sekali tidak tersinggung, dan malah justru senang karena merasa
ada yang melindunginya. Mulailah dari situ ia mengajak pemuda itu bekerja. Etty
mulai dengan menyuruhnya memotong-motong kulit, sementara ia yang memberikan
bumbu. Lama-kelamaan, jumlah karyawannya pun bertambah, hingga sampai sekarang
mencapai belasan orang. Mereka bukan saja pemuda yang rawan narkoba, tapi
sebagian lagi adalah memang orang-orang yang butuh kerja. Jadi, kalau di
perusahaan lain umumnya para karyawan harus punya SKCK (Surat Keterangan
Catatan Kepolisian), Etty justru merangkul orang yang pernah punya masalah
dengan polisi.
Cara pendekatan
lainnya adalah, dengan mengajak salah satu anak yang bermasalah itu,
mengantarkannya kemanapun untuk urusan usaha kerupuk kulit. Setelah beres, Etty
lalu mengajak anak itu makan bersama. Saat itulah, sambil mengobrol dengan gaya
santai anak muda, ia mengajak anak itu untuk meninggalkan narkoba. Dan esoknya,
anak itu pun mau langsung bekerja. Dengan cara itulah, Etty mendekati anak-anak
binaannya. Ia sama sekali tak takut, walaupun ada karyawannya yang sempat 2-3
kali masuk penjara. Dengan pendekatan seorang ibu, ia berhasil mendekati mereka.
Menurut Etty, kalau didalami, sebetulnya para karyawannya itu tidak seburuk
yang dibayangkan orang. Justru mereka adalah karyawan yang loyal. Karena mereka
merasa ada yang melindungi, pada saat keluarganya sendiri sudah meninggalkannya.
Bahkan oleh karyawannya, ia sudah dianggap seperti ibu kandung, dan mendapat
panggilan ‘Emak’.
Karena ingin
menunjukkan kesetiaannya, bahkan ada karyawan yang tidak bersedia digaji.
Asalkan diperbolehkan tinggal dan makan dirumah Etty saja, sudah membuat mereka
senang. Tentu saja semua karyawannya itu tetap mendapat upah sesuai dengan
ketentuan UMR, bahkan bisa lebih. Kadang kalau ada rezeki lebih, Etty
memberikan mereka hadiah pakaian. Sampai-sampai anak kandungnya sendiri
berkomentar, kalau ibunya lebih perhatian kepada karyawan ketimbang anaknya
sendiri.
Hubunganya
dengan para karyawannya ini memang dekat. Mereka selalu ia dorong untuk maju.
Etty pun mempersilahkan kalau ada karyawannya yang ingin menjadi pengusaha,
bahkan ia siap membantu. Baik dengan mencarikan modal sampai mengikutkannya
pelatihan kerja yang diselenggarakan berbagai dinas terkait. Kalau dihitung-hitung
sudah ratusan anak yang berhasil keluar dari jerat narkoba berkat hasil didikan
Etty. Sekarang, anak-anak itu ada yang memilih profesi lain seperti security, karyawan bengkel, dan menjadi
pengusaha kerupuk kulit seperti yang ia lakukan. Bahkan ada yang lebih sukses
darinya. Tentu saja Etty senang mendengarnya. Meski begitu, ia tak menutup
mata, masih ada beberapa anak muda yang tetap mencandu narkoba dan akhirnya
meninggal.
Terhadap
mantan karyawannya yang turut menjadi pengusaha kerupuk kulit, Etty sama sekali
tidak menganggapnya sebagai kompetitor atau pesaing, justru menjadikan mereka
sebagai mitra usaha. Ia tidak pernah khawatir soal rezeki. Bahkan, sebelum
usaha milik mantan karyawannya itu benar-benar berjalan, ia ikut membantu
mengawasinya, dan ia akan siap membantu kalau mereka kesulitan. Selain itu,
Etty juga mendekati anak-anak yang tak punya pekerjaan di luar kampungnya.
Mereka yang terbiasa membuat ulah dengan melakukan aksi kriminalitas, akhirnya
dengan pendekatan yang baik, anak-anak itu pun sudah bisa mandiri sebagai
pengusaha. Sekarang, sudah ada 20-an pengusaha kerupuk kulit hasil didikannya. Dan
Etty lalu menamakannya dengan Paguyuban Campur Sari.
