Namanya
Suluh Pratitasari. Kelahiran Yogyakarta, 13 Oktober 1971 ini membangun bisnis
sesuai hobinya jalan-jalan ke luar negeri. Lulusan S1 & S2 Antropologi
Universitas Gadjah Mada ini mendirikan trip organizer tahun
2012 lalu. Bukan trip organizer biasa, tetapi yang mengajari
pesertanya untuk bisa mandiri di negeri orang. Tak heran jika banyak peserta
yang ketagihan mengulang perjalanan.
Suluh
mengaku, menggeluti bisnis travel agent diawali dengan hobi
menulis dan jalan-jalan. Sejak kecil ia memang hobi menulis, bahkan sempat
menjadi reporter sebuah tabloid dan media corporate di salah
satu provider. Hobi tulis menulis ini lalu ia tuangkan dalam blog
pribadi, yaitu Matatita,com. Di sana Suluh banyak bercerita tentang
perjalanannya di dalam dan luar negeri. Ternyata, blog-nya dilirik sebuah
penerbit untuk dibukukan. Buku pertama berjudul Tales From The Road terbit
tahun 2009, buku kedua terbit setahun kemudian berjudul EUROTRIP Safe
& Fun. Tidak lama kemudian langsung disambung dengan buku ketiga dengan
judul UKTRIP Smart & Fun tahun 2011.
Dari buku-buku itulah akhirnya muncul banyak permintaan untuk melakukan trip ke Eropa bersama. Waktu itu, sebetulnya Suluh sempat menolak, karena ia membuat buku hanya agar pembaca dapat pergi sendiri dengan panduan buku miliknya. Awalnya Suluh memang tidak pernah kepikiran membuka trip, karena membuat buku itu sekedar ingin berbagi pengalaman pergi sendiri saja. Suluh ingin meyakinkan orang bahwa pergi ke Eropa itu tidak sesulit yang dibayangkan. Pergi sendirian pun bisa dan aman, juga mudah. Intinya, tidak memerlukan travel agent, dan kita bisa eksplor sendiri negara yang dikunjungi sesuai passion kita. Namun, permintaan terus saja mengalir sampai tahun 2012. Dari situ kemudian muncul niat iseng untuk membuka trip bersama melalui media sosial. Sebetulnya, kata Suluh, ini hanya untuk mengetahui seberapa banyak yang berniat pergi ke luar negeri. Ternyata respons saat itu sangat tinggi. Suluh mengaku sempat kaget, karena ia hanya menggunakan media sosial untuk promo di bulan Februari 2012. Sejak itu banyak yang mulai waiting list karena berbagai alasan, seperti sudah menggunakan cutinya sehingga tidak bisa mengikuti trip pertamanya. Tercatat waktu itu ada 20 orang yang berangkat bersamanya ke Eropa untuk pertama kalinya. Sekarang, setiap tahun 6-8 kali Suluh pergi ke Eropa mengantarkan klien melalui travel agent miliknya yang ia beri nama Mata Tours.
Mempunyai
semacam trip organizer sebenarnya memang bukan cita-cita
Suluh. Hanya karena banyak yang meminta, maka ia harus bertanggung jawab.
Karena tidak mungkin ia hanya membuat trip satu kali saja kemudian berhenti.
Pertama, ia kasihan pada peserta yang sudah ingin mengikuti trip, dan kedua
menurut Suluh, ini merupakan tantangan dan peluang baginya, dalam artian kalau
dianggap sebagai bisnis baru. Oleh karena itu Suluh jadi merasa tertantang.
Berbeda dengan travel agent umumnya, Mata Tours mengangkat
konsep peserta belajar mandiri, sementara travel agent umum
justru menjadikan peserta makin tergantung pada travel agent tersebut.
Misalnya alat transportasi, jadwal yang ketat dan destinasi wisata yang sudah
ditentukan. Mata Tours justru mengajarkan yang sebaliknya. Konsep tur yang
Suluh angkat ini sifatnya mengajari orang untuk belajar mandiri dan tidak
memburu destinasi sebanyak-banyaknya. Destinasi dibuat sesedikit mungkin, tapi
peserta punya waktu banyak untuk mengeksplor. Di hari pertama, Suluh akan
mengajarkan bagaimana hidup di negara tertentu. Bagaimana transportasi
publiknya, membaca petanya, dan apa saja yang harus dan tidak boleh
dilakukan di negara tersebut. Suluh selalu memilih hotel di dekat stasiun
karena transportasi publik di Eropa itu terkoneksi dengan subway.
