Perempuan
kelahiran 1 Agustus 1980 ini mendirikan rumah singgah Cinderella From Indonesia
Center (CFIC) di Batam, Kepulauan Riau. Lewat CFIC, ia memberdayakan ratusan
perempuan penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan anak-anak jalanan membuat
boneka Batik Girls, sebuah boneka cantik berambut hitam dan mengenakan batik.
Sejak kecil
Lusia memang sudah menyukai kegiatan sosial. Sang ibu yang memperkenalkannya.
Sebelum terjun menjadi seorang sociopreuneur,
tahun 2008 ia sempat mencoba berbisnis. Waktu itu semata-mata hanya untuk
mencari keuntungan. Kemudian Lusia mendapat cobaan, menderita TBC dan harus
menjalani pengobatan cukup lama. Bahkan, ia tidak boleh putus mengkonsumsi obat
selama satu tahun penuh. Dan itu efek sampingnya luar biasa. Badannya selalu
terasa sakit. Sempat ia mempertanyakan kepada Tuhan kenapa diberi penyakit itu.
Lusia kemudian berjanji jika sembuh dari penyakit itu, ia akan berusaha
menolong orang banyak. Tapi, lagi-lagi ia masih mendapat cobaan. Ia harus
bercerai sampai akhirnya putus asa dan sempat depresi. Untungnya, Tuhan sepertinya
masih sayang padanya. Lusia kemudian mendapat kesempatan belajar di Amerika,
mengikuti program International Visitor Leadership Program (IVLP). Ia mengambil
subyek “Economic Development”. Di sinilah Lusia makin mendalami bidang sociopreneur.
Lusia juga
mengaku ia adalah pengagum berat Mother Theresa dan Lady Diana. Merekalah yang
juga ikut memberikan motivasi bagi dirinya untuk membantu orang dengan
memberikan pekerjaan atau keterampilan. Akhirnya, Lusia menggagas rumah singgah
dengan nama Cinderella From Indonesia Center (CFIC), tepatnya 15 Januari 2013
di Batam. Awalnya CFIC fokus membantu wanita single parent yang tidak mampu. Lusia memberanikan diri membeli
sebuah ruko 3 lantai. Lantai 1 digunakan untuk training center berbagai keterampilan, lantai 2 kelas untuk
anak-anak yang ikut ibunya training.
Ini merupakan bentuk rasa syukur Lusia dan pemenuhan janjinya untuk membantu
lebih banyak orang. Apalagi, di usia yang cukup muda ia sudah melewati berbagai
fase kehidupan. Jatuh, bangkit, jatuh lagi, dan terus bangkit.
Dalam perjalanan
CFIC, oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Kepri dan Dinas Sosial Kepri, Lusia
lalu dititipi 100 ibu-ibu dan anak-anak jalanan. Namun, dana dari pemerintah
tidak besar sehingga ia harus memutar otak untuk menutupi operasional CFIC.
Lantas muncul ide membuat usaha boneka Batik Girls. Ini merupakan boneka
perempuan cantik, berambut hitam, dan memakai baju batik. Oleh karena itu dinamakan
Batik Girls. Untuk memproduksi Batik Girls inilah, Lusia merangkul para napi
wanita sebagai bekal keterampilan. Waktu memulai CFIC, Lusia sebenarnya dibantu
oleh empat teman. Namun, sekarang yang bisa memegang komitmen mengelola CFIC tinggal
ia dan seorang temannya, Vivin Andraini, dibantu beberapa relawan. Sementara
ini ada empat program yang dijalankan CFIC, yaitu pembinaan napi wanita,
anak-anak jalanan, para ODHA, dan single
parent yang tidak mampu. Semua dibekali keterampilan agar dapat mandiri dan
punya nilai ekonomi.
Memang,
setelah diberi kepercayaan untuk memotivasi anak-anak muda yang terkena narkoba
di Lapas, Lusia berpikir kalau hanya diberi motivasi saja lama-lama mereka
pasti bosan. Lalu Lusia melihat bahwa rata-rata napi wanita ini adalah
anak-anak muda yang terkena narkoba dan mendapatkan hukuman cukup lama, minimal
4 tahun, sampai belasan tahun, bahkan seumur hidup. Lusia lantar berpikir,
usaha apa yang cocok untuk mereka. Dan Batik Girls inilah yang akhirnya ia
anggap sesuai. Alasannya memilih memberdayakan napi wanita, karena sebenarnya
ini juga merupakan sebuah terapi bagi mereka. Dengan membuat boneka, Lusia
berharap mereka bisa menjalankan hukuman dengan baik dan bisa menghasilkan
karya terbaik.
Mereka
mendapatkan upah yang sangat layak. Lusia ingin mengajarkan kepada mereka,
walaupun di penjara, mereka masih bisa membantu ekonomi keluarga di luar
penjara. Selain itu, mereka juga tahu bahwa keuntungan dari penjualan boneka
ini akan digunakan untuk kegiatan sosial yang diadakan oleh CFIC. Jadi mereka
pun bisa juga memiliki kontribusi sosial. Besar harapan Lusia, suatu saat nanti
para napi wanita ini bisa menggunakan keterampilan yang mereka peroleh selama
di penjara dan tidak lagi mengkonsumsi narkoba.