Di dalam paguyuban
itu, antara Etty dan mantan anak didiknya sama sekali tidak bersaing, tapi justru
bermitra. Kalau ada yang kesulitan melemparkan produk, Etty akan membantu
pemasarannya. Dan kalau Etty sedang kewalahan order, ia pun bisa minta bantuan
kepada mereka. Misalnya, pada saat ingin mengikuti pameran skala besar seperti
di PRJ, sudah pasti Etty akan kewalahan. Karena untuk acara pameran itu dalam
sehari produk kerupuk kulitnya bisa laku ratusan bungkus. Di situlah Etty akan
meminta bekas karyawannya itu untuk membantu memenuhi jumlah produksi yang
harus disediakan. Istilahnya mereka berbagi rezeki. Dan berkat usahanya ini,
Etty pun berhasil mengantarkan ke enam anaknya menjadi mandiri. Bahkan empat di
antaranya berijazah S1. Tentu ini menjadi kebahagiaan tersendiri baginya,
mengingat suaminya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Kini dalam
sehari, Etty bisa memproduksi ratusan bungkus kerupuk. Dengan harga jual Rp
20.000 per bungkus, ia bisa mengantongi keuntungan yang lumayan meski tidak mau
mengakui omzet usahanya. Selain kerupuk kulit yang matang, ia juga menjual
kerupuk mentah yang siap digoreng. Sebenarnya Etty mengaku saat ini ia tidak
lagi ngoyo bekerja. Apalagi saat ini
ia hanya hidup sendiri, sedangkan anak-anaknya sudah pada mandiri. Selain
usaha, belakangan ini ia lebih konsentrasi menabung di BCA yang menurut Etty
artinya adalah Bank Central Akhirat. Ia ingin lebih banyak berbagi. Itu sebabnya
ia amat senang berbagi ilmu. Ia juga kerap diundang menjadi narasumber untuk
berbagai acara tentang entrepreneur
di perguruan tinggi maupun instansi pemerintah.
Selama
menjalankan usaha, Etty memang lebih konsentrasi ke fungsi pembinaan. Tak
masalah karyawannya selalu berganti-ganti. Ada yang mengatakan dirinya seperti
lilin, yang ketika satu lilin habis, bisa menyalakan lilin yang baru. Dan di
lingkungannya juga Etty diminta menjabat sebagai ketua RT. Dengan jabatannya
ini biasanya ia suka diminta ikut menyelesaikan masalah warga. Misalnya saja,
pertengkaran antar tetangga, hingga suami-istri yang berselisih paham. Walaupun
ini termasuk masalah rumah tangga pribadi, tapi tetap saja Etty selalu diminta
untuk membantu menyelesaikannya. Sebagai ketua RT, tentu saja Etty ingin
membantu lingkungannya. Banyak usaha yang telah ia lakukan. Mulai dari kerja
bakti sampai mengurus warganya yang terkena musibah kecelakaan.
Kalaupun ada
yang masih menjadi keinginannya, Etty hanya ingin kalau ada rezeki bisa membeli
tanah di sebelah rumah kontrakannya seluas 150 meter persegi yang harga per
meternya Rp 3 juta. Di situ nantinya
Etty ingin membuat pelatihan kerja bagi mereka yang membutuhkan. Etty pun
berharap semoga kelak ada yang bersedia membantu mewujudkan keinginannya itu.
Saya ingin berbagi cerita kepada anda bahwa dulunya saya ini cuma seorang.
BalasHapuspenjual es kuter kelilin tiap malam. pendapatannya tidak seberapa dan.
tidak pernah cukup dalam kebutuhan keluarga saya,, suatu hari saya dapat.
informasi dari teman bahwa AKY GENDENG bisa memberikan angka ritual/goib.100% tembus.
akhirnya saya ikuti 4D nya dan alhamdulillah memanG bener-bener terbukti tembus.
saya sangat berterimakasih banyak kpd AKY GENDENG.atas bantuan AKY saya sekarang.
sudah bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya bahkan saya juga sudah buka.
usaha matrial dan butik pakaian muslim.
Jika anda mau buktikan
silahkan bergabun sama AKY GENDENG
Di:
No: tlp.0853-1089--8585
Saya sudah buktikan benar2 tembus 3x permainan
Kalau mau beli gimana caranya ya kemarin sempet berapa kali beli pas lagi di PRJ sekarang mau beli lagi gak tau harus hubungan kemana . Sumpah ini kerupuk kulit terenak yang pernah saya makan .
BalasHapusApa bisa minta alamat lengkapnya
BalasHapus