Kegiatan sosial memberi warna lain dalam hidup Dr. Sophia Hage. Perempuan yang memilih menjadi spesialis di bidang kedokteran olahraga ini ingin meningkatkan kualitas hidup kaum perempuan di Indonesia. Aksi tersebut pun ia tuangkan dalam Gerakan Selamatkan Ibu dan Lentera Indonesia.
Sejak lama, wanita keturunan
Jawa, Korea, Belanda ini memiliki perhatian khusus pada masalah perempuan.
Menurutnya, jika bukan perempuan itu sendiri, siapa lagi yang bisa memajukan
kaumnya ? Bersama tiga rekannya, hati Sophia tergerak ketika mengetahui angka
kematian ibu melahirkan terekam cukup memprihatinkan di Indonesia. Tahun 2007,
ada 228 kematian berbanding 100.000 kelahiran hidup. Bahkan dari data yang ia ketahui
setiap bertambah tahun angka tersebut terus bertambah. Maka, Sophia berpikir,
jika kita mau menyelamatkan bangsa, selamatkanlah terlebih dulu kaum ibunya.
Sophia percaya ibu yang mandiri dan mampu memberdayakan dirinya akan melahirkan
generasi-generasi berkualitas.
Berangkat dari pemikiran
tersebut, Sophia pun punya misi agar informasi yang baik dan benar tentang
kesehatan reproduksi para ibu bisa tersebar secara merata di Indonesia. Jika
berbicara tentang pentingnya ASI eksklusif untuk bayi, mayoritas ibu maupun
ayah sudah menyadarinya. Tapi, soal pentingnya pemeriksaan selama kehamilan,
belum sepenuhnya terinformasi dengan baik. Setiap pasangan harus menyadari hal
tersebut untuk mengetahui risiko apa saja yang bisa dialami ketika ibu
melahirkan nanti.
Informasi yang diberikan
secara sederhana yakni pemeriksaan minimal dilakukan 4 kali. Pembagiannya, 1
kali di trimester pertama dan kedua. Lalu 2 kali di trimester ketiga. Ini
adalah langkah awal untuk membantu menurunkan angka kematian ibu, sekaligus
jadi senjata untuk mencegah komplikasi saat persalinan. Fakta menunjukkan, 3
penyebab kematian tertinggi ibu melahirkan tidak melulu dipengaruhi tingkat
ekonomi. Yang pertama ada pendarahan, lalu infeksi, dan terakhir preeklampsia,
yakni hipertensi dalam kehamilan yang bisa menyerang berbagai level masyarakat.
Dan semua risiko itu sesungguhnya bisa diketahui jika rutin memeriksakan
kehamilan.
Melalui gerakan Selamatkan Ibu
yang digagas Juni 2010, Sophia memanfaatkan teknologi informasi untuk
memberikan edukasi yang mudah diakses ke masyarakat luas. Gerakan itu pun
berevolusi. Selain aktivitas diskusi melalui akun twitter @selamatkanibu, ia juga
mengadakan seminar, talkshow, dan penyuluhan
yang berkolaborasi dengan komunitas lain. Misalnya saat di Garut, Selamatkan
Ibu bersama komunitas Sahabat Anak memberi edukasi tentang kesehatan
reproduksi. Sophia bercerita, ia pernah bertemu dengan seorang ibu yang sejak
menikah di usia 12 tahun, baru berhenti melahirkan pada saat usianya sudah 46
tahun. Kenyataan ini baginya menjadi tantangan untuk mengubah pola pikir
warisan yang tertanam di masyarakat.
Dalam gerakan sosialnya pula,
ia menyasar kaum menengah sebagai penyambung lidah soal informasi kesehatan,
misalnya pada asisten rumah tangga mereka di rumah. Tentu keberhasilan Sophia
bersama tim Selamatkan Ibu turun ke lapangan tak bisa diukur hanya dari
kuantitas. Tujuan utama mereka adalah ingin memberikan informasi yang tepat dan
bisa diakses oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, mereka memfasilitasinya
dengan modul yang bisa diunduh gratis di website
Selamatkan Ibu.
Menurut Sophia, materi edukasi
tersebut bisa dipahami oleh siapa saja, terutama para ibu yang tergerak untuk
mengedukasi sesama ibu. Mimpi lainnya dalam Gerakan Selamatkan Ibu adalah, bisa
membawa pengetahuan ini ke seluruh pulau yang ada di Indonesia. Caranya dengan
bekerjasama dengan LSM, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan. Walaupun dampaknya
tidak instan, tapi Sophia yakin masa depannya akan panjang.
Langkah Sophia tak terhenti di
situ. Melalui Yayasan Lentera Sintas Indonesia, ia juga memperhatikan kebutuhan
para survivor atau penyintas (korban
kejahatan seksual). Awalnya, ia menemui tweet
yang berisi olok-olok terkait hantu korban perkosaan. Batinnya sangat teriris.
Menurutnya, perkosaan itu bukan lelucon tentang seks. Hal itu terjadi karena
dominasi kekuasaan. Bahkan kebanyakan pelakunya justru orang terdekat. Di akun
Twitter @LenteraID, Sophia dan kedua temannya memberikan pemahaman pada banyak
orang dengan serangkaian tweet
tentang #RapeIsNotAJoke. Selain berkampanye soal edukasi tersebut, sejak Mei
2011 ia juga menyediakan fasilitas pertemuan tertutup untuk para penyintas.
Tujuannya agar mereka bisa mencurahkan isi hatinya secara aman, saling berbagi,
dan tahu bahwa mereka tidak sendiri. Perannya di sini adalah sebagai moderator,
bukan pemberi terapi.
Respons dari usahanya ini
ternyata sungguh di luar dugaan. Sophia mengakui cukup kewalahan menjawab
tanggapan yang masuk melalui twitter dan e-mail.
Ternyata para penyintas memang amat memerlukan ‘tempat’ yang bisa memahami
permasalahan mereka. Selama ini fasilitas tersebut jarang ada. Dan satu hal
yang selalu ditekankan Sophia, pelayanan gratis ini tetap harus memastikan
keamanan dan kerahasiaan para penyintas. Setiap mengadakan pertemuan ada aturan
untuk menyaring peserta. Begitupun ketika sesi support group digelar. Pertemuan ini juga sifatnya tidak mengikat.
Sophia sangat mengerti karakter penyintas itu belum tentu mau berbicara tentang
apa yang terjadi pada mereka. Pemulihan terhadap mereka pun juga berbeda-beda.
Sebab 50 persen yang datang dalam pertemuan justru mengalami kekerasan seksual
di masa kecil, tapi baru mau mengungkapkannya setelah dewasa.
Indahnya, dari berjalannya
kegiatan ini, Sophia melihat para penyintas menemukan kedamaian di support group yang ia bentuk, lalu
berusaha saling membantu pemulihan sesamanya dengan membuat kegiatan serupa.
Dalam waktu dekat, Sophia juga berharap bisa menyediakan hotline yang bisa dihubungi penyintas jika memerlukan bantuan
informasi, tempat bercerita, dan pertolongan lainnya. Ia juga masih terus
mengembangkan website yang berisikan
informasi terkait kejahatan seksual. Dan berharap bisa membangun crisis centre semacam rumah aman untuk
titik awal pemulihan para penyintas.
Di balik kegiatan sosial yang
ia lakukan sejak kuliah ini, Sophia membuka cerita asal muasal filosofi
hidupnya. Suatu saat manusia akan berhadapan dengan kematian. Di sini kita bisa
mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan selama hidup. Dan sebagai perempuan,
untuk menjadi Kartini masa kini tidaklah susah. Cukup dengan memberdayakan diri
sendiri dan lalu membantu memberdayakan orang lain.
Sophia mengaku sang Ibu yang
berasal dari Korea namun sangat mencintai Indonesia, mengilhami dirinya untuk
berbuat suatu hal positif bagi kaum perempuan di Indonesia. Caranya dengan
meningkatkan kualitas hidup mereka. Dan dengan menjadi seorang dokter akan
membuka kesempatan tersebut. Menurut Sophia, semua yang dilakukannya ini adalah
tentang bagaimana membuat dirinya berguna bagi orang lain. Ia mengaku akan
bosan kalau hanya berdiam diri, rasanya hidup kurang bermakna.
Lagipula menurutnya, sekarang
ini menjadi dokter sudah tak zaman hanya duduk berkonsultasi dengan pasien di
balik meja. Ia memilih menjangkau pasien dengan memanfaatkan teknologi agar
mereka bisa mudah mengakses informasi yang benar dan terpercaya. Baginya,
seorang dokter itu memang harus mendekati masyarakat, entah itu dalam bentuk
penyuluhan atau bisa juga dalam bentuk edukasi virtual.
____________________________
advetorial :
MENERIMA LAYANAN JASA KURIR, ANTAR
BARANG, PAKET MAKANAN, DOKUMEN, DAN LAIN-LAIN UNTUK WILAYAH JAKARTA DAN
SEKITARNYA KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
BOLU KUKUS KETAN ITEM, Oleh-Oleh Jakarta, Cemilan Nikmat dan Lezat, Teman Ngeteh Paling Istimewa, Bikin Ketagihan !! Pesan sekarang di 085695138867 atau KLIK DI SINI
0 komentar:
Posting Komentar