Kasus kekerasan seksual pada murid TK di Jakarta International School (JIS) beberapa waktu lalu membuat wajah Erlinda Iswanto sering muncul di layar kaca. Tapi sebenarnya, perempuan berdarah Palembang-Surabaya ini telah lama terjun di dunia aktivis pembela hak anak. Erlinda memang bukan wajah baru di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), walaupun ia baru dilantik sebagai komisioner KPAI di awal tahun 2014 dan mulai aktif bertugas di KPAI pada Februari 2014. Sebelumnya Erlinda sudah lama berkecimpung di dunia aktivis perlindungan anak.
Saat kuliah di
Universitas Negeri Jakarta jurusan Fisika, yang kala itu masih bernama IKIP, ia
sempat bergabung dengan PERISAI, sebuah unit kegiatan mahasiswa. Lalu sempat
pula bergabung dengan Wanita Syariat Islam sebagai aktivis perempuan dan anak. Banyak
sekali aksi sosial yang ia terlibat di dalamnya, seperti mengajar anak-anak di
kolong jembatan hingga menyediakan MCK (Mandi Cuci Kakus) untuk warga marginal
di kawasan Menteng. Dari situ, ia mulai berkenalan dengan KOWANI dan Yayasan
Sayap Ibu. Ia juga kemudian aktif menjadi relawan KPAI dan Satgas Komnas
Perlindungan Anak.
Saat menjadi relawan KPAI, Erlinda banyak bekerja sama dengan Seto Mulyadi. Dan kebetulan, sejak kecil ia sudah senang dengan sosok yang akrab disaba Kak Seto itu. Erlinda adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Dua adiknya usianya terpaut jauh sekali. Kebetulan pula, anak-anak tetangga yang kedua orangtuanya bekerja senang menghabiskan waktu di rumahnya. Kepada anak-anak tetangganya itu ia selali minta dipanggil “Kak”, sama seperti Kak Seto. Erlinda sama sekali tidak menyangka kalau pada akhirnya ia benar-benar bisa dipertemukan dengan Kak Seto. Kepada tokoh pemerhati masalah anak itulah ia menyampaikan keinginannya untuk belajar banyak soal hak-hak anak. Seja itu, bersama Kak Seto ia sering diajak menengok anak-anak Indonesia di berbagai kota seperti Manado, Medan, Bandung, dan banyak lagi.
Dari melihat keadaan anak-anak di daerah pedalaman maupun perbatasan yang kehilangan hak-haknya, ia pun membangun mimpi. Impiannya adalah ia ingin bisa mengubah keadaan, memperjuangkan hak yang sama untuk setiap anak Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Harapannya, melalui KPAI ia bisa mempengaruhi perubahan peraturan daerah agar lebih berpihak pada anak. Apalagi, belakangan ini banyak sekali kasus kejahatan seksual pada anak di Indonesia. Padahal, kekerasan seksual pada anak ini bahaya karena bisa merusak syaraf anak. Hal ini bisa dijelaskan secara ilmiah. Menurut ahli syaraf, psikiater, dan psikolog klinis, kekerasan seksual bisa mengakibatkan kerusakan syaraf di bagian cortex dan frontal cortex.
Kalau bagian itu sudah rusak, dampaknya anak akan terbunuh karakternya. Dia akan tumbuh menjadi manusia dewasa dengan perilaku menyimpang. Membenci diri sendiri, membenci orang lain, dendam, dan marah. Yang lebih parah adalah, 70 persen korban kekerasan seksual rawan menjadi pelaku. Tentu saja ini perlu disikapi secara hati-hati, karena bisa membuat satu generasi hilang. Secara kasat mata generasi ini mungkin sehat, tapi secara psikologi mereka sudah terbunuh. Walau nampak mengerikan sekali, tapi harus ada jalan keluarnya. Harus ada keinginan untuk berbenah diri, baik dari orangtua, masyarakat, hingga pemerintah atau pemangku kebijakan. Bagi orang tua, perbaiki pola asuh yang mengedepankan moral dan agama. Masyarakat juga harus lebih peka terhadap hak anak. Sedangkan pemerintah, harus membangun sistem yang bagus untuk perlindungan anak. Oleh karena itu, setelah kasus JIS marak, ditambah dengan kasus Emon (di Sukabumi), KPAI telah mendesak presiden untuk turun tangan. Dan hasilnya, meski belum diketuk palu, dalam waktu dekat akan ada Inpres soal sistem perlindungan anak yang holistik.
