Sabtu, 07 Juni 2014






Nama Maria Loretha memang tak asing lagi bagi masyarakat Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Berkat kegigihannya, ia mampu mempopulerkan kembali sorgum yang berguna untuk mengatasi krisis pangan di wilayahnya. Hasilnya, kiprah perempuan yang kerap disapa Mama Tata ini pun mendapat apresiasi hingga tingkat internasional.

Sejak tahun 2004 Maria memilih hidup sederhana dan bertani di Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Pulau Adonara, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Perempuan keturunan Dayak Kanyatan ini mengikuti jejak sang suami untuk tinggal di Flores. Selain berkebun, aktivitasnya juga diisi dengan mendampingi kelompok tani yang kini sudah tersebar di 10 kabupaten di Nusa Tenggara Timur.

Perkenalan Maria dengan sorgum, tanaman serbaguna yang digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak, atau bahan baku industri, berawal dari tetangganya yaitu Maria Helen. Dari tetangganya itu ia mendapatkan sepiring sorgum yang diberi parutan kelapa. Setelah ia coba ternyata rasanya gurih dan sedap. Lalu dari situ Maria pun tertarik mencari benihnya untuk ditanam di kebun milik keluarga. Maria pun rajin berburu benih sorgum yang terbilang masih langka. Bahkan ia harus mendatangi beberapa desa. Niat dan jerih payahnya tak sia-sia. Ia berhasil mendapat benih sorgum pertamanya dari Desa Nobo, Kecamatan Ilebura.

Di lahan seluas 6 hektar, Maria lalu membagi tanaman menjadi dua jenis. Sebagian untuk kelapa dan jambu mete. Sebagian lagi untuk tanaman pangan seperti ubi, padi hitam, sorgum, kacang, dan sebagainya. Setelah mengumpulkan berbagai sorgum lokal, maka di tahun 2007 Maria mulai menanamnya di lahan tersebut. Ia memang bukan ahli pertanian dan sampai saat ini masih terus mempelajari aneka jenis sorgum. Namun untuk mempelajarinya memang tak sulit karena ia langsung menanam dan mengenali karakter sorgum di ladangnya sendiri. Maria pun semakin bersemangat untuk terus bertanam sorgum dan menularkannya kepada warga desa untuk mengkonsumsi pangan lokal ini.

Ia semakin optimis bahwa sorgum dapat menjadi solusi krisis pangan yang kerap menjadi masalah di wilayahnya. Malah anak-anak Maria sendiri awalnya terkejut lantaran tak merasakan lapar setelah makan bubur sorgum sejak pukul 09.00 pagi. Sorgum memang punya kandungan gizi di atas beras dan jagung. Sangat baik untuk orang yang melakukan diet nasi, penderita diabetes, kolesterol, dan anak-anak yang kekurangan gizi. Jadi, semua ibu sebetulnya wajib mengenali sorgum.

Tak perlu waktu lama bagia Maria untuk mengajak para warga menanam sorgum. Ia telah memiliki kelompok perempuan tani yang khusus mengembangkan sorgum yaitu Kelompok Kakan Dike Arin Sare. Kiprahnya yang dimuat di banyak media membuat nama Maria dikenal dari mulut ke mulut. Terlebih sorgum bukan makanan baru bagi masyarakat Flores. Hanya karena adanya program berasnisasi dari pemerintah, maka mereka melupakan sorgum. Maria pun yakin, pelan tapi pasti kejayaan sorgum akan kembali. Untuk itu Maria kerap mensosialisasikan olahan sorgum mulai dari menanam, pengawasan, hingga pengolahan pasca panen. Ia juga turut mendampingi para petani sorgum.

Tentu banyak cerita unik yang ia alami saat mencoba mengajak warga untuk mulai beralih menanam sorgum. Saat diundang oleh salah satu kelompok di Flores Timur untuk menanam sorgum, ia sendiri yang menentukan lahannya yaitu di tambak yang berada di dekat pantai. Awalnya mereka bersemangat, namun giliran tiba saatnya bertanam, mereka serempak menolak. Alasannya, tanah mengandung pasir dan belum diolah. Maria pun tak hilang akal. Ia menguji coba dengan menanam padi hitam, jagung pulut, dan sorgum di lahan tersebut. Bahkan, ia sempat bertaruh akan membayar semua benih dan tenaga mereka jika tanaman tak tumbuh. Syukur, alam memang berpihak padanya. Semua hasil panen luar biasa bagus, bahkan bulir padi dan sorgum mereka jauh lebih besar dibandingkan yang ada di kebun milik Maria sendiri.