Lusia
mengakui, salah satu perjuangan yang harus ia hadapi dalam memproduksi Batik
Girls adalah, mencari boneka perempuan cantik berambut hitam yang ternyata
sangat susah. Ia harus pesan jauh-jauh hari. Tantangan lainnya yaitu menghadapi
volunteer yang tidak bisa memegang
komitmen. Saat pameran di luar negeri misalnya, ia harus mandiri karena tidak
ada yang membantu. Lusia juga masih harus mensubsidi usaha ini karena belum
menutupi biaya operasional. Tetapi, yang paling berat adalah menghadapi mindset peserta training yang malas bekerja dan lebih memilih meminta-minta. Mereka
tidak mau sungguh-sungguh berusaha. Mereka selalu memandang dirinya miskin dan
senang sekali kalau dikasihani. Jujur, menurut Lusia, susah sekali membuang
sifat malas itu.
Banyak
pengalaman menarik yang sudah Lusia alami. Misalnya, saat harus memberi training para napi wanita dan
mempekerjakan mereka. Saat ini ada 100 napi wanita yang ia pekerjakan di 3
Lapas (Rutan Batam, Lapas Barelang, dan Rutan Pondok Bambu, Jakarta). Dan sudah
lebih dari 500 napi wanita yang ia beri motivasi di beberapa kota. Lusia pun
juga harus menghadapi napi wanita dari luar negeri. Ia masih ingat betul ada
seorang napi wanita dari Tiongkok yang dikenal senang membuat ulah, seperti
usaha bunuh diri. Tapi setelah ikut pelatihan yang ia buat, ternyata semangat
hidupnya kembali bangun. Kini, dia sudah tidak pernah mencoba bunuh diri lagi.
Lain lagi cerita salah satu napi dari Myanmar yang sangat terkesan dengan
pelatihan dan mengucapkan terimakasih kepada Lusia. Napi itu mengatakan, jika
dia bebas dan kembali ke negaranya nanti, dia ingin membuat program yang sama.
Lusia harus akui pekerjaan para napi ini luar biasa, dan ia sangat bangga
sekali dengan hasil pekerjaan mereka.
Perkembangan
bisnis Batik Girls semakin lama semakin baik, walaupun kata Lusia, masih banyak
tantangan yang harus dihadapi. Masalah utamanya adalah Batik Girls ini kurang
diminati masyarakat Indonesia. Batik Girls lebih mudah dijual di luar negeri.
Namun, untuk mengikuti sebuah pameran atau roadshow
di luar negeri dibutuhkan biaya yang sangat besar. Fokus Lusia saat ini adalah
harus berusaha yang terbaik. Ia yakin suatu saat Batik Girls akan berkembang karena
ada misi di belakangnya. Sampai saat ini Lusia masih menyusun banyak
program-program agar Batik Girls lebih bisa diterima di Indonesia. Misalnya, memasuki
tahun 2016 ia fokus memproduksi boneka Batik Girls Hijab Series, dengan masih
melibatkan 100 napi wanita yang ada di 3 penjara binaannya. Kegiatan ini di-support Kedutaan Australia, hingga ia
mendapat kesempatan melakukan roadshow
di 6 kota di Australia, yaitu di Perth, Adelaide, Melbourne, Shepparton,
Canbera, dan Sydney, pada bulan Maret 2016.
Sepulang dari roadshow itu, Lusia kembali meluncurkan
program 1000 Batik Girls for
Indonesia. Ini sebuah program di mana boneka Batik Girls ini akan diberikan
kepada anak-anak yang menderita HIV, kanker, thalasemia, dan anak-anak cacat di
10 kota di Indonesia. Lusia berharap masyarakat Indonesia bisa berkontribusi
dengan cara membeli 1 boneka Batik Girls yang lalu boneka ini akan diberikan
kepada mereka yang kurang beruntung. Program ini Lusia masukkan dalam campaign “1 Friend, 1 Doll”. Sementara
untuk memberdayakan anak-anak jalanan, Lusia bekerja sama dengan Saung Angklung
Udjo dan Avava Group melatih mereka bermain angklung dan perform di depan para turis. Kebetulan, Lusia tinggal di kota Batam
yang banyak sekali turis datang ke kota ini setiap weekend. Jadi, Lusia berharap anak-anak jalanan ini tidak lagi
mencari uang di jalan, tapi cukup berlatih angklung dan setiap perform mereka akan mendapatkan uang.
Ini adalah cara yang lebih aman dan menyenangkan untuk mereka mencari uang.
Lusia
berpendapat, tidak ada kebahagiaan yang abadi jika hanya dinikmati seorang
diri. Oleh karena itu, ia lebih senang berbagi, bukan hanya dalam bentuk uang,
tetapi dalam bentuk ilmu atau pengalaman. Lusia berharap, semoga apa yang ia
berikan bisa bermanfaat buat mereka. Menjadi single parent bagi Lusia bukan hal yang memalukan, bahkan dengan
status ini ia bisa lebih cepat menggapai mimpi dan bisa berbuat banyak untuk
sekitarnya, Menurutnya, hidup bukan hanya sekedar lewat, tapi harus dibuat
lebih berwarna dan berarti. Lusia yakin, setiap waktu itu luar biasa, dan
setiap perempuan bisa sukses memberikan kontribusinya kepada keluarga, bangsa,
dan agama, jika dia tahu potensi dirinya dan mengenal Tuhannya dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar