Karya seni perempuan berdarah Bali ini berhasil mencuri perhatian dunia. Melalui instalasi tiga dimensi, Sinta Tantra memajang karyanya di ruang publik di Inggris, Perancis, dan Amerika. Salah satunya, lukisan di jembatan yang membentang di atas sungai Thames, London, dalam perhelatan Olimpiade 2012 silam. Sampai saat ini pun Sinta masih disibukkan dengan berbagai pekerjaan seni untuk publik dan pameran, baik di Inggris maupun di negara lain.
Sinta berasal dari keluarga
yang sangat besar. Ia adalah anak bungsu dari 5 bersaudara. Walaupun orangtuanya
berasal dari Bali tapi sebenarnya ia tidak pernah merasakan hidup di Indonesia.
Hal itu dikarenakan pekerjaan ayahnya yang mengharuskan keluarganya berpindah
dari satu negara ke negara lain. Sinta sendiri lahir di New York dan pindah ke
London saat berumur 7 tahun. Sejak kecil, bersama keluarganya Sinta kerap pergi
menikmati liburan di Eropa dan Indonesia. Dan mereka selalu mengunjungi galeri
seni dan museum. Dan sepertinya hanya Sinta yang bisa menikmati pengalaman itu
dibandingkan saudara-saudaranya.
Cita-citanya saat masih kecil
adalah ingin menjadi seorang musisi. Maklum saja, ia memang hobi bermain piano.
Namun ketika beranjak dewasa ternyata ia lebih menyukai seni melukis
dibandingkan musik. Pasalnya, ia lebih senang diberikan kebebasan tanpa harus
melakukan pertunjukan di depan banyak orang. Kemudian, ia pun mendalami studi
tentang seni di Slade School of Fine Art dan Royal Academy of Arts, London. Di
sini matanya terbuka bahwa seni bukan hanya soal bisa dinikmati setiap orang,
tapi harus bisa berkolaborasi dengan banyak bidang, misalnya dari sisi bisnis.
Sebab itu ia pun selalu menggandeng banyak rumah seni dalam berkarya.
Sampai saat ini, sudah ada
beberapa karya seni publik yang sudah Sinta kerjakan, seperti Canterbury Christ Church University, Transport for London’s Art on the
Underground programme Platform for Art, Create
KX London, the London Borough of
Camden, the Southbank Centre, Canary Wharf Group, Liverpool Biennial, Royal
British Society of Sculptors, dan Brisbol
Royal Children’s Hospital.
Awalnya Sinta tidak pernah memikirkan
kalau karya-karyanya itu bisa menembus pasar seni dunia. Baginya, dalam
berkarya yang terpenting adalah dedikasi, gairah, dan percaya dengan apa pun
yang ia lakukan. Ia pun juga senang belajar dari orang lain. Kalau bicara kesulitan,
tentu saja ada. Apalagi pasar seni Inggris terkenal sudah mapan. Sinta pun
harus bisa mendapatkan relasi rumah seni yang bisa diajak bekerjasama. Kuncinya
adalah, sebagai seniman muda Sinta harus produktif dan sesering mungkin
mengikuti pameran. Biasanya dari situ ia menerima banyak masukan dari kurator,
seniman, atau penikmat seni. Selain itu Sinta juga harus menjalin banyak relasi
dan berusaha menjaring kesempatan lebih luas lagi untuk berkarya. Peluang ini
semakin terbuka saat ia mendapat penghargaan bergengsi “Deutsche Bank Award in
Fine Art” pada 2006, di mana ia mengaplikasikan karya seni ke sisi bisnis.
Dalam setiap karyanya, Sinta
selalu menyatukan sisi feminin dan maskulin. Termasuk bentuk motif dan warna
yang digabungkan dengan unsur orientalisme serta sisi domestik. Ia juga selalu
menggunakan warna-warna cerah pada bidang gambar yang besar. Ini biasa terlihat
di beberapa arsitektur dan galeri kota di beberapa negara Eropa. Karya yang
paling menantang yang pernah ia kerjakan adalah Canary Wharf, London. Lukisan
di jembatan panjang yang terletak di dermaga Canary Wharf ini terbentang di
atas sungai Thames sepanjang 300 meter, dan berlokasi di kawasan bisnis yang
prestisius. Tiang-tiang yang digunakan untuk membuat lukisan tersebut ditanam
di atas air, dan dibangun lebih dari 2,5 bulan.
