sumber foto : tabloid NOVA |
Sejak remaja, ibu empat anak ini mengabdikan hidupnya menjadi bidan di Flores Timur, NTT. Dan anak kedua dari enam bersaudara ini sudah menekuni profesi bidan sekitar 20an tahun. Banyak yang telah dilakukannya selama bertugas di wilayah pedalaman, sampai ia berhasil mewujudkan cita-citanya membuka Bidan Praktik Mandiri Emma, satu-satunya klinik bersalin swasta di wilayahnya.
Sebenarnya,
Joria dulu bercita-cita ingin jadi anggota militer. Tapi orang tuanya, pasangan
(alm) Parmin Hasanah dan Siti Puken, menyarankannya agar sekolah perawat saja.
Alasannya, sebagai anak perempuan ia dirasa lebih cocok menjadi perawat. Selain
itu juga agar bisa cepat mendapatkan pekerjaan. Kala itu, kota kelahirannya di
Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) belum memiliki
sekolah perawat. Jadilah, setamat SMP ia masuk sekolah Perawat Kesehatan di
RSUD TC Hillers, Maumere, yang jaraknya sekitar 150 km dari Larantuka.
Joria
pun mulai meninggalkan orang tua dan tinggal di asrama. Ternyata, ia malah
menyukai dunia keperawatan. Di sana ia dididik menjadi perawat sekaligus
pelayan masyarakat. Ia dan teman-teman pun juga sering langsung praktik di
rumah sakit. Ada kebahagiaan tersendiri ketika bisa ikut menolong orang.
Kebetulan, ia termasuk tipe orang yang mudah tersentuh.
Joria
menyelesaikan pendidikan di sekolah perawat tahun 1992. Pada saat itu ada
Instruksi Presiden yang menyebutkan, lulusan perawat perempuan wajib
melanjutkan ke program pendidikan bidan. Tenaga bidan sangat dibutuhkan untuk
melayani masyarakat pedesaan. Lantas, ia pun mengikuti sekolah bidan dan
berhasil menyelesaikan pendidikan dengan baik.
Selama
mengikuti sekolah bidan itu ada sebuah peristiwa yang membuatnya makin
mencintai pekerjaan ini. Hingga ia meyakini, inilah pilihan hidupnya. Pada saat
itu, di Flores terjadi gempa disusul tsunami pada 12 Desember 1992. Maumere
tergolong paling parah. Kondisi akibat gempa begitu luar biasa. Banyak korban
meninggal dan gedung rusak, termasuk rumah sakit dan asrama tempatnya belajar.
Gemba bumi berkekuatan 6,8 pada Skala Richter itu terjadi pada jam 13.29 WTA.
Gempa kemudian disusul tsunami setinggi 36 meter, dan menyebabkan rumah-rumah
di sepanjang pesisir pantai hancur. Korban jiwa tercatat lebih dari 2000 orang
dan 500 orang hilang. Gempa juga menghancurkan belasan ribu rumah dan puluhan
tempat ibadah.
Namun
Joria bersyukur, saat kejadian itu ia tak kekurangan apa pun. Saat itu ia baru
saja pulang dinas malam dan sedang berada di rumah temannya. Segera saja ia
kembali ke asrama. Beruntungnya, tak ada korban di kalangan siswa yang terdiri
dari 45 orang. Padahal, asrama juga rubuh dan banyak bagian rumah sakit yang
rusak parah. Bersama teman-temannya, ia pun segera terlibat menangani pasien
yang begitu banyak. Mereka terus saja mengerjakan apa yang bisa mereka kerjakan
di rumah sakit yang memang menjadi muara terakhir para korban gempa.
Oleh
karena jumlah pasien begitu banyak dan gedung juga rusak, maka dibuatlah
tenda-tenda perawatan di lapangan. Banyak pasien yang mengalami patah tulang
akibat terkena reruntuhan. Dengan segala keterbatasan, ia bersama
teman-temannya berusaha membantu pasien yang begitu banyak. Joria masih ingat,
saat itu seharian ia tak makan dan baru mendapatkan jatah makan biskuit 1
potong pada malam hari.
Salah
satu kendala yang terjadi saat itu adalah keterbatasan obat. Joria masih ingat
pula, ketika itu terjadi hujan yang membasahi obat-obat itu. Obat yang semua
berbentuk pil itu pun berubah menjadi lunak. Maka, sekalian saja obat itu ia
lembutkan seperti bubur, lalu dibagikan ke pasien. Cukup lama juga ia merawat
pasien dalam kondisi terbatas. Di situlah ia merasakan pengalaman luar biasa,
hingga makin terpupuk perasaan peduli kepada sesama.
Setelah
berhasil menamatkan pendidikan kebidanan, Joria bersama teman-temannya sesama
alumni bidan disebar ke berbagai pelosok wilayah. Ia yang saat itu masih
berusia 19 tahun, mendapat tugas di Desa Kalikur, Kecamatan Buyasuri, pada
1993. Desa ini masih pelosok dan termasuk dalam wilayah pantai. Butuh waktu
delapan jam perjalanan menggunakan motor laut untuk sampai ke kota kecamatan.
Selain itu, transportasi juga bisa ditempuh dengan motor laut yang lebih kecil
(ketinting). Sampai di sana, ia sudah dijemput oleh kepala desa dengan
menggunakan sepeda motor. Rupanya, kedatangannya sudah diumumkan ke warga desa.
Joria merupakan bidan pertama yang dikirim ke Desa Kalikur dan menjadi
satu-satunya bidan di wilayah pantai. Selama ini, persalinan warga di sana
ditangani dukun bayi yang juga hanya satu orang. Jadi, tugasnya di sana adalah menggantikan
tugas dukun.
Walau
sebenarnya sudah ada program Polindes (Pondok Bersalin Desa), tapi jangankan
Polindes, kantor desa pun di sana tak ada. Puskesmas hanya ada satu di
kecamatan yaitu Puskesmas Wairiang. Ia pun dititipkan tinggal di salah satu rumah
penduduk. Kondisi desa memang masih serba terbatas. Di sana belum ada listrik.
Selepas jam 18.00 sudah tidak ada kegiatan. Maka itu, malam bulan purnama
selalu ditunggu-tunggu warga desa. Banyak orang berkumpul di depan rumah atau
di tanah lapang. Kebetulan pula Joria bisa bermain gitar. Untuk hiburan, ia
sering bermain gitar dan bernyanyi bersama muda-mudi setempat.
Joria
mengaku, ia tidak merasa kesulitan melakukan pendekatan ke masyarakat. Langkah
pertama yang dilakukannya tentu saja melakukan pendekatan kepada dukun bayi
yang usianya 60-an tahun. Ia mengatakan, bahwa kehadirannya sebagai rekan
kerja. Dengan pendekatan yang baik, dukun bayi itu pun menerimanya dengan baik
pula. Bahkan, sang dukun itu mengaku sebenarnya ia juga sudah lelah, selama ini
tak punya teman. Pada akhirnya, Joria pun mulai menangani persalinan dengan
masih tetap dibantu dengan ibu dukun bayi.
Selain
itu, ia juga tak hanya mengurusi persalinan, tapi juga menangani warga yang
sakit. Tentu saja bukan jenis penyakit yang berat. Setiap bulan, ia juga selalu
ke puskesmas di kota kecamatan untuk mengikuti mini lokakarya tingkat
puskesmas, dan melakukan laporan tentang kondisi kesehatan masyarakat. Sekalian
juga ia membawa obat untuk keperluan sebulan. Seperti obat diare, batuk, pilek,
malaria, dan sebagainya.
Salah
satu hal yang membuatnya cepat dekat dengan masyarakat adalah, karena kebetulan
ia memiliki bakat cepat menguasai bahasa. Provinsi Nusa Tenggara Timur, kaya
sekali adat budaya, termasuk bahasa. Bahasa daerah di Desa Kalikur beda sekali
dengan bahasa daerah yang ia gunakan. Lantaran terus bergaul dengan masyarakat
setempat dan belajar, setelah tiga bulan ia pun bisa berbahasa daerah setempat.
Dan ia merasa lebih nyaman mengobrol dengan bahasa daerah, karena bisa terjalin
kedekatan. Joria pun tak kesulitan melakukan penyuluhan tentang berbagai
masalah kesehatan ke masyarakat. Ternyata, penyuluhan dengan menggunakan bahasa
daerah membuat pesan yang ia sampaikan lebih mudah diterima.
Sebenarnya,
masa tugasnya di Desa Kalikur hanya tiga tahun. Namun, menjelang usai tugas,
kepala desa meminta kepala dinas kesehatan agar memperpanjang tugasnya. Maka
jadilah, ia empat tahun tinggal di desa itu. Tentu saja banyak pengalaman
berharga yang ia alami selama tinggal di sana. Ia bersyukur, selama menangani
persalinan jarang sekali terjadi kasus ibu dan bayi meninggal. Namun, ia pernah
mengalami pengalaman yang cukup menegangkan. Ceritanya, saat itu ia sedang
membantu persalinan seorang ibu yang akan melahirkan anak ke-9. Perlu
diketahui, isu Keluarga Berencana (KB) memang masih menjadi masalah bagi warga
desa. Ada pandangan, KB bisa menghambat orang mempunyai keturunan.