Menurut Erlinda, idealnya sistem perlindungan anak ini sampai ke kelompok masyarakat terkecil seperti RT atau RW. Jadi kalau ditemukan kekerasan pada anak, masyarakat tidak bingung harus melapor ke KPAI pusat, tapi bisa di RT atau RW setempat. Sempat ada wacana hukuman kebiri kimiawi untuk pelaku kejahatan seks pada anak. Secara pribadi, Erlinda tidak menolak ide tersebut. Justru ia senang masyarakat ramai-ramai membahas soal hukuman yang pantas diterima penjahat seksual pada anak. Ini berarti, masyarakat sudah peduli. Kalau ternyata hukuman kebiri ini menjadi solusi yang bisa memberikan efek jera dan meminimalkan terjadinya kejahatan serupa, bagi Erlinda silahkan saja bila ingin dikaji lebih jauh.
Erlinda menjelaskan, beberapa waktu lalu, Kejaksaan Negri juga sempat mengeluarkan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) agar para jaksa dan hakim memaksimalkan hukuman kepada para terdakwa kejahatan dengan korban anak. Sebelumnya sempat ada peristiwa, penjahat yang hanya dihukum 3 bulan, padahal vonis terberatnya bisa sampai 3 tahun. Nah, dengan SEMA yang sudah beredar itu diharapkan jangan sampai ada peristiwa seperti itu lagi. Menurut Erlinda, secara umum, KPAI sebenarnya berharap agar UU Perlindungan Anak yang ada sekarang ini direvisi. Banyak pasal yang belum diadakan. Misalnya bila kejadian terjadi di sekolah, seharusnya pihak sekolah juga bisa dipidanakan. Atau soal hak asuh anak pada pasangan bercerai, banyak kasus bila anak diputus hak asuh ikut ibu, ayahnya akan kesulitan bertemu dan atau sebaliknya. Seharusnya ada pasal menyebutkan bahwa pihak yang mempersulit anak bertemu dengan orangtuanya bisa dipidanakan.
Lalu atas nama KPAI Erlinda juga menginginkan posisi KPAI bisa diperkuat sebagai lembaga yang independen. Selama ini jika KPAI menerima aduan, mereka kesulitan menjalankan eksekusi. Misalnya pada kasus Panti Asuhan Samuel. KPAI sebatas menerima aduan tapi tidak bisa mengambil atau menjemput penghuni panti yang menjadi korban. Karena posisi hukum KPAI sebagai lembaga negara hanya bersifat melakukan pengawasan dan pemantauan. Bagi Erlinda ini tentu saja membatasi ruang gerak KPAI.
Fokus pada tindak pencegahan terjadinya kekerasan seksual pada anak, menurut Erlinda seharusnya memang anak sejak usia TK sudah diajari tentang sex education. Ini sangat penting agar anak mengetahui cara menjaga tubuhnya dari orang yag tidak bertanggung jawab. Orang tua bisa mengajari anak untuk mengetahui anatomi tubuhnya, termasuk bagian privat yang tidak boleh dipegang siapapun, termasuk ayah kandungnya sendiri. Pasalnya, banyak sekali laporan yang masuk ke KPAI, ayah kandung menjadi pelaku kekerasan seksual pada anaknya sendiri.
Di sisi lain, kita juga berkejaran dengan teknologi. Maka orangtua hendaknya mengembangkan otak kiri anak dengan moral dan agama, jadi di usia mereka yang masih kanak-kanak, otak kanan yang bertanggung jawab akan birahi tertutup. Orang tua pun akan selalu bekejaran tentang hal mana dulu yang akan ditangkap anak. Ajaran orangtua yang bertanggung jawab atau teknologi yang membuat siapapun jadi mudah mengakses konten pornografi ? Anak yang memiliki pemahaman moral, jika melihat adegan vulgar atau pornografi akan tahu bahwa itu tidak baik. Nanti akan ada masanya pemahaman akan kegiatan seksual yang sehat yang diberikan orang tua sesuai dengan perkembangan umur mereka.
Dalam menangani kasus kekerasan seksual pada anak, tentu saja Erlinda harus selalu turun ke lapangan. Ketika pelaku kekerasan seksual pada anak bernama Emon ditangkap di Sukabumi, ia segera datang ke sana. Di sana Erlinda mengaku sangat kaget mendengar cerita dari teman-teman psikolog klinis dan forensik yang memeriksa anak-anak korban Emon. Sebagian ada yang mengaku sedih Emon ditangkap polisi. Karena selain memberi iming-iming uang atau materi, Emon juga memberikan kasih sayang pada para korbannya. Ini berarti menyangkut peran orangtua yang sudah terlepas. Sungguh, ini merupakan tamparan bagi seluruh keluarga Indonesia. Dalam menangani kasus JIS, Erlinda juga tak lelah mendampingi korban. Ia yang mengusulkan agar seluruh guru dan pekerja JIS dites darah untuk mencari siapa saja yang mengidap penyakit herpes. Langka ini sempay membuat pihak JIS berangf. Erlinda pun mengaku kepada wartawan, ia sempat menerima teror dan ancaman pembunuhan melalui SMS dari orang tak dikenal. Namun, adanya ancaman ini tidak akan membuatnya mundur. Justru menambah semangatnya untuk membongkar kekerasan seksual di JIS.