Jembatan tersebut diresmikan
bertepatan dengan pelaksanaan Olimpiade London 2012. Di proyek ini Sinta
bekerja dengan tim pelukis yang sangat berpengalaman. Sebagai sebuah hasil,
lukisan ini adalah salah satu favoritnya sampai saat ini dan mungkin lukisan
tersebutlah yang menjadi karya terbesar yang pernah ia kerjakan.
Sinta menyadari dalam semua
pekerjaan pasti ada naik dan turunnya. Ia pun juga pernah merasakan kebuntuan
dalam mencari ide untuk berkarya. Namun baginya, hal yang paling penting adalah
ia harus memiliki semangat untuk terus maju dan jangan pernah menyerah.
Terkadang, pada saat ia merasa terlalu banyak yang dipikirkan, ia akan
beristirahat sejenak dengan berjalan-jalan di taman, atau pergi ke sebuah
galeri. Dengan melihat lukisan ataupun hasil karya seni, bisa memberikannya
pikiran baru mengenai hidup yang sedang ia jalani. Tapi inti dari semuanya
adalah, ia selalu berpikir bahwa suka duka dalam berkarya itu sangat
menyenangkan. Ketika sebuah proyek sudah selesai, ia bisa merayakannya bersama
teman-teman. Baginya, keluarga, terutama sang ibu adalah pendukung yang
terhebat. Ibunya selau memberikan dukungan terhadap apa yang ia inginkan,
hingga ia bisa menjadi dirinya yang seperti saat ini. Walaupun sang ibu hidup
di negara yang jauh darinya, tapi selalu ada saat Sinta senang maupun sedih.
Bicara mengenai sosok yang
sangat menginspirasinya, Sinta mengaku bahwa ia sangat terinspirasi oleh
lukisan dinding Sol Le Witt, yang sebagian besar berfokus pada bentuk,
geometri, warna dan minimalis. Namun, satu hal yang paling ia cintai adalah
mereka semua berasal dari serangkaian instruksi atau blue print yang bisa dicontoh oleh orang lain, biasanya oleh
asisten studio. Bagi Sinta, Sol Le Witt
adalah sebuah konvensi modern yang menantang seorang seniman agar dapat
menciptakan kreasi dari tangannya sendiri.
Baru-baru ini Sinta juga
mendapatkan sebuah penghargaan dari International Development Award yang
diadakan oleh Kedutaan Inggris dan dewan kesenian Inggris. Penghargaan tersebut
memungkinkannya untuk menghabiskan waktu di Yogyakarta dan dapat membuat karya
seni di studio sambil mengembangkan hubungan dengan seniman, pelukis, dan
kurator di Indonesia.
Tidak seperti bentuk seni
lain, seperti musik dan penampilan, seni visual memungkinkan penciptanya untuk tetap
tak terlihat. Menurut Sinta, jika diberi kesempatan, padahal banyak wanita yang
sebetulnya dapat mengambil tempat yang layak di dunia seni ini. Sejak zaman
Kartini, Sinta percaya sudah banyak perubahan terkait dengan bagaimana
orang-orang menilai fisik seorang wanita. Dan dalam pembuatan karya seni,
pandangan dan pendapat itu bisa dieksplorasi secara kreatif tanpa adanya
tekanan. Wanita bisa diizinkan untuk menjadi pencipta dari sebuah hasil seni.
Mereka nantinya akan mendapatkan sorotan dalam bidang tersebut, bukan dalam
penampilan fisiknya saja. Peran wanita dalam seni menjadi suatu hal yang
diperhitungkan, di mana rasa hormat akan didapatkan dari sebuah opini ataupun
kreasi.
Sebagai warga Indonesia yang
tinggal di negara lain, sudah pasti Sinta sangat merindukan akan tanah airnya,
terutama pada keluarganya. Tiap musim panas, ia pun selalu pulang ke Bali. Ia selalu
teringat akan matahari, laut, warna dan bau daerah kelahiran orangtuanya itu.
Soal makanan, ia juga rindu dengan makanan yang biasa dibeli di pasar senggol,
di kota kelahiran ibunya di Tabanan, Bali. Selain itu, ia juga sangat kangen mandi
di kolam pancuran milik ayahnya di desa Jangu, Karangasem, Bali.
____________________________
advetorial :
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.