Kebetulan
si ibu hamil yang ia tangani ini memiliki masalah kesehatan. Dia terkena
keracunan kehamilan dan harus dirujuk ke Puskesmas Wairiang. Syaratnya, tentu
saja harus ada persetujuan suami. Yang membuat hati Joria miris, saat itu sang
suami sedang berada di rumah istri keduanya. Ia pun segera menyusul ke tempat
suami ibu itu. Menjadi lebih seru, karena pasien ini menumpang motor laut kecil
yang kapasitasnya hanya untuk enam orang. Saking sempitnya, tiang infus juga
tidak bisa dibawa. Sepanjang perjalanan selama satu jam lebih, ia harus
memegang cairan infus dan menjaga agar tetesan tetap lancar. Sayangnya, bayi
yang dikandung ibu itu tak sempat tertolong. Menurut Joria, peristiwa kematian
ibu dan bayi lahir, selalu menakutkan bagi para bidan. Dan Joria bersyukur,
peristiwa itu jarang sekali ia alami.
Seusai
menjalani tugas sebagai bidan, Joria lalu kuliah lagi mengambil Program D III
Kebidanan di Denpasar selama tiga tahun. Lalu setelah itu ia kembali lagi ke
Larantuka dan bertugas di RSUD Larantuka. Tahun 2010, ia menyelesaikan program
Magister Kebidanan di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
Sekembalinya dari Bandung ia bertugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Flores
Timur. Selama bertugas di Dinas Kesehatan, ia sudah jarang menyentuh pasien.
Sementara ada kerinduan untuk kembali melayani masyarakat.
Akhirnya
di awal tahun 2013, Joria membuka Bidan Praktik Mandiri “Emma”. Emma ini
merupakan bahasa daerah yang artinya bunda atau ibu. Tujuannya adalah ingin
mengamalkan kemampuan yang ia miliki. Sekaligus ia juga ingin membantu
masyarakat dan memberi alternatif pelayanan kebidanan. Di Bidan Praktik Mandiri
“Emma” ini ada beberapa pelayanan kesehatan, dari mulai senam ibu hamil,
pelayanan kontrasepsi, sampai persalinan. Beruntung, hingga saat ini tiap hari
selalu ada pasien yang datang.
Dulu,
sebelum membuka Bidan Praktik Mandiri “Emma”, ia sering menggratiskan obat.
Tapi kini, ia harus menggaji bidan lain, maka ia harus memasang tarif.
Sebenarnya biaya untuk persalinan normal Rp 850 ribu. Namun, untuk pasien yang
keadaan ekonominya terbatas, ia hanya meminta biaya obat saja. Sedangkan biaya
persalinannya ia gratiskan. Menurut Joria Ini hanya bagian dari amalnya sebagai
bidan. Dan ia sangat senang bila bisa membantu masyarakat. Sejujurnya, sebagai
manusia terkadang ia juga merasa lelah dan memiliki masalah. Namun begitu
mendengar keluhan pasien, kesedihannya pun hilang, dan semangatnya tumbuh lagi.
Ia malah senang mendengar curhat dan keluhan pasien. Tentu saja keluhannya itu
bermacam-macam.
Dalam
menjalani Bidan Praktik Mandiri “Emma”, awalnya ia mengajak tiga bidan
seangkatannya yang memiliki visi dan misi sama. Namun, belakangan ini ia
merekrut lagi enam bidan junior. Sekaligus ia ingin melakukan pengkaderan dan
membimbing bidan muda.
Selain
mengurus Bidan Praktik Mandiri “Emma”, saat ini Joria juga dipercaya menjadi
koordinator bidan kabupaten untuk program 2H2 Center, sebuah program yang
digagas kepala Dinas Kesehatan setempat, sejak 2010. 2H2 Center ini adalah
program yang mendata dan mengawasi semua ibu hamil di Flores Timur sampai proses
persalinan. Tujuan 2H2 Center adalah pemantauan ketat dua hari sebelum dan dua
hari sesudah persalinan. Masa ini adalah fase paling kritis untuk ibu yang
melahirkan.