Ini akan memudahkan peserta, karena setiap 500 meter ada stasiun sehingga tidak
akan nyasar dengan membaca peta. Perbedaan mendasar inilah yang membedakan Mata
Tours dengan travel agent umumnya. Orang yang menggunakan travel
agent umum mungkin tidak akan tahu jalan, karena hanya duduk manis
saja. Sementara di Mata Tours, peserta mempunyai pengalaman lebih karena mau
belajar menjadi orang setempat. Seluruh jenis transportasi, mulai bus hingga
pesawat, akan dirasakan peserta, sehingga memiliki pengalaman yang banyak.
Menyiapkan
sebuah perjalanan dalam rombongan itu menurut Suluh tidak mudah. Bahkan, pada
perjalanan pertama, energinya benar-benar habis untuk mengurus 20 peserta. Yang
Suluh bayangkan, bila ada orang yang mau ikut pergi, maka tinggal pergi saja.
Ternyata fakta berkata lain. Karena dia sendiri yang harus menyiapkan seluruh
keperluan peserta. Visa misalnya. Tidak semua orang punya pengalaman mengurus
visa. Dan ternyata, 20 peserta pertamanya itu belum pernah sama sekali ke
Eropa. Bahkan ada paspor yang benar-benar masih kosong. Ini yang membuat Suluh
makin tertantang agar seluruh peserta dapat lolos visa. Jadi, selama dua bulan
penuh ia hanya mengurus visa peserta. Untungnya, semuanya bisa lolos visa dan
akhirnya bisa berangkat bersama.
Sekarang
ini banyak peserta Mata Tours yang sebelumnya ikut travel agent konvesional.
Banyak juga peserta trip pertama yang kembali ikut. Bahkan ada yang setahun
ikut tiga kali. Pertama ikut sendiri, kedua mengajak istrinya, dan ketiga
mengajak partner bisnisnya. Ternyata banyak peserta yang ikut
ulang karena menemukan keasyikan bertemu dengan orang-orang dan teman baru
dalam perjalanan ke Eropa. Selain itu juga karena bisa mengeksplor suatu
tempat, tidak terburu-buru waktu. Bahkan, beberapa peserta dapat mengeksplor
sendiri kulinernya, karena memang dibebaskan mencari makan sendiri sesuai
keinginan.
Trip
ke luar negeri, khususnya Eropa, memang butuh banyak biaya. Namun itu sepadan
dengan pengalaman yang didapatkan. Ibaratnya seperti membeli paket makanan di
sebuah fast food. Lengkap beserta minuman, tetapi paket itu tidak
semuanya sesuai keinginan dan kesukaan pembeli. Di pihak lain, pembeli bisa
membayar lebih mahal sedikit, tapi puas karena sesuai pilihan. Pembeli paket
tur di Mata Tours tidak bisa dibandingkan. Buat Suluh, paket tur itu kaitannya
dengan kepuasan dan selera. Untuk pergi ke Eropa, setiap peserta setidaknya
menyiapkan uang Rp 20-40 juta. Tapi sebetulnya, kata Suluh, tidak ada patokan
yang pasti, karena pengeluaran masing-masing berbeda. Yang jelas setidaknya
peserta mengantongi uang 1000 dolar untuk membeli tiket pesawat. Biaya hidup
tergantung berapa hari dan negara mana yang dipilih. Rata-rata untuk 10 hari
perjalanan membutuhkan biaya sekitar Rp 30-40 juta. Setiap paket tur rata-rata
memakan waktu 10-12 hari. Tapi Suluh membebaskan jika ada peserta yang ingin
tetap tinggal atau extend karena sudah punya pengetahuan.
Terjun
di bisnis travel agent memang membutuhkan modal, tapi menurut
Suluh, modal utamanya sebetulnya adalah nekat dan percaya diri. Selain itu juga
perlu belajar teknologi. Sekarang, yang menggeluti bidang ini pun sudah mulai
banyak. Oleh karena itu, Suluh akan terus berinovasi agar bisnis yang ia geluti
ini semakin banyak peminat. Yang ia lakukan adalah memberi edukasi kepada
masyarakat bahwa trip bersamanya akan mendapatkan nilai lebih dibandingkan
dengan travel agent umumnya. Sebab, konsep blusukan yang ia
terapkan seperti naik publik transportasi akan merasakan sensasi yang berbeda.