Pada kedua anaknya, Herdian Alfarisi Iswanto dan Diffi Alvirie Iswanto, Erlinda pun kerap mengajak mereka terjun langsung ke kegiatan yang ia jalani. Awalnya tentu saja kedua anaknya kaget mengetahui ternyata banyak anak yang nasibnya tidak seberuntung mereka. Sempat juga mereka risih saat ia ajak mengunjungi anak-anak berkebutuhan khusus yang air liurnya terus menetes. Tapi tak lama kemudian mereka pun bisa menerima keberagaman itu. Erlinda memang ingin menerapkan pola asuh pada kedua anaknya agar punya empati yang bagus dan toleransi yang tinggi. Karena suatu hari nanti kalau usia kedua anaknya sudah matang, Erlinda ingin mereka bisa melakukan seperti apa yang ia lakukan saat ini.
Yang pasti menurut Erlinda, orangtua perlu mendidik anak dengan penuh cinta. Caranya juga sangat mudah. Misalnya setiap pagi sebelum berangkat sekolah ajak anak mengucapkan kalimat baik seperti, “Aku anak baik, aku anak hebat, aku anak cerdas.” Atau tuliskan kalimat “Ayah-Bunda love you. Kamu anak hebat,” di kertas dan diselipkan pada kotak bekal makan siang anak. Bayangkan saja saat anak membuka dan membaca pesan itu, pasti hatinya akan senang.
Erlinda percaya, seluruh kendali tumbuh kembang anak adanya di keluarga. Tapi kembali lagi, tidak semua keluarga di Indonesia punya kekuatan ekonomi. Banyak orangtua yang berjuang keras dalam bekerja untuk keberlangsungan hidup sehingga perhatian kepada anak kurang maksimal. Di sinilah peran pemerintah bisa bekerja, misalnya dengan memberikan parenting skill untuk orangtua dan guru di sekolah. Suami Erlinda, Dr. Bambang Heru Iswanto pun, sangat mendukung kegiatannya. Suaminya adalah dosen di Universitas Bina Nusantara dan juga dosen pasca sarjana di Universitas Negeri Jakarta. Diakui Erlinda, sang suami kerap banyak mengalah, terutama bila ia harus didera pekerjaan hingga jam 02.00 dini hari.
Masa jabatan Erlinda sebagai Komisioner KPAI hingga 2018. Dan masih banyak program KPAI yang harus dilakukan bekerja sama dengan kementrian dan juga masyarakat. Dan yang terpenting adalah harus ada sistem perlindungan anak yang kuat dan bagus. Mimpinya adalah, kalau ada anak yang menjadi korban kejahatan, dia bisa dilindungi secara utuh. Saat melapor ke polisi, masa pemulihan di rumah sakit, sampai proses di pengadilan, bahkan hingga konseling dengan psikolog anak. Dengan sistem yang baik, implementasi baru ini tentu bisa dijalankan. Intinya Indonesia harus bisa menjadi negara yang ramah terhadap anak. Secara pribadi, kalau nanti jabatannya di KPAI sudah berakhir, ia ingin tetap bisa menjadi bagian dari aktivitas perlindungan anak. Tak peduli di mana pun ia berada nanti.
Saya ingin berbagi cerita kepada anda bahwa dulunya saya ini cuma seorang.
BalasHapuspenjual es kuter kelilin tiap malam. pendapatannya tidak seberapa dan.
tidak pernah cukup dalam kebutuhan keluarga saya,, suatu hari saya dapat.
informasi dari teman bahwa AKY GENDENG bisa memberikan angka ritual/goib.100% tembus.
akhirnya saya ikuti 4D nya dan alhamdulillah memanG bener-bener terbukti tembus.
saya sangat berterimakasih banyak kpd AKY GENDENG.atas bantuan AKY saya sekarang.
sudah bisa mencukupi kebutuhan keluarga saya bahkan saya juga sudah buka.
usaha matrial dan butik pakaian muslim.
Jika anda mau buktikan
silahkan bergabun sama AKY GENDENG
Di:
No: tlp.0853-1089--8585
Saya sudah buktikan benar2 tembus 3x permainan
Yth Erlinda Siswanto,
BalasHapusMohon maaf saay ingin mengomentari pernyataan anda tentang 14 pemerkosa YY di Rejang Lebong. Anda katakan di Metro TV bahwa anda menjamin jika ke 14 pelaku setelah ke luar dari penjara, 'pasti' berubah! Yang dapat memastikan itu hanya Tuhan. Jangan memberikan pernyataan kontroversial dengan rasa keadilan di masyarakat. Jika nanti mereka melakukan kejahatan lagi kami pasti minta pertanggungjawaban ada, apalagi anda bilang mereka harus direhabilitasi berdasarkan UU yang ada. Ingat, perbuatan bejat dan brutal itu jangan melihat usia pelakunya, tapi akibat yang ditimbulkan