Namun
dengan pendataan dan pengawasan, risiko kematian bayi dan ibu akan bisa
ditekan. Dari data yang diperoleh dapat terlihat, sebelum ada program ini tiap
tahun di Kabupaten Flores Timur terjadi kasus 14 ibu meninggal dari 4 ribuan
persalinan. Namun pada akhir tahun 2013, hanya ada enam kasus kematian ibu. Sementara
angka kematian bayi menunjukkan penurunan yang signifikan. Dengan program ini,
benar-benar bisa mengurangi risiko kematian ibu atau bayi.
Di
2H2 ini Joria berkoordinasi dengan semua bidan yang ada di seluruh wilayah di
20 puskesmas, dengan bermodalkan dua handphone
yang selalu aktif 24 jam. Ia dan teman-teman bidan berusaha keras, jangan
sampai ada celah ibu melahirkan tanpa fasilitas kesehatan. Ketika pasien masuk
kamar bersalin di puskesmas, maka bidan juga wajib melapor ke 2H2 Center, jam
berapa pun itu. Selanjutnya, pasien dipantau dari 2H2 Center. Jika terjadi
kegawat daruratan dan bidan-bidan ada kesulitan ketika menangani persalinan,
mereka akan mengontak dirinya. Kemudian Joria akan memandu apa saja yang harus
bidan-bidan itu lakukan. Kalaupun tak bisa ditangani di tingkat puskesmas, ia bersama
tim bidan akan mengatur supaya ibu hamil tersebut segera dirujuk ke RSUD.
Jarak
tempuh dari puskesmas ke RSUD sangat bervariasi. Tak jarang para bidan harus
merujuk di tengah malam gulita, menyeberang laut dengan gelombang dan arus yang
cukup ganas. Ambulans 2H2 Center lalu akan menjemput ibu hamil ini di
pelabuhan. Kadang para bidan ini selalu deg-degan dan khawatir jika teman-teman
yang sedang dalam penyeberangan mengabarkan, mereka terseret arus sehingga
pasien telat tiba.
Di
2H2 Center perkembangan kasus dilaporkan setiap waktu. Dengan program ini, telah
berhasil menyelamatkan belasan ribu ibu hamil. Dan di tahun 2012 tim bidan di
2H2 Center mendapat penghargaan MDG’s
Award Special Category. Pengalaman inilah yang ingin ia bagikan untuk
daerah lain. Sebanyak 21 kabupaten di NTT mereplikasi program ini. Selain itu,
banyak pula daerah lain yang melakukan studi banding di Flores Timur.
Joria
juga pernah ditugaskan untuk berbagi pengalaman menangani 2H2 Center di
Jakarta, Palu, dan Papua. Bahkan setiap kali punya jadwal mengajar Program D IV
kebidanan di Stikes Tuanku Tambusay Pekanbaru, ia wajib mensosialisasikan
program ini ke seluruh mahasiswa.
Beruntung
pula, sang suami, Ibrahim Abdul Malik EK, sangat mendukung kegiatannya. Tak
bisa ia gambarkan betapa bahagianya ia memiliki suami yang sangat mendukung apa
saja yang ia kerjakan, apalagi berkaitan dengan nyawa seorang ibu dan bayinya. Pernah
pula ia diprotes empat anaknya yang masih kecil, Shafi Surya Domar, Shafa Annisa
Rembulan, Shifa Maulana Ibrahim dan Rafah Langit Ramadhan.
Ceritanya
saat itu ia sedang mengajak anak-anaknya makan di taman kota. Pada saat itu, ia
menerima telepon dari bidan yang tengah menangani persalinan di puskesmas. Kebetulan, si pasien mengalamni pendarahan.
Spontan ia bicara agak keras, “Pendarahan?”. Ternyata, ada orang lain yang
tengah makan langsung menengok ke arahnya tanpa ia sadari. Usai telepon,
anaknya mengatakan bahwa gara-gara ia berteriak menyebut kata ‘darah’, tamu di
rumah makan jadi risih dan pergi.
Sebenarnya,
apa yang Joria lakukan selama ini semata-mata demi pelayanan. Jika kemudian
pekerjaannya ini mendapat penghargaan dari berbagai pihak, tentu saja ia sangat
bersyukur. Ia yakin, berbagai penghargaan yang telah diterimanya ini adalah
bekat doa-doa yang dipanjatkan oleh pasien-pasiennya. Dan ia berharap,
penghargaan-penghargaan itu akan memacunya untuk melakukan pekerjaan lebih baik
lagi.
____________________________
advetorial :
MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR BARANG,
PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
meng inspirasi
BalasHapus