Kini, Maria mengisi hari-harinya dengan bertani sorgum di ladang dan melakukan pendampingan ke berbagai wilayah. Ia mengaku beruntung didukung keluarganya, terutama sang suami, Jeremias D. Letor yang mau menjaga dan merawat kebun sorgum miliknya ketika ia harus pergi. Sedangkan kelima anaknya saat ini bersekolah dan kuliah di Bali dan Kabupaten Ende, Flores. Sebagai wujud kerja kerasnya, Maria kini memiliki 34 kelompok tani yang tersebar di 8 kabupaten. Antara lain Flores Timur, Sikka, Ende, Nagekeo, Manggarai Barat, Sumba Timur, Rote Ndao dan Lembata. Di kabupaten Flores Timur sendiri sudah ada 10 desa di tujuh kecamatan yang mulai menanam dan mengembangkan sorgum.

Soal biaya untuk semua kegiatan terkait sorgum, Maria mengaku hal itu bukanlah masalah utama. Selama ini ia merogoh kocek pribadi untuk melakukan pendampingan. Ia mensiasatinya dengan menjual hasil komoditi kelapa, biji jambu, beras hitam, dan sorgum. Biasanya kalau ada undangan seminar dari pemerintah atau NGO, ia gunakan uang sakunya untuk kegiatan pengawasan. Ada juga urunan dari teman-teman LSM dan Pastor. Yang membuat Maria lega dan tak khawatir lagi, sejak tahun 2013 ia menjadi fasilitator di Wet Lands International dan CARITAS Keuskupan Maumere untuk mengembangkan sorgum dan mendapat dukungan penuh dari ASHOKA Indonesia. Saat ini ia sudah tidak terlalu pusing dengan masalah pengaturan uang untuk pendampingan dan lain-lainnya. Ia bersyukur, usaha sederhana yang tampak tak berarti ini ternyata mendapat perhatian banyak pihak.

Bagi Maria, lewat sorgum ia dapat memberikan manfaat untuk orang lain dan bisa berkarya. Program Sorgum Bergizi, Sorgum Berduit yang digagasnya sangat sarat makna. Betapa sorgum yang sederhana dan pernah ditinggalkan serta dilupakan masyarakat, ternyata berhasil mengangkatnya menjadi besar, bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga dalam lingkup internasional. Pasalnya ia memang tidak pernah membayangkan akan mendapat apresiasi dan beragam penghargaan. Ia terharu ketika namanya disebutkan sebagai salah satu pemenang KEHATI AWARD 2012. Ia adalah orang NTT pertama yang mampu merebut gelar bergengsi ini dari Yayasan Prof. Emil Salim, NGO KEHATI.

Tekad Maria untuk terus bertanam sorgum pun diakuinya tak akan pernah surut.  Sorgum seakan menjadi tantangan bagi semua pihak untuk berkomitmen mengembangkan tanaman pangan ini. Menghadapi tantangan alam seperti iklim yang terus berubah, ternyata sorgum tanaman yang sangat tahan banting. Alih fungsi lahan dan pertambahan jumlah penduduk membuat semua masyarakat perlu bersama-sama memikirkan mencari pangan alternatif pengganti beras. Rasa optimisnya bukan tanpa alasan. Sebab sorgum juga bisa ditanam di pesisir Jawa Timur, Banten, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Sorgum sendiri sangat cocok ditanam di daerah berpasir, tanah kering bebatuan, asalkan tidak lebih dari 88 dpl.

Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang sorgum dan benih sorgum, padi hitam, jewawut, dan jagung pulut, Maria pun mempersilahkan siapa saja mengirimkan pertanyaan kepada Cinta Alam Pertanian Kadiare melaui email tataloretha@gmial.com. Maria berharap pemerintah di Flores akan semakin menggalakkan pemasaran produk-produk pertanian dari lahan kering tersebut. Ada pula produk kuliner siap santap di luar NTT dari bahan sorgum dan lainnya. Tapi yang pasti, Maria tak akan pernah berhenti mengajak masyarakat untuk kembali makan pangan lokalnya dan bangga pula dengan makanannya.
 




Ke depan, ia tetap semangat berjibaku mengubah perilaku masyarakat yang masih menganggap beras menjadi bahan pangan utama. Oleh sebab itu, pengetahuan akan makanan olahan sorgum dianggap penting untuk dikenalkan pada anak-anak usia dini di Indonesia. Sebagai perbandingan, Maria pun juga sering memberikan olahan sorgum pada anak-anak usia dini yang ditemuinya. Dan selanjutnya ia akan membiarkan proses itu berjalan dan mereka akan mengatakan sangat kenyang dan lupa nasi setelah memakan sorgum.


____________________________
advetorial :

MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA KLIK DI SINI

BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau  KLIK DI SINI



























0 komentar:

Posting Komentar