Destinasi perjalanan juga dibuat berbeda sehingga banyak yang ingin ikut ulang,
karena tertarik dengan destinasi baru walaupun negaranya sama. Selain itu Suluh
juga akan menambah trip ke Asia seperti Jepang dan New Zealand. Ia juga mulai
menjual produk perlengkapan traveling yang ringan dan ringkas
dan tidak mengganggu mobilitas. Bagi Sulung, travel agent konvensional
itu ibarat tipe postcard, artinya mendapat foto Menara Eiffel di
Paris, kincir angin di Amsterdam, atau di bawah Big Ben London. Sementara bila
bersamanya, peserta bisa mendapatkan cerita yang lebih tentang kota-kota itu,
karena akan diajak blusukan menggunakan public transport, berdesak-desakan
di dalam bus. Ada sensasi yang berbeda dari situ.
Skotlandia
dan London adalah dua negara dan kota yang menjadi favorit Suluh sampai saat
ini. Keduanya luar biasa indah dan kulturnya sangat kuat, Terlebih dua negara
itu sering menjadi lokasi syuting Harry Potter, film kesukaannya. Di sisi lain,
Suluh juga punya kota dengan tanda waspada seperti Paris, Roma, dan Barcelona.
Tiga kota itu dikatakannya memiliki jumlah copet tertinggi. Selama ini Suluh
tidak pernah menghitung berapa negara yang sudah ia kunjungi. Sebab ia tidak
mau terjebak dengan kuantitas meski masih banyak daerah yang belum ia kunjungi.
Yang penting baginya, bisa mengeksplor sebuah kota lebih dalam lagi. Bila ke
London misalnya, ia ingin blusukan ke sana seperti dirinya mengenal Yogya.
Suluh lebih terobsesi seperti itu.
Suluh
hanya membuka kantor Mata Tours di Yogyakarta. Ia ingin menginspirasi
orang-orang di daerah supaya juga bisa menjelajah benua lain. Jakarta hanya
menjadi tempat mengurus visa dan administrasi lainnya. Selain itu, semua
persoalan dapat dilakukan di daerah, terlebih di era internet sekarang ini.
Maka Suluh memang tidak harus memaksakan kantornya berada di Jakarta. Namun,
Suluh mengaku, peserta tur nya jarang yang berasal dari Yogya. Kebanyakan
datang dari Jakarta, Bandung, Kalimantan, Sulawesi, atau Papua. Jakarta
menduduki porsi 70%.
Menurut
Suluh, sampai saat ini masih banyak yang menganggap dunia traveling menghabiskan
uang karena sebagian besar melakukannya memang untuk status sosial. Orang pergi
ke Eropa selalu diidentikkan punya uang banyak, tanpa perlu belajar sesuatu
dari perjalanan itu. Sementara beberapa masyarakat melakukan perjalanan ke luar
negeri untuk status media (update status). Traveller seperti
ini banyak sekali Suluh temukan. Padahal, menurut Suluh, traveling itu
merupakan bagian dari proses belajar. Belajar mengenai kebudayaan orang. Untuk
itulahmindset-nya harus diubah terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan
ke luar negeri. Jadi, Suluh ingin mengatakan bahwa traveling itu
tidak sekedar foto di Menara Eiffel atau memegang bunga tulip. Karena semua
orang bisa melakukannya. Maka, kalau perjalanan kita ingin punya makna lebih,
memang harus dirubah dulumindset-nya.
Meski banyak tempat yang sudah ia kunjungi, buat Suluh Indonesia tetap lebih
indah dibandingkan negara manapun. Tapi, Suluh ingin agar masyarakat Indonesia
dapat belajar dari budaya Eropa. Bagaimana membuang sampah, antre, disiplin,
dan merawat heritage. Sebab jika dilihat secara potensi, Indonesia
memiliki kekayaan yang luar biasa indah dan kaya. Perjalanan ke luar negeri,
khususya ke Eropa itu sendiri merupakan bagian dari olah jiwa. Bagaimana kita
melakukan perjalanan sendirian hanya dengan membawa uang terbatas, mencari
akomodasi yang aman sehingga dapat mengelola emosi. Jika perjalanan itu
memiliki nilai, maka akan terbangun mental lebih mandiri saat kondisi tidak
nyaman dan lebih menghargai orang.
Perjalanan Mata Tours selama ini dinilai Suluh selalu
menyenangkan. Ini yang membuatnya yakin bahwa jika sesuatu dikerjakan sesuai passion,
pasti akan berjalan lancar.
0 komentar:
Posting Komentar