Minggu, 08 Juni 2014




Karya seni perempuan berdarah Bali ini berhasil mencuri perhatian dunia. Melalui instalasi tiga dimensi, Sinta Tantra memajang karyanya di ruang publik di Inggris, Perancis, dan Amerika. Salah satunya, lukisan di jembatan yang membentang di atas sungai Thames, London, dalam perhelatan Olimpiade 2012 silam. Sampai saat ini pun Sinta masih disibukkan dengan berbagai pekerjaan seni untuk publik dan pameran, baik di Inggris maupun di negara lain.

Sinta berasal dari keluarga yang sangat besar. Ia adalah anak bungsu dari 5 bersaudara. Walaupun orangtuanya berasal dari Bali tapi sebenarnya ia tidak pernah merasakan hidup di Indonesia. Hal itu dikarenakan pekerjaan ayahnya yang mengharuskan keluarganya berpindah dari satu negara ke negara lain. Sinta sendiri lahir di New York dan pindah ke London saat berumur 7 tahun. Sejak kecil, bersama keluarganya Sinta kerap pergi menikmati liburan di Eropa dan Indonesia. Dan mereka selalu mengunjungi galeri seni dan museum. Dan sepertinya hanya Sinta yang bisa menikmati pengalaman itu dibandingkan saudara-saudaranya.

Cita-citanya saat masih kecil adalah ingin menjadi seorang musisi. Maklum saja, ia memang hobi bermain piano. Namun ketika beranjak dewasa ternyata ia lebih menyukai seni melukis dibandingkan musik. Pasalnya, ia lebih senang diberikan kebebasan tanpa harus melakukan pertunjukan di depan banyak orang. Kemudian, ia pun mendalami studi tentang seni di Slade School of Fine Art dan Royal Academy of Arts, London. Di sini matanya terbuka bahwa seni bukan hanya soal bisa dinikmati setiap orang, tapi harus bisa berkolaborasi dengan banyak bidang, misalnya dari sisi bisnis. Sebab itu ia pun selalu menggandeng banyak rumah seni dalam berkarya.

Sampai saat ini, sudah ada beberapa karya seni publik yang sudah Sinta kerjakan, seperti Canterbury Christ Church University, Transport for London’s Art on the Underground programme Platform for Art, Create KX London, the London Borough of Camden, the Southbank Centre, Canary Wharf Group, Liverpool Biennial, Royal British Society of Sculptors, dan Brisbol Royal Children’s Hospital.

Awalnya Sinta tidak pernah memikirkan kalau karya-karyanya itu bisa menembus pasar seni dunia. Baginya, dalam berkarya yang terpenting adalah dedikasi, gairah, dan percaya dengan apa pun yang ia lakukan. Ia pun juga senang belajar dari orang lain. Kalau bicara kesulitan, tentu saja ada. Apalagi pasar seni Inggris terkenal sudah mapan. Sinta pun harus bisa mendapatkan relasi rumah seni yang bisa diajak bekerjasama. Kuncinya adalah, sebagai seniman muda Sinta harus produktif dan sesering mungkin mengikuti pameran. Biasanya dari situ ia menerima banyak masukan dari kurator, seniman, atau penikmat seni. Selain itu Sinta juga harus menjalin banyak relasi dan berusaha menjaring kesempatan lebih luas lagi untuk berkarya. Peluang ini semakin terbuka saat ia mendapat penghargaan bergengsi “Deutsche Bank Award in Fine Art” pada 2006, di mana ia mengaplikasikan karya seni ke sisi bisnis.

Dalam setiap karyanya, Sinta selalu menyatukan sisi feminin dan maskulin. Termasuk bentuk motif dan warna yang digabungkan dengan unsur orientalisme serta sisi domestik. Ia juga selalu menggunakan warna-warna cerah pada bidang gambar yang besar. Ini biasa terlihat di beberapa arsitektur dan galeri kota di beberapa negara Eropa. Karya yang paling menantang yang pernah ia kerjakan adalah Canary Wharf, London. Lukisan di jembatan panjang yang terletak di dermaga Canary Wharf ini terbentang di atas sungai Thames sepanjang 300 meter, dan berlokasi di kawasan bisnis yang prestisius. Tiang-tiang yang digunakan untuk membuat lukisan tersebut ditanam di atas air, dan dibangun lebih dari 2,5 bulan.
 




Jembatan tersebut diresmikan bertepatan dengan pelaksanaan Olimpiade London 2012. Di proyek ini Sinta bekerja dengan tim pelukis yang sangat berpengalaman. Sebagai sebuah hasil, lukisan ini adalah salah satu favoritnya sampai saat ini dan mungkin lukisan tersebutlah yang menjadi karya terbesar yang pernah ia kerjakan.

Sinta menyadari dalam semua pekerjaan pasti ada naik dan turunnya. Ia pun juga pernah merasakan kebuntuan dalam mencari ide untuk berkarya. Namun baginya, hal yang paling penting adalah ia harus memiliki semangat untuk terus maju dan jangan pernah menyerah. Terkadang, pada saat ia merasa terlalu banyak yang dipikirkan, ia akan beristirahat sejenak dengan berjalan-jalan di taman, atau pergi ke sebuah galeri. Dengan melihat lukisan ataupun hasil karya seni, bisa memberikannya pikiran baru mengenai hidup yang sedang ia jalani. Tapi inti dari semuanya adalah, ia selalu berpikir bahwa suka duka dalam berkarya itu sangat menyenangkan. Ketika sebuah proyek sudah selesai, ia bisa merayakannya bersama teman-teman. Baginya, keluarga, terutama sang ibu adalah pendukung yang terhebat. Ibunya selau memberikan dukungan terhadap apa yang ia inginkan, hingga ia bisa menjadi dirinya yang seperti saat ini. Walaupun sang ibu hidup di negara yang jauh darinya, tapi selalu ada saat Sinta senang maupun sedih.

Bicara mengenai sosok yang sangat menginspirasinya, Sinta mengaku bahwa ia sangat terinspirasi oleh lukisan dinding Sol Le Witt, yang sebagian besar berfokus pada bentuk, geometri, warna dan minimalis. Namun, satu hal yang paling ia cintai adalah mereka semua berasal dari serangkaian instruksi atau blue print yang bisa dicontoh oleh orang lain, biasanya oleh asisten studio.  Bagi Sinta, Sol Le Witt adalah sebuah konvensi modern yang menantang seorang seniman agar dapat menciptakan kreasi dari tangannya sendiri.

Baru-baru ini Sinta juga mendapatkan sebuah penghargaan dari International Development Award yang diadakan oleh Kedutaan Inggris dan dewan kesenian Inggris. Penghargaan tersebut memungkinkannya untuk menghabiskan waktu di Yogyakarta dan dapat membuat karya seni di studio sambil mengembangkan hubungan dengan seniman, pelukis, dan kurator di Indonesia.

Tidak seperti bentuk seni lain, seperti musik dan penampilan, seni visual memungkinkan penciptanya untuk tetap tak terlihat. Menurut Sinta, jika diberi kesempatan, padahal banyak wanita yang sebetulnya dapat mengambil tempat yang layak di dunia seni ini. Sejak zaman Kartini, Sinta percaya sudah banyak perubahan terkait dengan bagaimana orang-orang menilai fisik seorang wanita. Dan dalam pembuatan karya seni, pandangan dan pendapat itu bisa dieksplorasi secara kreatif tanpa adanya tekanan. Wanita bisa diizinkan untuk menjadi pencipta dari sebuah hasil seni. Mereka nantinya akan mendapatkan sorotan dalam bidang tersebut, bukan dalam penampilan fisiknya saja. Peran wanita dalam seni menjadi suatu hal yang diperhitungkan, di mana rasa hormat akan didapatkan dari sebuah opini ataupun kreasi.

Sebagai warga Indonesia yang tinggal di negara lain, sudah pasti Sinta sangat merindukan akan tanah airnya, terutama pada keluarganya. Tiap musim panas, ia pun selalu pulang ke Bali. Ia selalu teringat akan matahari, laut, warna dan bau daerah kelahiran orangtuanya itu. Soal makanan, ia juga rindu dengan makanan yang biasa dibeli di pasar senggol, di kota kelahiran ibunya di Tabanan, Bali. Selain itu, ia juga sangat kangen mandi di kolam pancuran milik ayahnya di desa Jangu, Karangasem, Bali.

     

____________________________
advetorial :

MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA KLIK DI SINI

08 Jun 2014

0 komentar:

Posting Komentar

:) :)) ;(( :-) =)) ;( ;-( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.